BandungKita.id, BANDUNG – Kepemimpinan pasangan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandung, Oded M. Danial dan Yana Mulyana genap berjalan 100 hari pada Jumat (28/12/2018), sejak dilantik pada Kamis 20 September 2018 lalu.
Oded mengklaim, tiga persoalan yang menjadi program 100 hari kerja pasangan Oded-Yana yaitu masalah sampah, kemacetan dan pedagang kaki lima (PKL), telah berhasil dilaksanakan. Selama 100 hari mengabdi untuk warga Bandung, pria yang akrab disapa Mang Oded itu juga mengaku berhasil meraih 47 penghargan.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat hukum pemerintahan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, Willy Hanafi mengatakan terkait 47 penghargaan yang diraih oleh pemerintah kota Bandung dalam masa 100 hari kerja perlu di telusuri lebih lanjut.
“Pertama yang ingin saya komentari adalah soal 47 penghargaan yang diraih pemkot bandung dalam 100 hari itu perlu dikaji lebih dalam apakah penghargaan tersebut merupakan hasil kerja 100 harinya Oded, atau memang hasil kerja rezim sebelumnya. Kemudian penghargaannya diberikan pada masa awal kerja Wali Kota Mang Oded,” tegas Willy kepada Bandungkita, Jumat (28/12/2018).
Baca juga: Tepat Seratus Hari Pimpin Kota Bandung, Ini Kata Oded
Selain soal penghargaan Willy juga memberi catatan pada upaya pemkot bandung soal mengurangi kemacetan.
Selain itu, Willy mempertanyakan rencana Pemkot Bandung menangani kemacetan dengan cara mengurangi jumlah lampu merah dan melakukan cabut pentil, apakah langkah itu telah berdasarkan kajian mendalam atau tidak. Pasalnya, jalan keluar menangani kemacetan harus dicari tahu penyebab intinya.
“Soal kemacetan itu, sebetulnya pemerintah Kota Bandung tahu atau tidak apa penyebabnya? kalau mengurangi lampu merah apakah persimpangannya juga ikut hilangkan? Soal cabut pentil, apakah pengendara jalan merasa jera? kan belum tentu,” jelasnya
Willy menegaskan, sebelum melaksanakan sebuah program antisipasi kemacetan, mestinya Pemkot Bandung melakukan kajian secara serius dan holistik, sehingga penyebabnya bisa diketahui.
“Ini seperti tidak jelas, sejauh ini apakah memang pemerintah tidak mampu menciptakan kenyamanan pada transportasi publik, hingga warga keukeuh naik kendaraan pribadi, atau memang jumlah kendaraan yang terus banyak atau memang penyebabnya ada yang lain, ini harus jelas biar solusi tidak terkesan aneh,” jelas willy
Baca juga: 100 Hari Kerja Oded-Yana, Pakar Kesulitan Menilai
Sementara itu terkait pengendalian sampah di Kota Bandung, Willy juga merasa program Kang Pisman belum sepenuhnya tepat terutama soal pengendalian sampah plastik.
“Ini yang dimaksud dengan mengolah sampah dari rumah yang Kang Pisman itu bagaimana? Kalau misalkan sampahnya plastik dimanfaatkan, jadi apapun ya ujungnya tetap sampah plastik. Mau itu dibikin tikar atau tas misalnya, kalau sudah tidak terpakai, ya tetap jadi sampah plastik kan,” jelas Willy.
Dirinya lebih sepakat bila, Pemkot Bandung mengkampanyekan penggunaan wadah secara lebih masif lagi. Meski mungkin sekarang sudah dilaksanakan, namun menurut Willy, belum semua masyarakat memahami hal tersebut.
“Terlebih plastik juga dapat digunakan secara murah, bahkan gratis, sedangkan wadah harus membeli,” katanya
Soal penataan PKL Cicadas, Willy mengatakan permasalah ini cukup pelik lantaran memiliki dua sisi yang saling bersinggungan. Pertama hak pejalan kaki untuk menggunakan trotoar bisa terenggut oleh PKL. Tapi di satu sisi, PKL sebagai masyarakat dalam sebuah kota, tetap membutuhkan upaya untuk bertahan hidup.
“Sejauh mana negara atau dalam hal ini Pemkot Bandung memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya, jangan kemudian tidak mensejahterakan. Anatara PKL dan pengguna jalan,” jelasnya
“Yang perlu jadi catatan adalah kalaupun Pemkot Bandung mau menata PKL atau relokasi PKL, harus bisa memastikan pendapatan mereka bisa bertahan. Jangan seperti yang kejadian kaya dulu di BIP itu, PKL dipindahkan ke bawah dan pendapatannya jauh merosot, ini kan bahaya merugikan masyarakat,” pungkas Willy.***(TRH/BandungKita)