Ribuan Buruh Tekstil di Kabupaten Bandung Kena PHK

BandungKita.id, SOREANG – Imbas dari masifnya produk impor di bidang tekstil, membuat ribuan buruh pabrik tekstil di Kabupaten Bandung di-PHK (pemberhentian hubungan kerja).

Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kabupaten Bandung, Uben Yunara mengatakan, setidaknya sudah ada 10 ribu orang buruh pabrik tekstil yang telah dirumahkan oleh pemilik pabrik di Kabupaten Bandung.

“Selama ini sudah ada 10 ribu orang kawan-kawan kami yang sudah ter-PHK karena banyaknya barang impor masuk ke perusahaan akhir-akhir ini,” kata Uben di Soreang, Rabu (25/9/2019).

Baca juga:

Karena Alasan Upah, Ratusan Industri di Jawa Barat Pindah Bahkan Gulung Tikar

 

Menurut Uben, barang impor yang masuk ke perusahaan dinilai merusak produksi dalam negeri. Selain itu, harga barang impor itu lebih murah. Setengah harga dari barang produksi lokal.

Padahal, kata dia, sektor tekstil di Indonesia selama ini menyumbang devisa negara tertinggi dengan angka Rp 450 triliun per tahunnya. SPSI sendiri tentu menolak barang impor yang kondisinya cukup membludak dan masuk ke perusahaan tekstil di Kabupaten Bandung.

“Barang produksi lokal sangat menumpuk imbas dari itu (impor). Apalagi sekarang teman-teman jam kerjanya sudah mulai digilir. Dalam seminggu hanya empat hari kerja.”

“Kami meminta agar Pak Presiden menunjuk menteri yang lebih memahami tentang tekstil dan produk tekstil. Sehingga, nasib buruh pabrik di sektor tekstil lebih terjamin kesejahterannya,” kata dia.

Baca juga:

Rayakan May Day, Buruh di Kabupaten Bandung Gelar Tabligh Akbar

 

Uben pun meminta perusahaan-perusahaan tekstil yang ada di Kabupaten Bandung untuk menaikkan UMK untuk buruh meski kondisi masuknya barang impor semakin tak terbendung.

“Kenaikan UMK akan ditetapkan pada 20 November ini. Kami minta agar para pengusaha melaksanakannya,” ujar dia.

Disinggung terkait apakah program Citarum Harum juga ikut andil dengan adanya PHK para buruh? Uben mengatakan tidak. Kendati demikian, Uben meminta agar Satgas Citarum Harum lebih memberikan keleluasaan para pengusaha tekstil untuk memperbaiki IPAL-nya jika memang kedapatan membuang limbah tanpa proses pengolahan terlebih dahulu.

“Citarum Harum programnya cukup bagus. Saya kira dulu ada imbasnya juga ke PHK, ternyata tidak,” kata dia.***(R Wisnu Saputra)

Editor: Restu Sauqi