Bandungkita, KBB – DPRD Kabupaten Bandung Barat bakal memanggil pengembang pembangunan The Emeralda Resort dan Kota Bali usai diprotes warga karena dinilai tidak sesuai tata ruang. Dua pengembang perumahan tersebut rencananya akan dipanggil pada Senin (29/4/2025).
Menurut Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Bandung Barat, H. Agus Mahdar, pemanggilan dua pengembang tersebut akan dilakukan usai rapat Badan Musyawarah (Banmus) pada Senin nanti.
“Hari senin baru mau diundang. Rencana tanggal 29 (April), tapi liat hasil Banmus,” ujar Agus kepada Bandungkita.id, Jumat malam (25/4/2025).
Agus menuturkan, pemanggilan dua pengembang itu setelah adanya aksi protes dari warga atas pembangunan rumah mewah. The Emeralda Resort saat ini tengah membangun perumahan mewah di Desa Jayamekar, Kecamatan Padalarang, sedangkan Kota Bali Residence di Desa Kertajaya, Kecamatan Padalarang.
“Setau mah baru ada pengaduan,” sahutnya.
Sementara itu pengembang Kota Bali Residence, PT Pesona Jati Abadi, Toni mengatakan, jika pihaknya belum mendapatkan rencana pemanggilan oleh DPRD KBB. “Belum ada info, nuhun,” kata Toni dalam pesan singkat kepada Bandungkita.id, Jumat malam (25/4/2025).
Bahkan Toni menuturkan, jika proyek pembangunan yang sedang dilakukan di Kota Bali Residence bukan merupakan perluasan yang diduga menggunakan sebagian wilayah Gunung Bentang. Toni berdalih, jika pembangunan di Kota Bali Residence telah mengantongi perizinan.
“Punten itu bukan perluasan. Dan izin sudah keluar. Amdal dan persetujuan lingkungan, mangga dicek ke LH (Dinas Lingkungan Hidup),” kilah Toni.
Investigasi BandungKita.id
Bandung Barat tengah menghadapi tantangan besar dalam tata ruang dan pengelolaan lingkungan, terutama terkait dengan maraknya pembangunan perumahan komersial yang minim perhitungan terhadap dampak ekologisnya. Salah satu kasus yang mengemuka adalah proyek The Emerald Resort di Desa Jayamekar, yang baru-baru ini menjadi sorotan warga akibat banjir yang merendam permukiman sekitar.
Izin yang Terlalu Mudah, Perencanaan yang Minim
Temuan di lapangan serta berbagai pengaduan masyarakat mengindikasikan bahwa perizinan perumahan komersial di wilayah ini dinilai terlalu mudah diberikan tanpa analisis dampak lingkungan yang memadai. Hal ini berpotensi menyebabkan berbagai masalah ekologis, seperti berkurangnya daerah resapan, perubahan aliran air, serta peningkatan risiko bencana banjir.
Menurut laporan warga, pembangunan The Emerald Resort di dataran tinggi seharusnya mempertimbangkan daya serap air sebelum dialirkan ke wilayah lebih rendah. Namun, fakta di lapangan menunjukkan adanya kekurangan dalam sistem drainase yang menyebabkan aliran air deras ke pemukiman warga, menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat sekitar.
Aspirasi Warga dan Tuntutan Perubahan
Masyarakat sekitar berharap adanya perbaikan kebijakan dan pengawasan lebih ketat dari pemerintah terhadap proyek pembangunan perumahan komersial. Salah satu tuntutan utama adalah evaluasi ulang terhadap dokumen UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan) yang seharusnya mencakup sistem pengelolaan limbah konstruksi, area hijau, serta sistem drainase yang sesuai standar.
Komisi III DPRD Kabupaten Bandung Barat telah merespons cepat aspirasi warga dengan menerima audiensi terkait permasalahan ini. Namun, masyarakat menegaskan pentingnya aksi nyata dalam mengawasi pembangunan serta memastikan bahwa kepentingan lingkungan tidak diabaikan demi keuntungan bisnis.
Masa Depan Tata Ruang Bandung Barat
Kasus ini bukanlah yang pertama, dan kemungkinan akan terus berulang jika tidak ada reformasi dalam pengelolaan tata ruang di Kabupaten Bandung Barat. Diperlukan regulasi yang lebih ketat, pengawasan yang lebih kuat, serta partisipasi aktif masyarakat agar pembangunan di wilayah ini tidak merugikan ekosistem dan kehidupan warga sekitar.(Dhomz/BandungKita.id)