BandungKita.id, NASIONAL – Tanggal 9 Februari menjadi hari yang penting bagi seluruh komponen pers di Indonesia. Hari yang disematkan sebagai Hari Pers Nasional (HPN) ini selalu diperingati secara rutin, sejak masa Order Baru sebagai pemantik semangat juang kaum jurnalis dalam kebebasan pers.
Di lain hal, HPN ini juga dijadikan pengingat kasus para jurnalis di Indonesia. Seperti kasus Anak Agung Gede Prabangsa, seorang wartawan Radar Bali yang dibunuh pada 11 Februari 2009.
Prabangsa dibunuh karena menulis setidaknya tiga berita terkait manipulasi anggaran proyek senilai sekitar Rp 40 miliar di Kabupaten Bangli. Jasadnya dibuang ke laut dalam kondisi sekarat dan ditemukan mengambang pada 16 Februari 2009 di perairan Padang Bai, Karangasem.
Dalam persidangan, dalang pembunuhan Prabangsa adalah I Nyoman Susrama. Ia membunuh Prabangsa lantaran gusar dengan tulisannya yang memberitakan dugaan korupsi proyek di Dinas Pendidikan Kabupaten Bangli. Susrama sendiri adalah adik dari I Nengah Arwana yang saat itu menjabat sebagai Bupati Bangli. Keduanya merupakan politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Atas perbuatannya tersebut, Susrama divonis pidana penjara seumur hidup karena terbukti melanggar pasal 340 Jo 55 ayat 1 ke 1 KUHP tentang pembunuhan berencana secara bersama-sama. Ironis, landasan hukum tersebut dinilai cacat pasalnya vonis penjara seumur hidup yang dijatuhkan pada Susrama dimentahkan oleh Presiden Joko Widodo lewat remisi yang termaktub dalam Keputusan Presiden 29/2018.
Alhasil vonis seumur hidup berganti menjadi 20 tahun penjara. Sementara, dikutip dari Tempo.co, Direktur Jenderal Permasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, Sri Puguh Budi Utami mengatakan tidak melakukan profiling terhadap vonis tersebut. Dirinya menawarkan pihak yang berebaratan agar mengirim surat kepada Jokowi.
Tahun ini, memperingati Hari Pers Nasional yang jatuh pada hari ini, Sabtu (9/2/2019). Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya pun menggelar aksi menuntut pencabutan remisi Susrama.
Aksi tersebut akan berlangsung di kawasan Gedung Grahadi, Jalan Gubernur Suryo, Surabaya. Momen ini kemudian memunculkan hastag (tanda pagar) #CabutRemisiJurnalis” yang menjadi trending di Twitter Indonesia.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen Surabaya Miftah Faridl mengatakan remisi tersebut mencederai rasa keadilan publik. Menurutnya pemerintah harus menjadikan kasus itu sebagai monumen bagi kebebasan pers Indonesia. Karena dari sepuluh kasus pembunuhan jurnalis yang terekam sejak 1996, baru kasus Prabangsa saja yang terungkap.
“Tapi ketika muncul remisi, ini sama saja dengan praktik impunitas, bahwa ketika kamu melukai jurnalis, ketika kamu membunuh jurnalis, ya kamu dengan mudah bisa diampuni pemerintah, apalagi platform politikmu sama, misalnya,” kritik Faridl, dikutip dari VOAIndonesia.com
Sementara, seperti dikutip Beritagar.id, Puncak acara HPN digelar di Grand City Surabaya dan dihadiri oleh Jokowi dengan tema “Pers Menguatkan Ekonomi Kerakyatan Berbasis Digital”.
Di acara tersebut Jokowi mengimbau agar media mempertahankan karakternya sebagai pencari kebenaran dan pembangun optimisme.
“Kalau ada kekurangan, mari benahi bersama. Media tetap menjadu kontrol sosial dan memberi kritik konstruktif,” kata Jokowi dikutip dari Berisatu.com. (Dian Aisyah/Bandungkita.id)
Editor: Dian Aisyah