Karinding, Alunan Musik dan Filosofi Alam Tanah Sunda

BandungKita.id, KOMUNITAS – Karinding, alat musik berukuran kecil ini keberadaanya sudah sulit ditemukan. Dahulu, di tanah sunda karinding pernah dimainkan para petani untuk menemani aktivitasnya bercocok tanam.

Tak sekedar itu, karinding juga dipercaya sebagai pedoman pengelolaan alam dan lingkungan hidup. Filosofi itu pun masih dipegang komunitas pecinta karinding Sanada Sora Awi atau Sasora.

Komunitas asal Cimahi yang sudah berdiri selama 8 tahun ini baranggotakan 120 orang. Salah seorang pendiri karinding Sasora, Ghani Abdulrahman menuturkan komunitas tersebut sebagai upaya menggaet generasi muda untuk melestarikan alat musik tradisional.

“Kami berlatih tiap hari Kamis dan Minggu jam 13-00 sampai maksimal jam 16-00 di Jl.Sentral Cibabat” kata Ghani kepada BandungKita.id, Senin (19/02/2019) lalu.

Cara memainkannya pun cukup unik dan sederhana. Menurut Ghani, karinding memiliki tiga ruas, ruas tengah ditempelkan pada mulut yang sedikit terbuka, sementara ruas paling kanan disentir dengan satu jari, hingga karinding menghasilkan suara vibrasi atau nada getar.

Alat musik ini juga, kata Ghani, sering dikolaborasikan dengan alat musik lain. “Biasanya karinding berkolaborasi dengan gitar, kecapi, goong, celempung renteng, suling, ketrak, toleat dan masih banyak lainnya,” kata Ghani.

Karinding sendiri terbuat dari pelepah enau atau kawung. Namun sebagian daerah memiliki ciri khas tersendiri. Di Cililin Bandung Barat, karinding terbuat dari bambu. Alat musik ini juga digunakan kaum wanita sebagai tusukan sanggul rambut. (Mufti Aziz Pratama/Bandungkita.id)

Editor: Dian Aisyah