BandungKita.id, BANDUNG – Kasus pernikahan anak di bawah umur tampaknya menjadi masalah yang tak kunjung usai di Indonesia. Dua bocah asal Kota Parepare, Sulawesi Selatan, Muhammad Asnur (15) dan Diva Almagfira (14) melangsungkan pernikahannya pada Minggu (3/3/2019) lalu.
Dua sejoli yang masih berstatus pelajar kelas 3 SMP tersebut dinikahkan secara adat Bugis. Tali asmara keduanya diketahui sudah terjalin sejak tiga tahun lalu, saat Diva masih duduk di bangku kelas 6 SD sementara Asnur di bangku kelas 1 SMP.
Seperti dikutip IDN Times, dalam pengakuannya Diva mengenal Asnur setelah dicomblangi salah satu kawannya. Diva tinggal bersama neneknya, sedangkan kedua orang tuanya bekerja di negeri jiran Malaysia.
Menanggapi itu Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasa Putra menuturkan, peristiwa miris tersebut mencerminkan absennya pemerintah dalam melakukan sosialisasi bahaya menikah di usia belia. Tak hanya itu, peran orang tua dalam mendidik anakanya dengan baik juga merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan.
“Dengan berulangnya kejadian pernikahan usia anak ini, berarti negara tidak berdaya, upaya seruis pemerintah juga belum ada. Orang tua juga belum bisa mencegah anaknya menikah dini,” kata Jasra Putra, saat dihubungi BandungKita, Kamis (7/3/2019).
Jasra menyayangkan peristiwa pernikahan anak sering terjadi, bila ditinjau dari dampak yang mungkin terjadi, sangat berpotensi buruk bagi psikologis anak, hak pendidikan, hingga potensi gangguan kesehatan. Hal itu terjadi, lantaran usia anak yang masih sangat muda, belum siap melakukan bebagai aktifitas sebagai mana usia pernikahan ideal.
“Penelitian kami, 80% anak yang menikah usia dini itu mereka putus sekolah, berpotensi angka kematian ibu melahirkan, untuk keluarga kurang mampu juga memperburuk kondisi ekonomi, pasangan ini juga sulit dapat pekerjaan disektor formal,” lanjut Jasra.
Tak hanya itu, Jasra menilai, usia emosional anak yang dinilai belum matang juga seringkali jadi sebab tidak harmonisnya keluarga, bahkan tak jarang berujung pada perceraian. “Jadi fungsi-fungsi keluarga untuk anak yang melakukan pernikahan usia anak tidak bisa berjalan secara baik,” ungkapnya.
Jasra menegaskan, tugas wakil rakyat yang berwenang membuat kebijakan perlu didorong agar mampu mengurangi angka pernikahan dini. Terutama dari wakil rakyat yang mencalonkan diri di daerah pilihan (Dapil) Sulawesi Selatan, ditantang untuk merespon persoalan pernikahan dibawah umur.
“Perlu memikirkan dan mencari solusi jitu terkait pernikahan usia anak di Indonesia yang cukup tinggi hampir 300 ribu setiap tahunnya pernikahan usia anak berlangsung,”pungkas Jasra. (Tito Rohmatulloh/BandungKita)
Editor: Dian Aisyah