Hari Anak Nasional : Angka Kekerasan Terhadap Anak Masih Tinggi

Bandungkita.id, BANDUNG – Hari ini bertepatan dengan tanggal 23 Juli atau biasa diperingati sebagai hari penting bagi anak-anak Indonesia. 35 tahun silam, Presiden RI ke-2 Soeharto menetapkan tanggal ini sebagai Hari Anak Nasional melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1984.

Semangat Hari Anak Nasional itu begitu luhur, jika merujuk pada Pepres tersebut, anak-anak dianggap sebagai aset penting. Anak harus dilindungi untuk kemudian menjadi penerus bangsa.

Namun sayang, hari ini anak sebagai aset dan penerus bangsa ternyata masih mengalami sejumlah masalah. Terutama pada sisi perlindungan. Angka kekerasan terhadap anak masih tinggi.

Baca juga:

Bejat! Ayah Pelaku Pencabulan Terhadap Anak Kandung di Garut Ternyata Cabuli Juga Anak Ketiganya

 

Merujuk data sistem informasi online perlindungan perempuan dan anak (Simfoni PPA), jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tahun 2019 berada di angka 5.680 kasus. Dari jumlah tersebut sebanyak 54,8 persen korbannya adalah anak-anak. dengan klasifikasi umur; 0-5 tahun 7,3 persen, 6-12 tahun 19,6 persen dan 13-17 tahun sebanyak 27,9 persen.

 

Persentase korban kekerasan menurut kelompok umur. (Simfoni PPA)

 

Dari data tersebut bisa disimpulkan bahwa anak-anak masih menjadi objek kekerasan di negeri ini. Fenomena yang mesti segera dicari jalan keluarnya dan diselesaikan oleh bersama.

“Kejahatan ini tidak mungkin bisa diselesaikan tanpa adanya kerja sama seluruh pihak, termasuk keluarga,” kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise, seperti dilansir dari situs Kemen PPPA.

Kekerasan terhadap anak tak ubahnya fenomena gunung es. Bahwa apa yang muncul di permukaan belum tentu memperlihatkan fakta yang sesungguhnya. Tak menutup kemungkinan jika angka kasus kekerasan terhadap anak melebihi data yang ada.

Baca juga:

Google Doodle Rayakan Hari Anak Internasional

 

“Kita tidak tahu berapa data kekerasan terhadap anak yang sebenarnya. Kemungkinan besar data yang tidak terlaporkan jauh lebih banyak,” tambah Yohana.

Indonesia sendiri telah turut meratifikasi Konvensi Hak Anak pada September 1990. Dengan ratifikasi tersebut, Indonesia berkewajiban untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam Konvensi Hak Anak. Termasuk di antaranya memberikan perlindungan agar anak terhindar dari kekerasan.****(Restu Sauqi)