BandungKita.Id, SOSOK – Di dalam sebuah acara, Ganjar Pranowo mengakui. Bahwa kalau dilihat dari kinerjanya selama ini, dia adalah gubernur yang masih jauh dari sempurna.
Bahkan dengan kalimat ekstrem, Ganjar mengatakan kalau urusan kemiskinan di Jawa Tengah memang masih jauh dari angka nol persen. Dia mengaku sedih karena masih gagal dalam mensejahterakan masyarakat miskin di Jawa Tengah.
Saya kira, ini bukan satu bentuk pengibaran bendera putih oleh Ganjar Pranowo. Tapi ini sebagai bentuk kerendahan hati yang dimiliki oleh seorang pemimpin yang terus akan berjanji untuk memajukan provinsinya dengan cara menurunkan kemiskinan.
Orang yang tidak pernah mengaku gagal adalah orang yang justru menjadi duri dalam daging di pemerintahan di negara ini. Di republik ini, banyak orang yang gampang dibodoh-bodohi oleh iming-iming, bahwa calon pemimpin tersebut tidak punya kesalahan dan seolah-olah dianggap sebagai dewa dari politisi lainnya.
Akan tetapi yang menjadi kejujurannya itu menjadi barang yang begitu langka. Jujur mengakui kekurangan, meski progresnya itu sudah terlihat. Jujur mengakui bahwa kenaikan kesejahteraan terjadi hanya sedikit, dan itu dianggap sebagai satu yang masih perlu dan masih sangat bisa untuk dikejar lagi progresnya.
Baca Juga:
Karakter Yudistira, Bima dan Arjuna dalam Sosok Ganjar Pranowo
Dibalik Ganjar, Atikoh: “Saya Wakafkan Suami Saya untuk Masyarakat”
Ganjar Usung Etika Keluarga, Keakraban dan Hormat untuk Kepemimpinan Nasional
Kerendahan hati semacam ini merupakan barang langka, ketika dua capres lainnya justru malahan mengagung-agungkan diri dengan menutupi masa lalu mereka yang begitu kelam. Seolah-olah mereka sudah menjadi orang paling penting dan paling berguna untuk bangsa dan negara ini.
Padahal kenyataannya, justru Ganjar yang mengakui dirinya masih gagal di dalam meningkatkan lebih pesat lagi kesejahteraan rakyat. Dialah yang paling berhasil dalam membangun bangsa ini lewat Jawa Tengah yang dipercayakan kepada Ganjar Pranowo oleh rakyat Indonesia.
Dua karakter Ganjar Pranowo yang rendah hati, terus ingin maju dan melecut diri lebih keras lagi, tentu membuat rakyat Indonesia semakin jatuh hati untuk meletakkan pilihannya kepadanya pada Pilpres 2024 nanti.
Sosok pemimpin yang rendah hati itu, menjadi karakter yang ditunggu-tunggu. Karena tidak banyak pemimpin berjiwa seperti itu. Bisa menerima masukan dan kritik dengan lapang dada, serta dengan tangan terbuka menerima bantuan masukan dari pihak-pihak lain merupakan karakter yang humble dalam kepemimpinan.
Sedangkan dua capres lainnya. Nggak pernah ada kerendahan hati itu. Mereka anti terhadap kritik dan justru menutup diri terhadap masukan dari luar.
Capres yang pertama, menutup pintu balai kota, baru dibuka kembali ketika warga yang datang ingin menyampaikan kritik, pergi. Capres yang kedua, juga ketika ada kritik malah yang mengkritik dihilangkan lewat tim yang begitu terstruktur sistematis dan horor.
Sedangkan Ganjar Pranowo adalah orang yang terbuka sekali dengan hal-hal yang dianggap bisa memperbaiki keadaan. Karakter yang kedua, selain rendah hati adalah juga punya mentalitas untuk melakukan perbaikan secara berkala. Memecut diri untuk membangun bangsa ini dan terus berguna bagi masyarakat.
Sedangkan capres lain hanya bisa mengglorifikasi masa lalu mereka yang kelam. Mereka menganggap itu adalah hal yang patut dicontoh oleh presiden-presiden selanjutnya. Padahal bermakna paradoks. Saya kira, ini adalah dua karakter yang boleh kita angkat bersama-sama untuk dijadikan sudut pandang untuk memilih pemimpin yang baik.