BandungKita.id, Bandung – Sore itu hujan turun dengan derasnya, saat tiba di lokasi jarum jam menujukan angka 15.44 WIB. Letaknya yang berada tepat di pinggir Jalan Terusan Sersan Bajuri, Kelurahan Cihideung, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat (KBB) tidak terlalu sulit untuk menemukan kediaman salah satu seniman muda, yang menggeluti seni keramik tradisional atau tembikar.
Dialah, Rissa Alodia Grezina. Perempuan kelahiran dua puluh empat tahun silam ini dengan ramahnya menyambut kedatangan BandungKita.id yang ingin berbincang seputar kesenian berbahan dasar tanah liat, yang telah ia geluti sejak delapan tahun terakhir.
Lewat dua tangan apiknya, Sasa biasa ia akrab disapa, terus berupaya melestarikan tembikar yang saat ini hampir punah. Hobi tersebut ia tekuni sejak bangku sekolah menengah dan sempat mengkuti les di bidang tersebut. Kini lewat studio miliknya bernama Tanaliat Studio, Sasa mampu menciptkan tembikar yang syarat nuansa unik.
“Sebenernya ini hobi aja, dari dulu sejak SMP. Terus aku kuliah juga maunya seni murni karena kan ada mata kuliah tentang ini. Tapi karena ada kendala, akhirnya aku kuliah di bidang desain interior. Ada sih membahas tentang ini, tapi dikit itu sekitar tahun 2011 atau 2012,” ungkap dara lulusan Universitas Maranatha tersebut, saat ditemui BandungKita, Jumat (10/5/2019).
Sasa bercerita, di bangku kuliah itulah mulanya dia mulai mencoba menekuni kesenian tembikar. Bersama teman kuliahnya Sasa mencoba membuat kesenian keramik bersama-sama. Namun seiring waktu serta kesibukan masing-masing akhirnya pembuatan tembikar itu tak bisa dilanjutkan.
BACA JUGA:
Cerita Abrurrohim, Kakek yang Menempuh Jarak Padalarang-Cimahi untuk Berjualan Cobek
FEATURE : Belajar Toleransi Beragama dari Kisah Soleh, Pria Muslim yang Sudah 20 Tahun Bekerja Sebagai Penjaga Vihara
“Ya akhirnya kita enggak bikin bareng-bareng lagi kan. Aku juga udah lulus kuliah terus kerja di Jakarta gituh dua tahun. Temen-temen aku juga kerja ya akhirnya enggak ke urus kan. Tapi sayang udah bikin dikit-dikit, akhirnya ya udah lah aku sendiri yang ngerjain ini,” papar Sasa.
Setelah Sasa melepas masa lajang pada November 2017, ia kembali menggeluti kesenian tersebut bahkan hingga kini mampu meraup pundi-pundi rupiah.
“Nah aku nikah, terus berjalan waktu dan punya anak. Akhirnya kerjaan yang di Jakarta juga aku berhenti kan, karena pengen ngurus anak full time gitu, terus aku mikir, dulu udah punya dasar bikin ini keramik, ya udah aku bikin aja (tembikar) di rumah sendiri,” lanjut Sasa.
Sasa bercerita, saat pertama kali kembali menggeluti seni tersebut ia mampu membuat keramik bentuk pas bunga berbahan dasar tanah liat sebanyak dua belas buah dan semuanya ludes terjual dengan bandrol Rp 50-80 ribu.
Namun, meski potensi rupiah di bidang seni tembikar sangat tebuka lebar. Sasa menuturkan hal tersebut belum menjadi tujuan utamanya. Karena yang mendesak saat ini adalah menggaet banyak generasi muda khususnya, agar tertarik melestarikan kesenian tembikar yang semakin langka.
“Tanaliat Studio ini tuh fokusnya bukan ke praduk sih tapi lebih ke campaign ke orang-orang bahwa kita tuh bisa kok bikin tanah liat, bikin kesenian kermaik yang bagus, tanpa harus menggunakan banyak alat cukup tangan kita aja gituh sebagai anugerah Yang Maha Kuasa gituh loh,” ujar perempuan kelahiran Palangkaraya tersebut.
Sasa berharap, di tengah menjamurnya teknologi digital, kesenian tradisional bisa tetap terjaga dengan bentuk dan kemasAn yang juga mengikuti zaman.
Ia mencontohkan salah satu tembikar yang kini kian punah adalah kendi. Namun jika itu dikemas lebih menarik maka bukan tidak mungkin bisa menjadi salah satu kesenian yang tetap jadi primadona.
“Mimpi besar aku di bidang ini sih ya cuma pengen kesenian ini tetap ada. Kita tahu ini adalah kesenian zaman dulu yang semua orang juga mungkin tahu. Apalagi sekarang ini era digital yang terus meningkat, aku ingin orang memahami proses ini yang sangat sederhana namun banyak pelajarannya gitu loh, kaya lebih sabar dan terus bersyukur aja sih,” tandas ibu satu anak tersebut. (Tito Rohmatulloh/BandungKita)
Editor : Dian Aisyah