Kenaikan Upah 2020 Tidak Ideal, Buruh di Kabupaten Bandung Minta Penerapan Upah Sundulan

BandungKita.id, SOREANG – Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP-TSK SPSI) Kabupaten Bandung menilai jika rencana kenaikan 8,51 persen UMK 2020 masih jauh di bawah upah ideal di Kabupaten Bandung senilai Rp 2,9 juta.

Oleh karena itu, FSP-TSK SPSI Kabupaten Bandung berharap pemerintah bisa mendorong untuk menerapkan skema ‘upah sundulan’ untuk mendongkrak kesejahteraan buruh di Kabupaten Bandung.

Ketua FSP-TSK SPSI Kabupaten Bandung Uben Yunara mengatakan, penerapan sistem ‘upah sundulan’ itu perlu diterapkan. Akan tetapi pada proses penerapannya harus disusun dengan struktur yang memperhatikan masa kerja.

Menurut Uben struktur itu perlu dilakukan, pasalnya, selama ini ia menilai ada ketidakadilan ketika UMK diterapkan merata untuk buruh yang belum genap bekerja setahun dengan mereka yang sudah bekerja belasan bahkan puluhan tahun.

“UMK Kabupaten Bandung 2019 sebesar Rp 2,9 juta. Artinya kenaikan 8,51 persen hanya sekitar Rp 250.000 sehingga UMK 2020 hanya Rp 3,15 juta,” ucapnya saat di Soreang, Jumat (1/11/2019).

Uben menuturkan, idealnya upah buruh saat ini senilai Rp 3,5 juta. Sehingga, jika hanya naik 8,51 persen, maka upah buruh di Kabupaten Bandung masih jauh dari kata ideal.

“Disisi lain, kondisi ekonomi juga membuat dunia usaha bahkan berharap kenaikan UMK Kabupaten Bandung hanya sampai Rp 3 juta mengingat kemampuan perusahaan itu sendiri,” katanya.

Uben mengatakan, dalam kondisi seperti itu seharusnya ada titik tengah di mana UMK Kabupaten Bandung 2020 sebesar Rp 3,25 juta. Namun ia tetap memahami jika pemerintah tetap harus berpegang pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 dalam menentukan UMK 2020.

“Kami mengerti Pemkab Bandung tidak mungkin melanggar aturan. Oleh karena itu kami berharap ada kebijakan lain yang bisa mendongkrak kesejahteraan buruh. Salah satunya skema upah sundulan,” kata Uben.

Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bandung Rukmana mengatakan, akan segera mendorong kalangan perusahaan untuk menerapkan sistem upah terstruktur tersebut. Soalnya sama seperti penentuan UMK, struktur pengupahan juga merupakan amanat PP 78/2015.

“Sebenarnya dalam PP 78/2015 itu diisyaratkan bahwa dua tahun keluarnya aturan tersebut, setiap perusahaan harus memiliki struktur dan skala upah. Namun kenyataannya di Kabupaten Bandung masih banyak yang belum menerapkannya,” kata Rukmana.

Rukmana mengapresiasi serikat pekerja yang lebih mendorong ke penerapan struktur dan skala pengupahan tersebut. Soalnya bagaimanapun pihaknya memang tak bisa menetapkan UMK di luar ketentuan PP 78/2015.

“Saya sangat setuju jika serikat buruh menyuarakan hal itu, karena seharusnya semua perusahaan sudah menerapkan struktur dan skala upah sejak 2017. Dengan begitu upah minumum tidak menjadi upah maksimum dalam pelaksanannya,” tutur Rukmana.

Untuk mendukung aspirasi tersebut, Rukmana menegaskan bahwa Disnaker Kabupaten Bandung akan segera melakukan monitoring terkait penerapan struktur dan skala upah di kalangan pengusaha Kabupaten Bandung.

“Saya yakin semua pengusaha sudah menerapkan struktur dan skala upah, tidak akan ada lagi tarik menarik di mana buruh menginginkan upah setinggi-tingginya sementara pengusaha ingin serendah-rendahnya,” ucapnya. (R Wisnu Saputra)

Editor: Dian Aisyah