Harga Sayuran di Kabupaten Bandung Anjlok, Harga Capai Rp 1000/kg

BandungKita.id, RANCABALI – Meski musim tengah berlangsung jumlah hasil produksi tanaman holtikultura di Kabupaten Bandung semakin meningkat. Kendati demikian, meningkatnya hasil produksi itu ternyata tak berbanding lurus dengan harga tawar barang produksi.

Sejumlah petani tanaman holtikultura di Kabupaten Bandung terutama para petani holtikultura di wilayah Bandung Selatan mengeluhkan anjloknya harga hasil produksi yang membuat para petani mengalami kerugian.

Dede, petani asal Desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung mengatakan, harga tanaman holtikultura seperti seledri, bawang daun, dan tomat cukup melimpah di musim kemarau tahun ini. Akan tetapi harga yang cenderung rendah tidak menutup ongkos awal produksi.

BACA JUGA:

Buruh di Jabar Turun ke Jalan, Tolak Rencana Revisi UU 13 Tahun 2003

 

Menurut dia, ketiga sayuran itu biasanya harganya berkisar antara Rp. 3.000 hingga Rp. 3.500 per kilogramnya di level petani. Namun untuk saat ini, kata dia, harganya dibawah Rp. 3.000 per kilogramnya. Bahkan ada beberapa petani yang menjual hasil produksinya di kisaran Rp. 1.000 rupiah per kilogramnya.

“Tentu ini membuat kami, para petani, cukup merugi. Biaya awal produksi hingga panen saja tidak bisa tertutup,” ucap Dede di Rancabali, Kamis (22/8/2019).

Dikatakan Dede, berlimpahnya tanaman berpengaruh pada nilai jual hasil produksi. Sebab di musim kemarau, sejumlah tanaman holtikultura memang tak banyak memerlukan air dalam proses menanamnya.

BACA JUGA:

Dua Kecamatan di Kabupaten Bandung Masuk Daftar Wilayah Kekeringan dengan Status Awas

 

“Sehingga tentu hasil panen membanjiri pasar-pasar di Jawa Barat. Dan sejumlah daerah juga pasti memasok ke pasar. Seperti Pasirjambu, Ciwidey, Rancabali,” tuturnya seraya mengatakan kondisi yang seperti ini, tentu konsumen yang mendapat keuntungan.

Berbeda dengan harga labu siam yang justru mahal di panen musim kemarau ini. Sebab, kata Dede, labu siam pasokannya berkurang di sejumlah pasar. Hal ini dikarenakan labu siam memerlukan pasokan air saat proses penanamannya.

“Labu siam hasil produksi menurun. Tapi harga naik. Tapi kalau menjual labu siam tetap saja petani enggak dapat untuk banyak. Enggak bisa menutupi biaya produksi yang lainnya,” ucapnya.(R Wisnu Saputra/Bandungkita.id)

Editor: Dian Aisyah