Tolak Permenaker 2/2022, Ratusan Buruh Kembali Gelar Aksi Unjuk Rasa

KBB1026 Views

BandungKita.id, Bandung Barat – Ratusan pekerja kembali melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor DPRD Kabupaten Bandung Barat. Selasa, (22/2).

Aksi tersebut, sebagai bentuk protes mereka terhadap terbitnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) nomor 2 tahun 2022 tentang, Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).

Ratusan buruh itu menyuarakan penolakan terdadap terbitnya aturan Permenaker nomor 2 tahun 2022 tersebut, lantaran dianggap merugikan para pekerja/buruh.

“Kita menyuarakan aspirasi seluruh pekerja untuk menolak Permenaker nomor 2 tahun 2022, karena aturan ini dianggap oleh pemerintah,” kata Ketua Koalisi Serikat Pekerja, KBB, Dede Rahmat di sela-sela unjuk rasa di Padalarang.

Selain terlalu dipaksakan, Dede menilai, pemerintah terlalu ikut campur dalam mengatur uang pekerja, karena JHT itu murni merupakan uang buruh yang dipotong setiap mereka gajian.

“Adapun tambahan, itu merupakan kewajiban perusahaan. Jadi tidak ada sedikitpun uang pemerintah, tetapi pemerintah ikut mengatur yang dimana aturan tersebut pun justru merugikan para pekerja,” ujarnya.

Dalamaturan sebelumnya, Dede menerangkan, dana JHT itu dapat dicairkan manakala pekerja tersebut sudah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Adapun masa tunggunya itu kurang lebih 3-2 hari.

“Sekarang ini bisa dicairkan JHT manakala si pekerja ini sudah berusia 56 tahun. Terbayang, manakala pekerja ini di PHK dalam usia 35 tahun maka, dia harus menunggu pencairannya selama 20 tahun lebih,” paparnya.

Dalih Menteri Tenaga Kerja (Menaker) RI yang menyatakan adanya Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), Menurut Dede, JKP tersebut bukanlah sebuah solasi bagi pekerja.

“Karena nilainya yang sangat rendah, kemudian JKP itu adalah aturan turunan dari Undang-Undang Ciptakerja, yang dimana sampai saat ini kita menolak dan nilainya tidak seberapa JKP itu,” ucapnya.

Dede pun meminta agar Permenaker Nomor 2 tahun 2022 itu bisa dicabut dan dikembalikan kepada aturan sebelumya, yang mana dalam aturan tersebut bahwa dana JHT itu bisa dicairkan manakala pekerja sudah kehilangan pekerjaannya.

“Kedua kita minta copot Menaker. Karena Menaker sekarang dipandang oleh kita selalu membuat aturan yang tidak ada keberpihakan terhadap pekerja,” terangnya.

Ia menegaskan, pihaknya akan terus melakukan aksi unjuk rasa. Bahkan, jika Permen tersebut tetap diberlakikan oleh pemerintah, buruh KBB mencancam bakal melakukan aksi mogok daerah.

“Ketika Permen ini tetap diberlakukan para pekerja di KBB mengancam untuk melakukan mogok daerah, dan kita akan berbondong-bondong bersama untuk keluar dari kepesertaan BPJS ketenagakerjaan,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD KBB, Bagja Setiawan mengatakan, ada tiga tuntutan dari ratusan pekerja tersebut diantaranya, mereka meminta Permenaker nomor 2 tahun 2022 tersebut dicabut.

“Kemudian, mereka meminta diberhentikannya Menteri Tenaga Kerja (Menaker). Mendorong DPR RI menggunakan hak interpelasinya untuk mempertanyakan kebijakan dikeluarkannya Permenaker ini,” kata Bagja seusai audensi.

Bagja menilai, dikeluarkannya Permenaker nomor 2 tahun 2022 tersebut betul-betul mencedrai asas kemanusian dan keadilan.

“Kalau melihat asas kemanusiaan ini kan tidak manusiawi, disaat pandemi Covid-19, PHK dimana-mana. Eh malah, kemudian keluar permenaker ini, bukanya membantu kesulitan rekan buruh,” ujarnya.

Padahal, menurutnya, mereka butuh JHT segera dicairkan untuk menopang kehidupan hingga memiliki pekerjaan baru.

Tiba-tiba, lanjutnys dalam aturan tersebut, bisa dicairkan diusia 56 tahun.

“Alasannya kan ada JKP, tapi tidak full cover. Jadi hanya berlaku atau ada syarat dan ketentuan berlaku. Yang pasti ini mencedrai asas kemanusiaan dan asas keadilan,” katanya.

“Itu uang mereka, yang 5 persen lebih, yang 2 persennya sisanya itu dari perusahaan. Tidak iuran yang diberikan pemerintah, sehingga wajar mereka merasa ini hak mereka,” ujarnya.

Ia pun menerangkan, pihaknya akan membuat dua surat sebagai bentuk dukungan terhadap aksi unjuk rasa tersebut.

“Satu ditujukan ke Presiden RI pencabutan Permenaker, kemudian pemberihentian/penggantian Menaker. Kalau ke DPR RI terkait dua tuntutan awal dan tamabahan yakni Interpelasi karena yang punya hak DPR,” katanya.***