Hampir 200 Tahun “Beristirahat”, Gunung Guntur di Garut Diprediksi Bisa Hasilkan Letusan Dahsyat : Begini Kata Ahli Gunung Api

BandungKita.id, GARUT – Meski masih berstatus normal, peneliti gunung api memberi perhatian khusus terhadap aktivitas Gunung Guntur di Kabupaten Garut. Gunung api yang terletak di wilayah Tarogong Garut itu dipercaya masih bisa meletus setelah beristirahat cukup lama.

Bahkan jika sampai meletus, Gunung Guntur diprediksi akan menimbulkan letusan dahsyat. Beberapa wilayah di Garut kemungkinan terkena dampak besar bila gunung yang terletak tak jauh dari pusat Kota Garut itu sampai meletus.

Beberapa kecamatan di Garut seperti Tarogong Kidul, Tarogong Kaler, Samarang, Garut Kota, Banyuresmi, dan beberapa kecamatan lainnya diprediksi menjadi daerah rawan karena lokasinya berada dalam radius 5 kilometer dari Gunung Guntur. Selain itu, kawasan wisata Cipanas juga terancam karena lokasinya yang berada tepat di kaki Gunung Guntur.

“Sekarang kita lagi intensif memonitor Gunung Guntur yang telah lama “beristirahat” hampir sekitar 200 tahun. Harus diantisipasi, karena gunung yang biasanya istirahatnya lama akan menimbulkan letusan besar,” ungkap Ahli Gunung Api dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Igan Supriatman Sutawidjaja kepada wartawan, Jumat (4/1).

BACA JUGA :

Ia mencontohkan Gunung Sinabung. Setelah beristirahat selama 1.000 tahun, gunung yang terletak di Kabupaten Karo Sumatera Utara ini menampakan aktivitasnya dengan kembali meletus pada tahun 2010 lalu. Letusannya bahkan berlangsung hingga kini meski tidak sebesar seperti tahun 2010.

“Gunung Sinabung ini sudah lama sekali tidak terpantau aktivitasnya. Tapi tiba-tiba timbul letusan besar. Bahkan letusannya terus terjadi selama 7 tahun. Jadi menurut saya, semakin lama gunung itu tidur, semakin berbahaya kalau dia meletus,” ujar Igan.

Dia mengatakan dari ratusan gunung api di Indonesia, wilayah Jawa Barat paling banyak memiliki gunung api. Setidaknya, kata dia, terdapat tujuh gunung api aktif.

Namun, ia memastikan aktifitasnya tidak saling keterkaitan antara satu gunung dengan yang lainnya. Kalaupun meletus dalam waktu bersamaan, hal itu hanyalah kebetulan saja.

Terkait status Gunung Anak Krakatau, peneliti dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) ini juga menyebutkan, masyarakat tidak perlu cemas dengan potensi bahaya letusan susulan gunung yang berada di Perairan Selat Sunda tersebut. Pasalnya aktivitas kegempaannya terus menurun dalam beberapa hari terakhir.

“Potensi longsoran sudah tidak ada karena materialnya sudah hampir habis. Namun yang perlu diperhatikan, Gunung Anak Krakatau bisa kembali mengalami pertumbuhan sebab dia rajin meletus dalam skala kecil, bisa 1-6 kali dalam setahun,” bebernya.

Jika diibaratkan sebagai anak, menurut dia, Gunung Anak Krakatau adalah seorang anak yang bongsor karena pertumbuhannya sangat pesat. Bahkan di usianya yang relatif masih muda, sebelum meletus bulan Desember lalu, tingginya telah menyamai ibunya yang meletus dahsyat tahun 1883 silam.

“Setelah hampir 1.500 tahun beristirahat, Krakatau meletus pada 1883 membuat tinggal sebagian saja dari gunung itu tersisa. Dia menghempaskan air laut yang menimbulkan gelombang laut mencapai 30-40 meter di sepanjang pantai barat Banten dan pantai selatan Lampung, suara dentumannya sampai terdengar hingga ke Australia,” tuturnya. (ZEN/BandungKita.id)

Comment