BandungKita.id, NGAMPRAH – Tren minum kopi di Indonesia semakin hari kian meningkat. Kebiasaan ini terus meluas seiring menjamurnya kedai kopi, komunitas-komunitas kopi, perkebunan kopi, dan startup kopi yang ditunjang oleh perkembangan teknologi komunikasi.
Efeknya, Ngopi bukan lagi sebuah kegiatan mengkonsumsi semata. Namun juga jadi semacam gaya hidup baru, terutama di kota besar. Dilihat dari sisi ekonomi, kopi juga menjadi ladang bisnis baru yang cukup menggiurkan.
Namun sayang, besarnya peluang tersebut belum ditunjang oleh pengetahuan yang memadai tentang proses peracikan kopi dari hulu hingga hilir. Masyarakat Jawa Barat masih belum mafhum tentang hal itu. Serupa malam tanpa bintang, atau kopi yang hitam pekat.
Harapan baru sempat tumbuh, dengan adanya rencana Pemprov Jabar membuat sekolah kopi bertarap internasional. Namun hingga kini, rencana itu belum juga direalisasi.
Ditengah kondisi tersebut, hadirnya sosok perempuan asal Baleendah, Kabupaten Bandung, bernama Rani Mayasari (40) layak mendapat apresiasi.
Berbekal gelar seorang pencicip kopi profesional (Q Grader) dari Coffee Quality Institute (CQI), Rani datang ke kampung-kampung tempat para petani kopi tinggal, ke kedai-kedai, dan ke tempat komunitas-komunitas pecinta kopi. Ia memberikan edukasi tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan kopi.
Mulai dari edukasi mengenai cara menanam kopi, bagaimana menentukan harga green beans, trik melakukan pemanggangan atau roasting yang pas, serta memberi pembekalan tentang manajemen yang baik dalam merintis bisnis kedai kopi.
Ibu dari tiga orang anak itu mengatakan, kegiatan tersebut dilakukan sejak tahun 2016. Menurutnya, edukasi tersebut sebenarnya diselenggarakan di Yellow Black Coffee miliknya. Namun karena tempat tersebut harus pindah, ia memilih terjun langsung kepada masyarakat.
“Kelas kopi semula saya lakukan di Yellow Black Coffee, karena cafe itu pindah saya putuskan untuk terjun langsung ke pelosok-pelosok bersama petani kopi dan komunitas-komunitas,” jelasnya Rabu (6/3/2019).
Perempuan yang akrab disapa Teh Rani tersebut bercerita bahwa sebelum dirinya mendapat sertifikat Q Grader, ia sempat kesulitan mendapatkan pengetahuan tentang kopi. Di sisi lain, ia mesti menjalankan bisnisnya mengelola Yellow Black Coffee yang memerlukan wawasan tentang mana jenis kopi yang baik, bagaimana pengolahannya, serta dimana lokasi mendapatkannya.
Karena pengalaman itu, ia tekun belajar dan mengikuti ujian Q Grader. Hasilnya setelah lulus, Teh Rani mengabdikan diri secara sukarela dengan memberi edukasi kepada masyarakat melalui kelas kopi.
“Saya bingung waktu itu bagaimana memilih kopi yang baik, pengolahannya seperti apa, agar ramah di lidah masyarakat Indonesia. Saya pun bertekad kedepan saya harus bisa memberi pelajaran itu kepada masyarakat,” kenangnya.
Alasan lain yang mendorong dirinya melakukan gerakan pencerahan tersebut adalah hasil amatannya mengenai fenomena menjamurnya kedai-kedai kopi khususnya di Jawa Barat.
Menurutnya, merintis bisnis kopi tanpa bekal pengetahuan yang utuh. Hanya menggiring masyarakat lebih mengutamakan desain interior cafe ketimbang kualitas rasa kopi. Imbasnya, pengeluaran sangat besar dan cefe tersebut terancam tak berumur panjang.
“Coba cek deh ke dinas perizinan kota Bandung, dalam sebulan permohonan membuka kedai kopi bisa sampai 30 pemohon. Namun dalam waktu yang sama, ada 10 kedai yang tutup. Ini ironis, karena mereka tak memiliki pengetahuan utuh dalam menjalankan bisnis kopi. Itulah pentingkan kita memberi edukasi ini,” jelasnya.
Sepak terjang Rani dalam mengedukasi masyarakat tentang Kopi memang baru setitik cahaya ditengah pekatnya malam. Namun, dari setitik itulah ia mampu menjadi penerang bagi banyak orang dalam memahami kopi.***(Restu Sauqi)
Editor: Dian Aisyah