Pemkab Bandung dan DPRD Siapkan Aturan Larang Rentenir Beroperasi di Kabupaten Bandung

Kecamatan dan Desa Diminta Identifikasi Praktik Rentenir di Wilayahnya Masing-masing

BandungKita.id, KAB BANDUNG – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung mendukung usulan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bandung soal pembentukan aturan khusus serta pembentukan tim gabungan dan posko pengaduan masyarakat terkait pelarangan praktik rentenir di Kabupaten Bandung.

Hal itu disampaikan Asisten Ekonomi dan Pembangunan (Ekbang), Marlan menyikapi pernyataan Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Bandung Maulana Fahmi yang meminta Pemkab Bandung menerbitkan surat edaran atau aturan khusus tentang pelarangan praktik rentenir di Kabupaten Bandung.

Terlebih, belakangan ini praktik rentenir di Kabupaten Bandung tengah menjadi sorotan karena adanya konflik berdarah yang melibatkan rentenir dengan nasabahnya yang bermasalah dalam pembayaran utang yang menjerat.

Langkah awal dalam menyikapi hal tersebut, pihaknya melalui Dinas Koperasi dan UKM rencananya akan bekerjasama dengan instansi kewilayahan, yaitu pemerintahan kecamatan dan desa.

Ilustrasi menolak praktik rentenir atau lintah darat (foto:net)

“Kerjasama ini merupakan langkah awal kami dalam upaya mengidentifikasi data praktik rentenir di wilayah masing-masing di Kabupaten Bandung. Terkait pembentukan tim gabungan dan pengaduan, kami perlu waktu terlebih dahulu untuk mengkajinya, terutama dari sisi regulasi,” ungkap Marlan.

Pemahaman tentang bahaya rentenir, kata Marlan harus terus diberikan kepada masyarakat. Alternatif pola syariah maupun skema pinjaman lain yang memiliki keunggulan, dan memberikan kepastian hukum juga perlu terus disosialisasikan kepada masyarakat.

BACA JUGA :

Satu Tahun Sejak Diresmikan, Satgas Anti Rentenir Kota Bandung Tangani Seribu Lebih Kasus Lintah Darat

Bupati Bandung Optimis Bank Wakaf Mikro Tuntaskan Kemiskinan

Masyarakat yang terjerat rentenir, kata Marlan, disinyalir karena enggan berurusan dengan aturan perbankan. Padahal dari sisi keamanan, meminjam melalui sistem perbankan sebetulnya lebih aman.

“Sebagai contoh, ketika kita pinjam ke bank dengan mengagunkan sertifikat rumah atau kendaraan. Saat kita di tengah jalan tidak sanggup membayar, lalu jaminannya disita pihak bank, itu asetnya akan dilelang. Nanti ada perhitungan berapa hutang yang harus dilunasi, nah sisa hasil lelang akan dikembalikan pada kita,” contoh Marlan.

Ilustrasi bahaya praktik rentenir (foto:net)

Oleh karenanya, Marlan pun mengimbau kepada masyarakat, untuk bisa menghindarkan diri dari jeratan praktik rentenir alias lintah darat. Sebab, mayoritas warga yang meminjam kepada rentenir, usaha dan rumah tangganya malah hancur karena tidak mampu membayar bunga yang sangat mencekik.

“Biasanya manis dulu di awal, warga diiming-imingi kemudahan. Tetapi begitu dapat pinjaman, terasa sangat mencekik saat membayar. Dengan besaran bunga harian yang cukup tinggi sehingga masyarakat sulit mengembalikan,” tuturnya.

BACA JUGA :

Bantu Kesejahteraan, BPR Kerta Raharja Dorong Staf Desa Ikut Program Kredit Silantap

Zakat PNS Pemprov Jabar Capai Rp. 1,7 Miliar, Diprediksi Meningkat Tahun Depan

Potensi Dana Zakat di Jawa Barat Belum Maksimal, Ini Penyebabnya

Pada kesempatan itu, Marlan mengungkapkan bahwa sudah sejak lama Pemkab Bandung melakukan upaya-upaya agar masyarakat tidak terjerat rentenir. Antara lain melalui program-program berbentuk Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Selain itu juga, imbuh Marlan, pihaknya terus berupaya mendorong lembaga-lembaga yang ada di desa untuk usaha simpan pinjam (USP). “Melalui upaya-upaya itu masyarakat akan mendapatkan kemudahan pada saat membutuhkan pinjaman dana,” kata Marlan.

Ilustrasi bahaya rentenir (foto:net)

Lebih jauh Marlan menjelaskan salah satu aturan pendirian USP itu harus berbadan hukum. Seperti koperasi atau BPR (Bank Perkreditan Rakyat).

“Beberapa usaha yang dilakukan bank emok atau rentenir atau apapun namanya, itu kan rata-rata tidak berizin. Jadi harus dikaji lebih dalam, sejauh mana legalitasnya. Jadi tidak bisa misalnya seorang ketua RW memberikan izin usaha, karena dia bukan lembaga negara,” ucapnya.

Namun berkaca dari pengalaman, bebernya, keberadaan USP tidak pernah bertahan lama. Seringkali masalah timbul dari sisi pembayaran pinjaman.

“Beberapa koperasi atau USP berdasarkan pengalaman, tidak lama eksisnya. Biasanya diakibatkan tidak berjalan lancar dari sisi pembayaran dari peminjam. Makanya Pak Bupati sudah menitipkan anggaran USP atau KIK (Kredit Usaha Kecil) di BPR dengan bunga ringan, tentunya disertai dengan agunan,” tambahnya.

Ilustrasi gerakan melawan rentenir (foto:net)

Menyikapi hal ini, pihaknya akan terus mendorong eksistensi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) untuk melawan praktik rentenir ini dengan membuat unit USP.

“Namun kami titip pesan untuk seluruh masyarakat, setelah USP ini terbentuk, harus dirawat dan masyarakat harus merasa memiliki. Karena keberlangsungan sebuah USP, terletak pada kelancaran perputaran uangnya,” pesan Marlan.(M Zezen Zainal M/BandungKita.id)

Editor : M Zezen Zainal M