ICW: Pemerintah Bayar Influencer Rp90 Miliar, Begini Tanggapan Staf Presiden

BandungKita.id, NASIONAL – Para influencer disebut menerima dana sebesar Rp90,45 miliar dari Pemerintah Indonesia.

Indonesian Corruption Watch (ICW) menyampaikan pernyataan itu dalam sebuah konferensi daring yang diadakan pada Kamis, 20 Agustus 2020.

Sebelumnya diberitakan, ICW memiliki temuan sepanjang 14 Agustus-18 Agustus 2020 dari Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) di sejumlah kementerian dan lembaga.

Penelusuran dilakukan dengan kata kunci media sosial (social media), opinion leader, komunikasi dan Youtube.

BACA JUGA :

Website Berita Tempo Diretas, Komnas HAM: Ini Ancaman Serius Bagi Demokrasi

Kinerja Menteri Lambat Tangani Covid-19, Jokowi Marah dan Ancam “Reshuffle”

Jokowi Akan Bubarkan 18 Lembaga Negara, Ini Alasannya

Peneliti ICW, Egi Primayogha pun membenarkan hal ini pada Kamis, 20 Agustus 2020 di Jakarta.

“Ada 2 lembaga penegak hukum yakni, Kejaksaan RI dan Kepolisian RI. Selain itu juga ada 5 LPNK dan 34 Kementerian,” katanya seperti dikutip BandungKita.id dari Antara.

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Donny Gahral Adian angkat bicara perihal kabar yang cukup menimbulkan banyak spekulasi itu pada Jumat, 21 Agustus 2020.

Berdasarkan laporan, ia menegaskan bahwa pernyataan dari ICW tak sepenuhnya benar.

Menurutnya, dana sebesar Rp90,45 miliar itu tak seluruhnya digunakan hanya untuk influencer saja.

“Jadi, Rp90,45 miliar itu kan anggaran kehumasan. Kehumasan itu banyak alokasinya tidak semua untuk influencer, tapi juga untuk iklan layanan masyarakat, untuk sosialisasi, bikin buku, memasang iklan di media cetak, audio visual, atau lainnya,” paparnya.

Presiden Joko Widodo saat mengundang para influencer beberapa waktu lalu. (istimewa)

Lanjut ia menjelaskan, para influencer yang diminta mengenalkan program pemerintah harus kompeten, punya kemampuan menarik perhatian dan memahami substansi.

“Influencer memang yang dipilih itu orang-orang kompeten, punya kemampuan menarik perhatian, menguasai substansi. Jadi, tidak mungkin Rp90 miliar diberikan kepada influencer semua,” ungkap Donny.

Ia menambahkan, tak ada salahnya membayar para influencer untuk membantu pemerintah degnan catatan yang disampaikan sesuai fakta.

“Apa salahnya menyosialisasikan kebijakan yang benar? Kan mereka berbicara apa adanya? Kecuali jika para influencer memutarbalikkan fakta, membuat yang tidak baik menjadi baik, hanya me-make up saja sesuatu yang buruk,” imbuhnya.

Terkait Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang sering mengundang para influencer ke istana pun hanya bertujuan untuk menyapa.

“Karena para influencer kan punya massa, pengikut, dan pendengar. Jadi Pak Jokowi cuma ingin menyapa saja semuanya, kan apa yg mereka sampaikan pasti didengar oleh banyak orang sehingga dipanggil supaya bisa terhindar dari hoaks, fitnah, pembunuhan karakter, untuk menggunakan sosial media secara positif,” bebernya.

Beberapa waktu lalu, ICW menyebut bahwa Presiden Jokowi tidak percaya diri terhadap program yang ia luncurkan sehingga menagajak para influencer untuk mendukungnya.

Namun Donny menyanggah, ia beralasan program harus dipahami masyarakat hingga ke pelosok sehingga membutuhkan para influencer yang memiliki massa cukup banyak.

“Saya kira bukan tidak percaya diri, melainkan jangkauannya lebih luas saja, terutama di kalangan milenial. Karena namanya program harus dipahami sampai ke pelosok-pelosok yang tidak terjangkau media. Nah, influencer, itu kan followersnya banyak,” pungkasnya.

Sementara itu, Egi Primayogha memprediksi tren pemerintah menarik influencer akan membentuk kebiasaan jalan pintas. Ia berasumsi, bahwa pemerintah menggunakan jasa influencer untuk memengaruhi opini publik.

“Dalam alam demokrasi tentu hal seperti ini tidaklah sehat, potensi yang bisa muncul adalah tertutupnya ruang percakapan publik yang tidak setuju terhadap suatu kebijakan. Hasilnya, pandangan publik jadi kabur terhadap substansi kebijakan yang tengah disusun,” tandasnya.

Editor : Azmy Yanuar Muttaqien