LIPUTAN KHUSUS (Bagian-1): Aliran Hibah dan Bansos KBB, Libido Politik Penguasa Serta Kepentingan Dua Anak Emas

BandungKita.id, NGAMPRAH – Beberapa pekan menjelang pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) pada 17 April mendatang, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung Barat gencar menyalurkan bantuan hibah dan bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat maupun kelompok masyarakat.

Sejumlah pihak menilai pemberian bantuan hibah dan dana bansos menjelang pemilu tersebut kental dengan kepentingan politik sehingga wajib diwaspadai. Publik patut mengetahui aliran dana hibah dan bansos itu agar tidak dimanfaatkan untuk memuaskan libido atau syahwat politik kelompok tertentu.

Sigmund Freud, ahli ilmu kejiwaan legendaris, mendefinisikan libido sebagai energi atau daya insting yang terkandung dalam identifikasi yang berada dalam komponen ketidaksadaran dari psikologi. Ia menunjukkan bahwa dorongan libidinal ini dapat bertentangan dengan perilaku yang beradab.

Inilah yang terjadi dengan kondisi Kabupaten Bandung Barat hari ini. Pemerintahan dijalankan dengan libido penguasa untuk mencapai tujuan dan kepentingan politik, bukan pencapaian kesejahteraan rakyat. Masyarakat Bandung Barat seolah dininabobokan dengan berbagai jargon dan slogan sambil didongengkan cerita pembangunan.

Ilustrasi (dok.BandungKita.id)

 

Setidaknya itu yang digambarkan Pengamat Anggaran dan Pemerintahan yang juga Direktur Monitorring Community Jawa Barat, Kandar Karnawan.

Berbagai infrastruktur dan tatanan pemerintahan yang dimiliki, kata Kandar, mulai dari APBD, SKPD atau Dinas, instansi atau lembaga lain serta masyarakat dan kelompok masyarakat benar-benar dimaksimalkan untuk mendukung pencapaian tujuan dari libido politik .

Caranya tentu saja mereka dirangkul dan digelontori bantuan hibah dan bansos baik dalam bentuk barang atau pun uang.

Berdasarkan data dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bandung Barat (KBB) tahun 2019 yang dimiliki BandungKita.id, Pemkab Bandung Barat mengalokasikan belanja hibah sebesar Rp 141,9 miliar lebih atau hampir sekitar 5 persen dari total APBD KBB.

Selain menggelontorkan dana hibah yang jumlahnya fantastis tersebut, Pemkab KBB di bawah rezim Bupati Aa Umbara-Hengky Kurniawan juga menggelontorkan dana bantuan sosial (bansos) dari APBD 2019 sebesar Rp 13,5 miliar.

Menariknya, sebagian besar bantuan hibah dan bansos tersebut digelontorkan di awal pemerintahan Bupati Aa Umbara yang juga berbarengan dengan tahun politik. Kandar mencurigai penyaluran bantuan hibah dan bansos yang ‘dipercepat’ tersebut digunakan untuk mendulang suara bagi salah satu kandidat atau kelompok yang bertarung dalam Pilpres dan Pileg 2019.

Pria yang akrab disapa Aan itu mengatakan terlepas ada atau tidaknya motif politik, pengalokasian dan penyaluran bantuan hibah dan bansos menjelang pemilu memang harus diwaspadai.

Kandar Karnawan, pengamat anggaran dan pemerintahan dari Monitorring Community Jawa Barat (foto:istimewa)

 

Sebab, kata dia, bisa jadi hal tersebut digunakan oleh penguasa untuk mendulang suara salah satu kandidat yang bertarung dalam Pilpres dan Pileg 2019. Apalagi indikasi ke arah tersebut, kata dia, sangat kasat mata terlihat oleh masyarakat awam sekalipun.

“Karena tahun politik dan hampir semua kepala daerah itu kan berpihak ke salah satu calon. Apalagi bila ada keluarga mereka juga ikut dalam pemilu. Saya menduga kuat dana hibah dan dan bansos itu digunakan untuk memenangkan salah satu calon termasuk adik dan anak Bupati yang ikut di pileg,” kata dia.

Ketua Barisan Rakyat Anti Korupsi Tatar Sunda, Wanwan Mulyawan juga meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan juga aparat penegak hukum agar penyaluran hibah dan bansos diawasi secara ketat.

Apalagi, kata Wanwan, saat ini tengah mendekati pemungutan suara yang tersisa kurang dua bulan lagi. Tujuannya agar pencairan bantuan hibah dan dana bansos ini tidak ditunggangi oleh kepentingan politik.

“Karena jelas hibah dan bansos ini dari sisi momentum penyaluran itu sangat dekat dengan pemilu. Itu harus jadi catatan khususnya bagi Bawaslu dan aparat penegak hukum agar penyaluran dana bansos tidak ditunggangi kepentingan politik di 2019,” kata Wanwan.

Kandar dan Wanwan menilai kepentingan politik yang memanfaatkan dapat terjadi karena bansos merupakan program bersifat populis. Bisa jadi masyarakat nantinya diminta untuk memilih capres maupun caleg tertentu dengan “iming-iming” bansos tersebut.

“Tapi saya juga kurang percaya sama Bawaslu KBB. Sebab, ternyata Komisioner Bawaslu juga saya dengar akan mendapat hibah tiga unit mobil dari Pemkab KBB. Ini sangat bahaya, jangan-jangan Bawaslu nanti jadi tumpul dan tidak independen khususnya terhadap kubu Bupati. Dulu juga kasus penggiringan tenaga honorer oleh Bupati tidak dihukum oleh Bawaslu,” timpal Kandar.

BACA JUGA :

Woow! Pemkab Bandung Barat ‘Hadiahkan’ 3 Mobil Untuk Komisioner Bawaslu KBB : Terkait Kasus Video Dugaan Kampanye Bupati Aa Umbara?

 

LIPUTAN KHUSUS Bag-6 : Menanti Action Aparat Penegak Hukum Soal Aliran Uang Haram TKK ‘Siluman’ dan Pengungkapan Aktor Intelektual

 

Tak hanya itu, Kandar, Pemkab Bandung Barat juga dinilai secara terselubung dalam sejumlah program kegiatannya selalu mengendorsment beberapa calon anggota legislatif terutama caleg yang merupakan adik dan anak Bupati KBB, Usep Sukarna dan Rian Firmansyah.

Berdasarkan temuannya, Rian dan Usep yang seolah menjadi ‘dua anak emas’ di KBB, kerap kali ikut menghadiri kegiatan-kegiatan Pemkab. Padahal, lanjut Aan, mereka tak ada kaitannya dengan program pemerintah.

Belum lagi, beberapa program Dinas atau SKPD di lingkungan Pemkab Bandung Barat juga beberapa diantaranya seperti diarahkan untuk menyokong libido politik ‘sang penguasa baru’. Dugaan ini bukan hanya isapan jempol belaka.

Kondisi faktualnya terlihat jelas secara kasat mata. Satu diantaranya, kata dia, adalah program bantuan alat mesin pertanian. Dinas Pertanian dan Perkebunan KBB, dalam waktu dekat akan membagikan 1.000 unit alat mesin pertanian kepada 1.000 kelompok tani di Bandung Barat.

Pengadaan alat mesin pertanian ini yang diklaim untuk para kelompok tani tidak menggunakan dana hibah atau bansos. Pengadaan mesin pertanian sebanyak 1.000 unit dan menghabiskan anggaran lebih dari Rp 8 miliar itu menggunakan dana APBD KBB yang dialokasikan untuk Dinas Pertanian dan Perkebunan KBB.

Hasil penelusuran BandungKita.id, terdapat tiga jenis alat mesin pertanian yang akan dibagikan kepada 1.000 kelompok tani di KBB tersebut. Pertama, yaitu mesin pengolahan tanah atau traktor bajak sawah Impala bermerek Quick. Impala bermesin penggerak, 65 HP atau setara 375 cc. Harga Quaick Impala sekitar Rp 19-20 juta per unitnya.

Traktor Quick Impala (M Zezen Zainal M/BandungKita.id)

Kedua adalah traktor bajak sawah Quick Capung bermesin Honda GX 270. Mesin bajak sawah jenis ini memiliki kapasitas lebih rendah dibanding Impala. Tenaganya hanya sekitar 200 cc. Harganya sekitar Rp 12 jutaan per unitnya. Ketiga adalah Kultivator dan alat panen.

Traktor jenis capung (M Zezen Zainal M/BandungKita.id)

Namun Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan, Ida Nurhamida membantah program pemberian bantuan alat mesin pertanian tersebut bermuatan politis. Menurut Ida, penyaluran alat mesin pertanian tersebut murni semata-mata untuk membantu para petani meningkatkan kapasitas produksi mereka.

“Ini hanya bentuk keberpihakan Pak Bupati kepada para petani karena pertanian memiliki peran strategis dan rangka swasembada beras berkelanjutan. Apalagi Pak Bupati juga merasa sebagai anak petani. Jadi beliau ada keberpihakan lebih,” kata Ida saat ditemui BandungKita.id di ruangannya, Senin (18/3/2019).

Dijelaskan Ida, pengadaan alat mesin pertanian itu dilakukan melalui e-catalag atau pengadaan secara elektronik. Anggaran yang digelontorkan untuk pengadaan 1.000 alat mesin pertanian itu, kata Ida, sekitar Rp 8 miliar lebih.

“Calon penerima dan lokasinya juga jelas. Ini hasil verifikasi kami secara normatif. Seluruhnya ada 1.000 kelompok tani dan semua binaan kita. Statusnya hibah,” ungkap Ida mengenai para calon penerima bantuan hibah alat pertanian tersebut.

Disinggung waktu penyaluran alat mesin pertanian itu yang berdekatan dengan waktu pencoblosan yang hanya tinggal beberapa minggu, Ida berdalih, pengadaan alat mesin pertanian itu memang dipercepat karena mengejar momentum Hari Krida Pertanian yang biasa digelar pada 21 Maret.

“Nanti tanggal 21 Maret itu adalah Hari Krida Pertanian. Hari bersyukurnya para petani. Jadi betapa bahagianya petani di hari itu dan dapat hadiah dari Pak Bupati. Bagaimana pun jasa petani sangat besar. Karena Pak Bupati sangat mengapresiasi para petani sebagai pahlawan ketahanan pangan,” beber Ida.

Namun menurut laman wikipedia, Hari Krida Pertanian merupakan hari penghargaan kepada orang, keluarga dan kelompok masyarakat yang dinilai berjasa dan berprestasi dalam pembangunan sektor pertanian. Hari Krida Pertanian diperingati setiap tanggal 21 Juni, bukan tanggal 21 Maret seperti kata Ida.

Selain itu, Ida juga membantah pihaknya menyalurkan alat mesin pertanian berupa traktor kepada para petani untuk menggiring dan mempengaruhi suara petani di pileg dan pilpres yang akan digelar pada 17 April mendatang.

“Tidak ada kaitannya (dengan pileg dan pilpres). Ini hanya dalam rangka menyambut musim tanam pada Maret dan Oktober. Diberikan kepada petani agar mereka bisa tanam. Agar bisa langsung kepakai,” jelasnya.

Selain bantuan hibah kepada para petani, pada tahun ini Pemkab Bandung Barat juga menyalurkan bantuan hibah kepada sejumlah kelompok atau organisasi tertentu. Satu diataranya adalah bantuan hibah untuk organisasi Karang Taruna KBB.

Berapa anggaran yang diterima Karang Taruna? Apakah anggaran yang digelontorkan Pemkab Bandung Barat itu digunakan untuk menyukseskan caleg tertentu? Bagaimana tanggapan Karang Taruna KBB mengenai hal ini. Simak di Liputan Khusus bagian kedua berikutnya. (M Zezen Zainal M/BandungKita.id)

 

Editor : M Zezen Zainal M