SMPN 3 Cipatat Patok Siswa Bayar Rp. 950 Ribu Untuk UNBK, Daeng Arifin: Komite Sekolah Jadi Lembaga Infak

BandungKita.id, CIPATAT – Melalui rapat dengan orang tua siswa, Kepala Sekolah dan Komite SMPN 3 Cipatat, Kabupaten Bandung Barat (KBB) mematok setiap siswa kelas VIII dan IX harus bayar Rp. 950.000,- untuk pembelian komputer yang akan digunakan saat pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) 2020.

Meski diputuskan melalui rapat, tetap saja banyak orang tua siswa yang merasa terbebani. Adanya pungutan untuk keperluan UNBK di SMPN 3 Cipatat ramai dibincangkan publik. Pantauan di lapangan, BandungKita.id banyak menerima keluhan dari orang tua langsung.

“Sekolah gratis itu hanya cerita di TV saja, faktanya kita tetap saja harus bayar macam-macam pungutan yang dibuat sekolah, hanya SPP saja yang gratis mah”, kata seorang ibu warga Kampung Kiara, yang jatidirinya minta dirahasiakan. “Kelas delapan dan sembilan harus bayar 950 ribu,  katanya untuk beli komputer UNBK dan sampul Ijazah”, sambungnya.

 

BACA JUGA :

Sekolah Resah Karena DAK Mangkrak, Ada Apa dengan Disdik KBB ?

 

 

Ketika ditanya apakah para orang tua tidak mengajukan keberatan atas angka yang ditetapkan dalam rapat, si ibu menggelengkan kepala dan tarik nafas. “Mereka yang duduk di depan, pimpinan rapat sudah pada bawa catatan, kami hanya tinggal iya-iya saja”, pungkas ibu yang sehari-harinya bekerja sebagai penjual gorengan dengan nada pasrah.

Orang tua lainnya, sebut saja Asep dari Kampung Cijengkol, juga sangat terbebani dengan keputusan Komite dan pihak Sekolah, pria setengah baya yang sehari-hari bekerja serabutan itu merasa diberatkan dengan iuran untuk kepentingan UNBK anaknya. “Kalau sekolah belum ada komputer mah,  kenapa tidak ujian biasa saja”, tanyanya.

 

Siswa-Siswi SMPN 3 Cipatat saat pulang sekolah. (Dadang Gondrong/BandungKita.id)

 

Bertemu saat menjemput anaknya pulang sekolah, Asep mengaku belum bisa bayar. “Belum kang uangnya darimana, saya hanya kerja serabutan, kadang-kadang ngojek atau buruh bangunan”, keluh nya. “Tapi tetap harus memaksakan bayar,  jika tidak, anak tak bisa ikut UNBK, begitu kata pihak sekolah”, pungkas Asep dengan raut wajah bingung bercampur sedih.

Saat BandungKita.id menyambangi SMPN 3 Cipatat, Kepala Sekolah sedang tidak ada di tempat, “Ibu sedang rapat di Disdik”, kata seorang pegawai dengan singkat dan ketus.

 

BACA JUGA :

Tunjangan Sertifikasi Telat Dibayarkan, Guru di KBB: Uangnya Nyangkut Dimana?

 

 

Setelah berkali-kali dihubungi BandungKita.id, Kepala SMPN 3 Cipatat,  Ati Rosmiati mengirim pesan WhatsApp,  menyampaikan kronologis terkait kebijakan melakukan pungutan kepada siswa kelas VIII dan IX, untuk keperluan UNBK 2020.

“Sebelumnya (pihak sekolah dan komite) melakukan diskusi untuk persiapan pelaksanaan UNBK. Untuk UNBK tahun 2020, SMP 3 Cipatat membutuhkan 80 unit komputer. Mengacu pada tafsiran pihak sekolah pada saat Sosialisasi Saber Pungli, sekolah mengajukan kepada komite sekolah untuk fasilitasi UNBK. Selanjutnya, komite sekolah mengadakan rapat dengan orang tua siswa. Pada rapat itu, disepakati adanya sumbangan dari orang tua untuk pengadaan perangkat UNBK.” Papar Ati.

“Dana ditampung pada rekening komite sekolah, sehingga sekolah hanya akan menerima barang. Hasil rapat komite sekolah dan orang tua siswa tidak berlaku untuk keluarga miskin. Kesediaan untuk menyumbang dituangkan dalam pernyataan orang tua siswa bermaterai Rp 6.000. Berdasarkan data yang ada, tidak semua orang tua siswa menyerahkan pernyataan kesediaan untuk memberi sumbangan”, Pungkas Ati Rosmiati,  melalui pesan WhatsApp yang diterima BandungKita.id.

 

BACA JUGA :

Miris! Debu, Suara Bising dan Getaran Proyek Kereta Cepat Ganggu Kegiatan Belajar Siswa SMPN 1 Ngamprah KBB

 

 

Ditemui di kantornya, Kepala Bidang SMP Disdik KBB, mengaku dilematis antara kondisi di lapangan dengan target pusat, setiap Kabupaten/Kota pada UNBK 2020 harus 100%.

“UNBK menjadi delematis, pusat (Kemendiknas,  red.) sudah memutuskan seluruh Kabupaten/Kota, peserta ujian nasional tahun 2020 harus 100 % UNBK”, terang Dadang Supardan didampingi Kepala Seksi Sarana dan Prasarana SMP, Asep Nirwan,  di kantornya.

Dimintai tanggapan atas kebijakan Komite SMPN 3 Cipatat, Ketua Dewan Pendidikan KBB, Daeng Arifin merasa khawatir dengan banyaknya kebijakan Komite Sekolah yang sudah keluar dari Tupoksi,  sehingga dapat tudingan miring dari masyarakat,  Komite Sekolah sudah berubah wujud jadi Lembaga Infak.

“Betul pak, sudah mengkhawatirkan kalau komite sekolah jadi lembaga infak, harusnya Komite selalu berpedoman pada Permen Nomor 75 tahun 2016, dalam melaksanakan peran dan fungsinya. Dan pada kepres Nomor 86 tahun 2016, tentang Saber Pungli, ada setidaknya 54 jenis pungutan Sekolah yang dikatagorikan Pungli. Itu tidak boleh lagi dilakukan Sekolah”, papar Daeng, melalui pesan WhatsApp yang disampaikan kepada BandungKita.id. (Dadang Gindrong/BandungKita.id).

 

Editor : Azmy Yanuar Muttaqien