LIPUTAN KHUSUS Bag-1 : Para Sesepuh dan Tokoh Kabupaten Bandung Sepakat Dinasti Obar Sobarna Harus Diakhiri, Ini Alasannya

Munculnya Nia Dinilai Indikasi Melanggengkan Dinasti

BandungKita.id, KAB BANDUNG – Para sesepuh dan tokoh Kabupaten Bandung memiliki kesepahaman yang sama dan sepakat untuk berupaya menghentikan dinasti politik Obar Sobarna di Kabupaten Bandung yang sudah bercokol hampir selama 20 tahun.

Mereka mendorong adanya perubahan siginifikan pada tatanan politik, pemerintahan, hingga tatanan sosial masyarakat di Kabupaten Bandung. Kunci perubahan yang dimaksud adalah dengan munculnya pemimpin baru di luar dinasti Obar Sobarna atau Dadang Naser.

Kepada BandungKita.id, para sesepuh yang berasal dari berbagai latar belakang itu mengemukakan alasan sangat pentingnya untuk mengakhiri dinasti Obar Sobarna di Kabupaten Bandung. Jika dinasti Obar berlanjut menguasai Kabupaten Bandung, hal tersebut dinilai sangat berbahaya bagi masyarakat Kabupaten Bandung ke depan.

Salah seorang sesepuh Kabupaten Bandung, Eyang Memet berharap dinasti Obar Sobarna secara sadar dan legowo menyerahkan tongkat estafeta kepemimpinan Kabupaten Bandung kepada orang baru di luar keluarga Obar Sobarna dan Dadang Naser.

“Kalau dinasti Obar ini dengan legowo memberikan (kekuasaan) kepada yang lain, saya akan menjadi orang pertama yang memberikan selamat. Itu sikap luar biasa. Sikap ksatria,” kata Eyang Memet kepada BandungKita.id, Senin (1/6/2020).

Ilustrasi kolase Bupati Bandung Dadang Naser (kiri), mantan Bupati Bandung Obar Sobarna yang juga mertua Dadang Naser (atas) dan Kurnia Dadang Naser yang juga anak Obar Sobarna dan istri Bupati Dadang Naser (tim kreatif bandungkita.id)

Jika Obar atau Dadang Naser melakukannya, kata Eyang Memet, hal tersebut akan menyelamatkan citra Obar Sobarna dan Bupati Dadang Naser di mata masyarakat Kabupaten Bandung. Sebab masyarakat Kabupaten Bandung, kata dia, sudah menginginkan adanya kepemimpinan baru karena dinasti Obar sudah terlalu lama berkuasa.

Sebaliknya, jika Obar atau Dadang Naser tetap bersikukuh melanjutkan pemerintahan dinasti dengan mengusung istri Dadang Naser yang juga anak kandung Obar Sobarna, Kurnia Dadang Naser, maka stempel haus kekuasaan dan cap dinasti politik akan semakin melekat kuat di keluarga Obar Sobarna dan Dadang Naser.

“Dengan Nia (istri Dadang Naser) dicalonkan, ini menjadi indikasi pelanggengan dinasti. Kita bicara Kabupaten Bandung ke depan. Perubahan itu sudah seharusnya, sebelum terlambat,” tutur Eyang memet.

Kaderisasi Kepemimpinan Tidak Berjalan

Proses kaderisasi kepemimpinan dan organisasi dinilai sangat penting agar tercipta iklim politik dan pemerintahan yang sehat. Namun, Eyang Memet mengaku tak melihat kaderisasi kepemimpinan di Kabupaten Bandung berjalan sehat karena dinasti seolah menutup kesempatan para kader muda untuk berkembang.

Dalam konteks pencalonan Nia dari Partai Golkar pun, kata Eyang Memet, dinasti Obar seperti “merampas” hak kader Partai Golkar lainnya karena memaksakan Nia yang merupakan istri Dadang Naser untuk maju dari partai berlambang pohon beringin itu. Padahal Nia bukanlah kader Golkar.

“Ini prinsip dan komitmen kami. Kami merasa berdosa karena melihat kaderisasi tidak berjalan. Seolah dinasti ini tidak memberikan peluang itu. Menutup itu. Kunaon (kekuasaan) kudu dikekewek wae, bikeun atuh ka nu lain. Kalau bicara kaderisasi ini, saya emosional,” kata Eyang Memet sambil terisak.

BACA JUGA :

Tak Ingin Dinasti Berlanjut, Pemuda Pancasila Jawa Barat Dukung Kang DS Menangi Pilkada Kabupaten Bandung

PDIP Siap Gandeng Sahrul Gunawan dan PKS Demi Runtuhkan Politik Dinasti di Kabupaten Bandung

Tidak Transparan, Penggunaan Anggaran dan Distribusi Bantuan Covid-19 di Kabupaten Bandung Rentan Penyelewengan

Kabupaten Bandung dinilai tidak kekurangan sosok atau figur hebat dan potensial untuk memimpin 3,4 juta lebih rakyat Kabupaten Bandung. Saat ini banyak figur bermunculan di luar sosok yang diusung dinasti Obar.

“Kemarin hampir semua parpol hadir diskusi dengan kami. Mereka sepakat menyatakan Kabupaten Bandung butuh perubahan. Dinasti ini sudah menguasai semua lini hingga menguasai birokrasi. Perubahan itu keharusan. Kami akan berjuang, dinasti ini harus berakhir. Estafeta kepemimpinan harus dilanjutkan oleh figur baru, terserah siapa pun. Tidak berpikir kalah dan menang,” tutur pria 69 tahun itu.

Potensi Abuse of Power di Balik Politik Dinasti

Sesepuh Kabupaten Bandung lainnya, Iman Dzoihiri, menyebut banyak hal minus khususnya dalam tatanan pemerintahan, politik, sosial dan ekonomi yang akan terjadi bila dinasti Obar berhasil melanggengkan kekuasaannya di Kabupaten Bandung. Abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan pun dinilai sangat rentan terjadi.

Hal-hal negatif dan tidak sehatnya tatanan pemerintahan dan politik di bawah dinasti Obar, kata Iman, bahkan sudah tampak secara kasat mata saat ini. Ia pun membeberkan beberapa indikasi atau contoh faktual yang sudah terjadi di Kabupaten Bandung.

Imam menyebut bukan rahasia umum lagi jika saat ini dinasti Obar Sobarna yang disokong Partai Golkar sudah berhasil mengendalikan mayoritas partai politik (parpol) di Kabupaten Bandung.

Bukti konkretnya, ujar dia, bisa terlihat dari sikap dan peran DPRD Kabupaten Bandung yang terkesan hanya menjadi lembaga stempel Pemkab Bandung di bawah kendali Dadang Naser.

“Kita lihat dinasti ini sudah berhasil mengkebiri fungsi pengawasan DPRD. Mayoritas anggota DPRD Kabupaten Bandung seolah dikendalikan dinasti Obar ini,” katanya.

Info grafis dana Hibah dan Bansos Kabupaten Bandung Tahun 2020 (BandungKita.id)

Tak hanya itu, Imam menyebut dinasti Obar Sobarna juga memanfaatkan otonomi desa untuk kepentingan politik dinasti Obar Sobarna. Kebijakan anggaran desa, ujar dia, kerap dijadikan alat untuk menekan kepala desa agar membantu pemenangan calon yang diusung dinasti.

“Tidak ada positifnya kita membiarkan dinasti berlanjut. Banyak fakta dan contohnya di dunia dan di mana pun. Ini supaya jadi satu pembelajaran (untuk masyarakat). Boleh dibantah jika ada contoh positif. Silakan kami terbuka. Apalagi kita punya banyak penyegaran baru, banyak figur-figur baru. Ada DS (Dadang Supriatna), Sahrul Gunawan, Gun-gun dan lainnya,” ungkap Imam.

Meski demikian, Imam mengaku para sesepuh tak menghalangi jika Kurnia Dadang Naser berniat maju menjadi calon Bupati Bandung. Sebab, kata dia, hal tersebut merupakan hak politik Nia yang dilindungi Undang-undang.

Namun bila Nia tetap dipaksakan maju, ia menyebut hal tersebut menunjukkan indikasi kuat bahwa dinasti Obar Sobarna ingin melanggengkan kekuasaannya dan tidak menunjukkan semangat pembaharuan.

“Masyarakat ingin adanya satu perubahan yang betul-betul siginifikan. Harapannya ada generasi perubahan yang mengubah tatanan sehingga berdampak kepada kebijakan politik. Jangan sampai dinasti menguasai semua lini karena ini persoalan buat kita,” tegas Imam.

Momentum Pas Untuk ‘Merebut” Kekuasaan dari Dinasti

Hal senada juga diungkapkan Yopi Ahmad. Mantan politisi dan aktivis pergerakan di Kabupaten Bandung ini juga sepakat bahwa pemerintahan dinasti di Kabupaten Bandung harus diakhiri. Menurutnya, dinasti politik sangat tidak sehat dan merusak tatanan politik, pemerintahan maupun birokrasi.

“Dinasti ini menjadi ketimpangan dalam demokrasi. Contoh, PSBB di Kabupaten Bandung ditumpangi kegiatan sosialisasi dinasti. Kepala desa ditekan akan dihambat keuangan desanya sehingga kepala desa tidak bisa menolak. Mereka dikuasai dinasti Penyelenggara pemilu dan DPRD juga terindikasi dikuasi dinasti,” beber Yopi.

Para sesepuh dan tokoh Kabupaten Bandung berdiskusi mengenai politik dinasti di Kabupaten Bandung. mereka sepakat politik dinasti harus diakhiri di Kabupaten Bandung (Dona Hermawan/ BandungKita.id)

Yopi pun melihat dinasti Obar Sobarna juga seolah sudah mengesampingkan fungsi dan peran DPRD sebagai bagian tak terpisahkan dari pemerintahan. Ia menyebut peran dan fungsi DPRD Kabupaten Bandung seperti dikebiri dan hanya menjadi lembaga stempel Dadang Naser.

“Perubahan ini harus dilakukan. Bisa dilakukan oleh siapa pun. Saya melihat pandemi ini akan mengubah pola dan karakter pemilih. Akan terjadi pergerakan baru. Ini momentum (untuk mengakhiri dinasti),” kata Yopi.

BACA JUGA :

Nasdem : Alihkan Dana Hibah dan Bansos “Dinasti” untuk Bantu Masyarakat Terdampak Covid-19 di Kabupaten Bandung

LIPUTAN KHUSUS : Pemkab Bandung Gelontorkan Hibah untuk Keluarga Bupati, untuk Langgengkan Dinasti Obar Sobarna?

LIPUTAN KHUSUS Bag-2 : KPK Diminta Periksa Bupati Dadang Naser dan Ketua DPRD Soal Dana Hibah Ratusan Miliar

LIPUTAN KHUSUS Bag-3 : Soal Tudingan Hibah Rp 171 Miliar untuk Melanggengkan Dinasti, Dadang Naser : Suudzon Itu, Tolong Buktikan

Tavinur S Ramadhani, sesepuh lainnya juga mendorong adanya perubahan tatanan politik dan pemerintahan di Kabupaten Bandung. Menurut pria yang akrab disapa Kang Tevi ini, saat ini adalah waktu yang tepat untuk “merebut” kekuasaan sekaligus mengakhiri dinasti politik di Kabupaten Bandung.

“Saat ini masyarakat kita sudah makin cerdas dan ada berbagai pencerahan soal politik ini. Apalagi representasi pemilih kita saat ini mayoritas adalah pemilih milenial. Isu-isu pemekaran Bandung Timur, banjir, pembangunan dan isu dinasti ini jadi pembahasan di masyarakat,” kata Kang Tevi.

20 Tahun Apa yang Sudah Dilakukan?

Politisi senior Kabupaten Bandung yang juga mantan Ketua DPRD Kabupaten Bandung, H Agus Yasmin juga mengajak masyarakat Kabupaten Bandung untuk tidak lagi memberikan kesempatan kepada dinasti Obar Sobarna untuk kembali berkuasa.

Menurutnya, waktu selama 20 tahun dinilai sudah sangat cukup bagi dinasti Obar Sobarna untuk berkuasa dan memimpin di Dayeuh Bandung. Kini, saatnya dinasti Obar memberikan kesempatan kepada calon pemimpin lain untuk melanjutkan estafeta kepemimpinan di Kabupaten Bandung.

“Kalau dinasti Pak Obar udah merasa berhasil, bikeun atuh kanu lain. Gantian. Ulah dikekewek wae ku sorangan,” kata Agus Yasmin.

Ketua DPD Nasdem Kabupaten Bandung, Agus Yasmin (kiri) bersama Sahrul Gunawan, jagoan Nasdem di Pilkada Kabupaten Bandung (foto:istimewa)

Untuk diketahui, lanjut Agus Yasmin, jika dirata-ratakan APBD Kabupaten Bandung itu sebesar Rp 4 triliun dikali 10 tahun masa bupati Dadang Naser, maka totalnya sekitar Rp 40 miliar. Sedangkan APBD masa pemerintahan Bupati Obar sebesar Rp 2 triliun.

Maka dalam 10 tahun APBD masa Obar mencapai 20 triliun. Jika ditotalkan besaran APBD Kabupaten Bandung, Obar dan Dadang Naser ini sudah menghabiskan anggaran sekitar Rp 60 triliun.

Namun menurutnya, besaran anggaran yang sudah dikeluarkan tidak berbanding lurus dengan pembangunan yang dihasilkan. Banyaknya gedung-gedung yang dibangun, menurut Agus, tidak menunjukkan kesuksesan pembangunan karena gedung-gedung tersebut tidak dirasakan langsung menfaatnya oleh masyarakat.

“Keluarga Pak Obar ini sudah menghabiskan anggaran sebesar Rp 60 triliun, masak Kabupaten Bandung selama 20 tahun masih kaya gini. Analogikan saja, perusahaan apa yang dikasih Rp 60 triliun enggak maju-maju. Saya sebagai warga Kabupaten Bandung asli dan ikut merancang bangun Kabupaten Bandung kecewa. Apa yang sudah dilakukan. Ini menunjukkan tidak punya visi pembangunan ke depan,” tuturnya.

Menurut Agus Yasmin, dirinya dan Partai Nasdem yang kini dipimpinnya berada di barisan yang menginginkan adanya perubahan sekaligus menghentikan dinasti politik di Kabupaten Bandung.

“Saya berada di barisan yang menginginkan perubahan. Bagi Nasdem tidak ada kepentingan menang atau kalah. Tapi dinasti ini harus selesai. Karena dinasti ini (ingin) orang tidak boleh bersebrangan. Kalau bersebrangan, akses ekonomi dimatikan, akses politik dimatikan. Saya konsisten dengan pernyataan ini kepada siapa pun,” beber Agus Yasmin.

Bagaimana tanggapan pihak Bupati Dadang Naser maupun sang istri Nia dengan pernyataan para sesepuh dan tokoh Kabupaten Bandung ini? Simak liputan khas BandungKita.id selanjutnya di liputan khusus berikutnya. (M Zezen Zainal M/ BandungKita.id)

Editor : M Zezen Zainal M

Comment