BandungKita.id, PENDIDIKAN – Konsep merdeka belajar diperkenalkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim sejak pertamakali menjabat. Di dalam wilayah pendidikan, konsep merdeka belajar bisa dimaknai sebagai kemerdekaan cara mengajar yang menjadi tugas seorang guru.
“Di antaranya penyusunan RPP yang mengarah pada penerapan metodologi pembelajaran & penilaian. Lewat penghapusan UN & USBN, guru dituntut mampu menyusun soal dengan baik,” terang Dadang A. Sapardan, Kabid Pendidikan SMP Disdik Kabupaten Bandung Barat (KBB) Kepada BandungKita.id, Senin (17/8/2020).
Lanjutnya, sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematis dan terstruktur mengimplementasikan berbagai program bimbingan, pengajaran, dan/atau pelatihan untuk setiap siswanya.
“Implementasi program itu membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya secara optimal, sehingga bermanfaat dalam kehidupannya. Program pada setiap sekolah terkelompok dalam kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, ekstrakurikuler, bahkan nonkurikuler.” imbuhnya.
BACA JUGA :
Viral! Pelajar SMA Kritik Keras Pembelajaran Jarak Jauh, Nadiem Makarim Angkat Bicara
Kisruh Polemik POP, Nadiem Mengaku Keliru Lalu Minta Maaf Kepada NU, Muhammadiyah, dan PGRI
Mulai 18 Agustus, 27 SMA-SMK di Bandung Barat Siap Belajar Tatap Muka
Kajari Garut Beri Bantuan Ayah Pencuri HP Demi Anak Belajar Online, Begini Tanggapan Acil Bimbo
Program tersebut menjadi bagian dari tugas para guru, sebagai soko utama keberlangsungan pendidikan. Hal ini dimungkinkan karena di pundak guru semuanya dibebankan. Dari mulai tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai hingga mengevaluasi. Dadang memaparkan proses yang ia jalankan di Disdik KBB.
“Program yang kami laksanakan di Disdik KBB adalah memperkuat kualitas guru terutama pada sisi pembelajaran. Oleh karenanya, Tim Pengembang Kurikulum (TPK) Disdik KBB berupaya untuk meningkatkan kualitas para guru dalam melaksanakan pembelajaran. Langkah nyata di masa pandemi Covid-19 ini adalah metodologi pembelajaran daring.”
Dadang menegaskan, kebijakan pendidikan terus berkembang dan tugas guru semakin dinamis, sehingga mereka dituntut mampu beradaptasi dengan kebijakan yang berlaku. Terpaksa, guru harus menyiapkan siswa agar bisa survive di masa depan. Dampaknya, tidak menutup kemungkinan para guru harus melakukan treatment berbeda untuk setiap anak didinknya.
“Sejatinya para guru harus melakukan treatment berbeda kepada siswa yang heterogen. Ada siswa yang pintar & kurang secara akademik, ada juga siswa mampu & tidak mampu secara ekonomi. Dalam hal ini, guru dituntut mampu menerapkan pola pendidikan inklusif, tidak menyamaratakan perlakuan terhadap siswanya.” tegasnya.
Fenomena tersebut menuntut guru agar tidak terlena dengan kondisi status quo. Mereka harus mmenuhi harapan yang diusung dalam penerapan kebijakan tersebut. Fenomena ini mau tidak mau, suka tidak suka harus diikuti kemampuan guru dalam beradaptasi dengan fenomena perubahan.
“Pergantian kurikulum pada umumnya diikuti oleh perubahan pada penyertanya. Satu contoh, pada pendekatan & metodologi pembelajaran yang harus diterapkan oleh guru.” katanya.
Namun, Dadang menyayangkan kendala yang kerap terjadi akibat rspon guru terhadap perubahan. Misalnya, guru masih mempertahankan kebiasaan lama yang sudah tidak relevan lagi. Padahal, guru harus mampu bermanuver agar penerapan kebijakan tercapai dengan optimal.
“Permasalahan yang dihadapi saat ini, masih ada guru yang belum mampu mengikuti ritme kebijakan yang diterapkan, sehingga bisa dimungkinkan bahwa program yang seharusnya dapat terealisasi jadi terhambat. Hal tersebut dimungkinkan karena mereka terlena dengan zona nyaman.” bebernya.
Sementara itu, dinamika pendidikan khususnya di KBB saat ini menuntut peserta didik untuk bisa merespons revolusi industri 4.0. Tapi sayangnya, masih banyak guru yang mengalami kendala dalam mengajar karena belum bisa beradaptasi dengan dinamika perubahan.
“Siswa di KBB harus dikenalkan dengan pola kehidupan masa depan yang diwarnai dengan karakteristik terbangunnya berpikir kritis, komunikasi, kolaborasi, & kreativitas. Tapi guru belum memiliki pemahaman komprehensif tentang konsep baru yang diterapkan, sehingga melahirkan kegamangan untuk dapat menerapkannnya,” paparnya.
Ia mengaku, pihaknya di Disdik KBB bersama TPK terus melakukan perbaikan dan mencari solusi sehingga pola pembelajaran yang dilakukan guru dapat sejalan dengan kurikulum atau program yang diterapkan.
“Guru tidak bisa statis dalam satu konsep tetapi guru harus dinamis, sehingga konsep yang diterapkan menjadi jawaban atas ekspektasi siswa dan masyarakat. Mampu merespons perubahan yang terjadi karena tugasnya adalah menyiapkan generasi masa depan yang harus siap menghadapi karakteristik kehidupan yang berbeda dengan saat ini.” imbuhnya.
Menurutnya, guru perlu diajak untuk memperluas wawasan dengan konsep merdeka belajar sebagai pemicunya. Walhasil, guru dapat menerima kebebasan yang lebih luas untuk berekspresi.
“Kebebasan berekspresi itu harus didasari dengan keluasan wawasan atau pengetahuan. Acuan utamanya tetap kurikulum dan dalam penerapan kurikulum itu tergantung gurunya.” ujarnya.
Dadang menutup paparannya dengan mengacu pada regulasi yang berlaku, tugas seorang guru adalah merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta outputnya yaitu penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
“Itu memang yang tersurat dalam regulasi dari pemerintah. Insya Alloh, tugas itu bisa dilalui oleh guru, apalagi guru yang kreatif, berwawasan luas, dan pengalaman yang cukup,” tandasnya. (Azmy Yanuar Muttaqien / BandungKita.id)
Editor : Azmy Yanuar Muttaqien