BandungKita.id, BANDUNG – Rancangan Undang-Undang (RUU) Permusikan belum menemukan titik terang. Pasal 5 dalam RUU itu disebut sebagai pasal karet dan bakal memberatkan pelaku seni musik.
Menurut musisi asal Bandung, Budi Dalton, sebelumnya telah digelar Konferensi Musik Indonesia, di Ambon pada tahun 2018. Konferensi itu menghasilkan 12 butir kesepakatan bersama sebagai bahan untuk merancang RUU permusikan.
Budi menegaskan 12 butir hasil konferensi tersebut tak satupun berisi tentang pengekangan kebebasan para musisi seperti dimuat dalam Pasal 5.
“Kita kaget di dalam 12 poin hasil Konferensi Musik tahun lalu tidak menyinggung sedikitpun seperti yang tertulis di pasal 5 RUU Permusikan,” ujar mantan ketua jurusan Seni Musik, Universitas Pasundan itu.
Dia mengatakan, 12 poin hasil dari Konferensi Musik Indonesia yang digelar di Ambon, sangat mengutamakan kesejahteraan seniman.
“Semua poin konteksnya memajukan kesejahteraan musisi. Dalam bentuk industri musik, fasilitas rekaman digitalnya, menyediakan ruang berekspresi, serta mengemukakan pendapat lewat lagu dan karya seninya,” katanya.
Dia menjelaskan, Konferensi Musik di Ambon dihadiri lebih dari 320 lebih peserta yang terdiri dari pelaku seni, produser, manager, bahkan event organizer (EO) dari berbagai daerah. Budi mengaku dirinya diundang hadir dalam konferensi sebagai perwakilan kota Bandung.
“Saya masih ingat, saya orang yang ke 320 sekian saat ngisi absen. Peserta yang hadir ada dari berbagai daerah dan berbagai organisasi dan profesi yang berkaitan dengan musik,” ungkapnya.
Budi menilai, pasal 5 RUU permusikan bersifat sangat subjektif dan tidak memiliki parameter yang jelas. Maka, dia sangat mewajarkan adanya penolakan RUU tersebut oleh berbagai pelaku seni musik.
“Poin-poin di pasal 5 cenderung mengungkung kreatifitas dan bersifat sangat subjektif. Itu yang menjadikan polemik. Jadi sangat wajar jika banyak pelaku seni memiliki tendensi yang serba curiga,” ujarnya.
Menurutnya, harus ada suatu forum yang melibatkan seluruh elemen dalam koridor permusikan, untuk membahas, merevisi, atau membatalkan RUU tersebut.
“Pada intinya jika mau direvisi harus bersifat terbuka dan disosialisasikan. Kalau ada ‘kecurigaan’ ini gak usah direvisi. Tapi dibatalkan saja,” tegasnya.***(Bagus Fallensky/BandungKita)