BandungKita.id, NASIONAL – Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I Laksdya TNI Yudo Margono memimpin pengendalian operasi siaga tempur terkait dengan adanya pelanggaran di wilayah perairan Laut Natuna Utara.
Pengerahan pasukan itu untuk merespon pelanggaran wilayah dengan masuknya puluhan kapal nelayan China yang dikawal kapal keamanan China ke perairan Natuna yang merupakan wilayah Indonesia.
“Sekarang ini wilayah Natuna Utara menjadi perhatian bersama, sehingga operasi siaga tempur diarahkan ke Natuna Utara mulai tahun 2020,” kata Yudo dalam keterangannya, di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, seperti dikutip dari kumparan.
Yudo mengatakan operasi siaga tempur ini dilaksanakan oleh Koarmada 1 dan Koopsau 1. Sejumlah KRI dan pesawat juga dikerahkan dalam siaga operasi tempur ini.
“Alutsista yang sudah tergelar yaitu 3 KRI, 1 pesawat Intai Maritim, dan 1 pesawat Boeing TNI AU. Dua KRI masih dalam perjalanan dari Jakarta menuju Natuna,” jelas dia.
Yudo menyatakan operasi itu bakal digelar untuk melaksanakan pengendalian wilayah laut, khususnya di Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Laut Natuna Utara.
Sebelumnya, Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla) menuturkan puluhan kapal nelayan China masih bebas berlayar di landas kontinen Indonesia di sekitar perairan Natuna, Kepulauan Riau.
Direktur Operasi Laut Bakamla, Laksamana Pertama Nursyawal Embun, menuturkan kapal-kapal penangkap ikan itu juga dikawal kapal penjaga pantai dan kapal perang China jenis fregat.
Ia mengatakan telah ada upaya mengusir kapal-kapal China tersebut dari sekitar zona eksklusif ekonomi (ZEE) Indonesia di Natuna sejak 10 Desember lalu.
BACA JUGA :
Jokowi Utus Luhut Panjaitan untuk Bertemu Prabowo, Apa yang Dibahas?
Luhut Klaim Kondisi Sungai Citarum Sudah Membaik
Kritisnya Kondisi Laut Utara Jawa Barat
Namun, walau sempat menuruti permintaan untuk menjauh, beberapa hari kemudian terpantau lagi kapal-kapal China kembali memasuki dan mengambil ikan di landas kontinen Indonesia di sekitar Natuna.
Sebelumnya, Indonesia melayangkan nota protes kepada China terkait pelayaran kapal-kapal tersebut di perairan Kepulauan Riau. Kemenlu menyatakan telah memanggil Duta Besar China di Jakarta untuk menyampaikan protes tersebut.
Luhut Wanti-wanti Jangan Ributkan Masalah Natuna
Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta permasalahan dengan Cina di perairan Natuna jangan diributkan dan dibesar-besarkan. Alasannya makin ribut akan membuat investasi terganggu.
Apalagi Indonesia juga sedang menarik investasi dari China.
“Sebenarnya enggak usah dibesar-besarin lah. Soal kehadiran kapal itu (di Natuna), sebenarnya kita juga kekurangan kemampuan kapal untuk melakukan patroli di ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif),” ujar Luhut di Jakarta, Jumat (3/1/2020).
“Sekarang coast guard-nya sedang diproses biar bisa menjadi coast guard kita sekaligus dengan peralatannya,” sambungnya.
Ke depan, kata Luhut, pemerintah akan memperbanyak kapal angkatan laut di Perairan Natuna. Hal tersebut sudah dibicarakan dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Rencananya, pemerintah melalui Kementerian Pertahanan akan membeli kapal patroli dengan ukuran 138-140 kelas trigate. Kendati begitu, tak disebutkan berapa unit kapal yang akan dibeli.
Luhut yakin dengan tindakan tegas dan penangkapan kapal asing di Perairan Natuna, tak akan memengaruhi investasi di Indonesia. “Makanya saya bilang, untuk apa meributin yang enggak perlu diributin. Sebenarnya kita mesti lihat kita perlu membenahi diri kita,” tegasnya.
Sebagai informasi, China sendiri mengklaim daerah yang dilalui kapalnya di Natuna merupakan daerah teritorinya sendiri. Luhut menegaskan pemerintah Indonesia tidak pernah mengakui klaim tersebut.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyatakan masuknya kapal ikan China ke perairan Natuna telah melakukan pelanggaran batas wilayah dalam Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia. Wilayah itu ZEE Indonesia telah ditetapkan oleh hukum internasional yaitu United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982).
Padahal, China merupakan salah satu partisipan dari UNCLOS 1982. Oleh karena itu merupakan kewajiban bagi China untuk menghormati implementasi dari UNCLOS 1982.(*)
Editor : M Zezen Zainal
dari berbagai sumber
Comment