BandungKita.id, Bandung – Sebanyak 50 kafe dan restoran di Kota Bandung mengalami penurunan omzet penjualan dampak dari kebijakan penerapan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang kembali diterapkan Pemerintah Kota Bandung akibat lonjakan kasus Covid-19.
Hal ini diungkapkan langsung oleh Ketua Kafe dan Restoran (AKAR)–Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Bandung Arif Maulana. Dia menyebutkan, sejak adanya pelarangan makan di tempat atau dine in, omzet pengusaha kuliner di Kota Bandung menurun signifikan.
“Tercatat 50 kafe dan restoran menyampaikan penurunan bisnis yang sangat signifikan, beberapa sudah tutup dan memutus hubungan kerja,” ujarnya, Jumat (25/6/2021).
Angka tersebut, dikatakannya berdasarkan hasil survei yang dilakukan AKAR-PHRI Kota Bandung pada 23 Juni 2021. Hasil ini kemudian akan disampaikan ke Pemkot Bandung sebagai pertimbangan untuk adanya revisi terhdapa Perwal Kota Bandung No.61 Tahun 2021 tentang PPKM.
“Dalam pelaksanaannya Perwal Kota Bandung berbenturan dengan surat edaran dan instruksi menteri yang disebut sebelumnya, terutama pada poin pelarangan dine in 0% untuk kafe dan restoran di Kota Bandung,” katanya.
Baca Juga:
Sempat Jadi Ruang Isolasi COVID-19, Begini Nasib Masjid Ash-Shiddiq di Kompleks Pemda KBB
Innalilahi! Ternyata ini Alasan RSUD Cikalong Wetan Jadi RS Khusus COVID-19
Viral! Foto Pasien Covid-19 Numpuk di Selasar IGD RSHS, Begini Penjelasannya
KBB Zona Oranye, Destinasi Wisata Boleh Buka dengan Aturan ini
Arif mengatakan sejak adanya pandemi Covid-19, kafe dan restoran khususnya di Kota Bandung telah melakukan berbagai cara untuk tetap bertahan. Salah satunya, dengan mengikuti kebijakan Pemkota Bandung.
“Kebijakan tersebut berdampak kepada dirumahkannya banyak karyawan hingga ditutupnya sejumlah unit usaha,” ungkapnya.
Ditambahkannya, bahwa kafe dan restoran sebagai elemen pariwisata merupakan penyumbang pendapatan daerah (PAD) terbesar untuk Kota Bandung. Maka, dapat dikatakan bahwa elemen pariwisata adalah penggerak roda perekonomian Kota Bandung.
“Khawatir Kebijakan tersebut berdampak pada lamanya waktu pemulihan ekonomi secara makro maupun mikro,” pungkasnya. (Faqih Rohman Syafei/BandungKita.id) ***
Editor: Agus SN