LIPSUS Bag-4 : DPRD Kabupaten Bandung Ramai-ramai Minta “Jatah” Bansos 82.500 Paket Sembako dan Perjalanan Dinas

Per Anggota Dewan Dapat Jatah 500 Paket atau Senilai Rp 50 Juta/Bulan

BandungKita.id, KAB BANDUNG – Fakta mencengangkan di balik menguapnya usulan pembentukan Pansus Covid-19 yang didukung 29 anggota DPRD Kabupaten Bandung dan akhirnya ditolak rapat Badan Musyawarah (Bamus) dan pimpinan DPRD Kabupaten Bandung kembali terungkap.

Berdasarkan informasi yang dihimpun BandungKita.id, para wakil rakyat di Kabupaten Bandung ternyata meminta “jatah” bantuan sosial (bansos) berupa 500 paket sembako per bulan dan reaktivasi perjalanan dinas kepada pihak eksekutif agar usulan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Covid-19 tak dilanjutkan.

Permintaan Paket Sembako dan Perjalanan Dinas Diduga Jadi Alat Kompromi atau Bargaining ke Eksekutif

Salah satu sumber BandungKita.id yang juga anggota DPRD Kabupaten Bandung yang enggan dibuka identitasnya mengatakan usulan Pansus Covid-19 itu akhirnya menguap karena mayoritas anggota DPRD Kabupaten Bandung melakukan “bargaining” kepada pihak eksekutif dengan dua permintaan utama.

Pertama, kata dia, para wakil rakyat meminta agar eksekutif atau Gugus Tugas memberikan “jatah” bansos berupa paket sembako kepada para anggota DPRD untuk dibagikan kepada masyarakat terdampak Covid-19 terutama para konstituennya di masing-masing daerah pemilihan (dapil).

Setiap anggota dewan memperoleh masing-masing 1.500 paket sembako selama tiga bulan. Artinya setiap bulannya anggota DPRD Kabupaten Bandung masing-masing memperoleh 500 paket sembako dari Pemkab Bandung atau Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Bandung. Paket sembako itu diterima para wakil rakyat mulai Mei hingga Juli mendatang.

Maka jika dikalkulasikan, 500 paket sembako dikalikan jumlah anggota DPRD yang mencapai 55 orang maka setiap bulannya paket sembako yang diterima DPRD mencapai 27.500 paket. Jika dikali selama tiga bulan, maka paket sembako yang diterima para anggota DPRD Kabupaten Bandung mencapai 82.500 paket sembako.

“Temen-temen dapat jatah bansos 500 paket (sembako) per orang (anggota DPRD). Semua (anggota dewan) dapat. Nilainya Rp 100 ribu per paket,” kata salah seorang anggota DPRD kepada BandungKita.id, belum lama ini di Soreang.

Artinya jika per paket sembako bernilai Rp 100 ribu dan dikalikan 500 paket maka jika dikonversikan ke dalam rupiah, setiap anggota DPRD memperoleh Rp 50 juta per bulan. Jadi selama tiga bulan, anggota DPRD Kabupaten Bandung memperoleh jatah 1.500 paket sembako yang setara dengan Rp 150 juta per orang.

Ilustrasi bantuan paket sembako (foto:net)

Maka jika diakumulasikan jumlah sembako yang diterima para wakil rakyat adalah Rp 150 juta dikali 55 anggota DPRD, maka anggaran yang dikeluarkan untuk pembelian paket sembako anggota DPRD adalah sebesar Rp 8.250.000.000 atau Rp 8,25 miliar selama tiga bulan. Sebuah angka yang sangat fantastis dan mencengangkan.

Bansos berupa paket sembako anggota DPRD senilai Rp 100 ribu itu masing-masing berisi 5 kg beras, 1 kg gula putih, 1 liter minyak goreng, 9 buah mie instan dan 1 kaleng ikan sarden.

Ribuan paket sembako yang diterima para wakil rakyat itu semata-mata digunakan untuk kepentingan politik mereka dibagi-bagikan kepada masyarakat yang tengah kesulitan di tengah pandemi ini terutama kepada konstituen mereka.

Nama calon penerima bansos paket sembako anggota dewan berbeda dengan nama penerima yang sudah masuk database Kabupaten Bandung. Nama-nama calon penerima murni diusulkan masing-masing anggota dewan alias bukan merupakan nama yang sudah diusulkan RT dan RW melalui desa masing-masing.

Fakta mencengangkan terkait bansos sembako yang diterima anggota DPRD Kabupaten Bandung tak berhenti sampai di situ. Pengadaan paket sembako bagi anggota dewannya pun diduga terjadi mark up. Pasalnya, penyedia paket sembako dewan disebut-sebut melakukan pengadaan hingga 30 ribu paket sembako per bulan.

Padahal kebutuhan paket sembako bagi 55 anggota DPRD Kabupaten Bandung hanya mencapai 27.500 paket sembako per bulan. Artinya ada selisih 2.500 paket sembako per bulan yang belum jelas ke mana dan oleh siapa paket sembako itu dibagikan.

“Bahkan pengadaannya 30 ribu paket (per bulan). Kan kalau 500 dikali 55 itu hanya 27.500 paket. Tapi ini 30 ribu paket,” ungkap dia.

BACA JUGA :

LIPSUS Bag-3 : Ada Amplop THR Bupati Dadang Naser dan Teh Nia di Pusaran Isu Suap DPRD Kabupaten Bandung

LIPUTAN KHUSUS Bag-2 : APBD Kabupaten Bandung Jebol Rp 1,3 Triliun, Pengamat : Pemkab Bandung Bisa Bangkrut

LIPUTAN KHUSUS Bag-1 : Para Sesepuh dan Tokoh Kabupaten Bandung Sepakat Dinasti Obar Sobarna Harus Diakhiri, Ini Alasannya

Ia mengaku sempat menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pembagian paket sembako bagi anggota DPRD Kabupaten Bandung tersebut karena ia menilai hal itu adalah suatu pelanggaran hukum. Namun karena kesepatan bersama, akhirnya pendapatnya tidak diterima dan bansos tersebut tetap diterima oleh anggota DPRD Kabupaten Bandung.

“Bagi saya ini sebenarnya pelanggaran hukum. Saya aneh katanya temen-temen (anggota dewan) takut dengan urusan hukum, tapi malah diterima. Tapi karena kesepakatan besama, saya enggak bisa nolak,” kata anggota DPRD dari salah satu partai besar itu.

Menariknya lagi, puluhan ribu paket sembako anggota DPRD Kabupaten Bandung itu pertama kali dibagikan pada saat menjelang lebaran atau hampir berbarengan dengan uang THR yang dibagikan kepada para legislator Kabupaten Bandung.

“Sehingga kalau pemberian paket sembako ini dikaitkan dengan berhentinya Pansus ini memang iya. Saya memandangnya begitu. Apakah ini suatu pelanggaran hukum, tinggal dilihat lah,” kata dia.

Perjalanan Dinas DPRD Pun Kembali Dianggarkan

Permintaan DPRD yang kedua kepada pihak eksekutif adalah permintaan reaktivasi atau “menghidupkan” kembali atau penganggaran kembali perjalanan dinas DPRD. Pasalnya, perjalanan dinas memang dinilai sebagai salah satu sumber pemasukan anggota DPRD Kabupaten Bandung.

Maklum, sejak Maret 2020 mayoritas anggaran DPRD Kabupaten Bandung termasuk anggaran perjalanan dinas dipangkas atau terkena refocusing karena anggarannya dialihkan untuk penanganan Covid-19 di Kabupaten Bandung. Akibatnya, anggota DPRD pun minim pemasukan karena hanya mengandalkan gaji bulanan.

Menurut salah seorang sumber BandungKita.id di lingkaran kekuasaan, para pimpinan DPRD dan para ketua fraksi DPRD juga meminta Bupati untuk kembali “menghidupkan” kembali perjalanan dinas DPRD yang anggarannya sempat terkena refocusing.

“Dewan minta ke Bupati agar perjalanan dinas kembali dianggarkan,” kata sumber BandungKita.id tersebut.

Gedung DPRD Kabupaten Bandung (dok : BandungKita.id)

Alhasil, puluhan anggota DPRD Kabupaten Bandung pun sudah kembali melakukan studi banding berbalut kunjungan kerja (kunker) mulai bulan Juni ini. Yang tebaru, mereka baru saja melakukan kunjungan ke Kota dan Kabupaten Tegal, Jawa Tengah.

Tak hanya itu, selanjutnya berturut-turut rombongan anggota DPRD Kabupaten Bandung kembali ramai-ramai melakukan studi banding ke Tasikmalaya dan Cianjur.

Meski memang anggota DPRD diperbolehkan melakukan studi banding atau kunjungan kerja, apa yang mereka lakukan kali ini disorot serius oleh masyarakat. Para anggota dewan dinilai tidak memiliki rasa sense of crisis atau rasa empati terhadap kondisi masyarakat yang sedang sulit di tengah pandemi serta kondisi defisitnya APBD Kabupaten Bandung.

Kegiatan studi banding itu dinilai hanya menghambur-hamburkan uang negara. Pasalnya setiap studi banding, anggaran yang dihabiskan mencapai ratusan juta rupiah. Uang negara dihabiskan untuk membayar biaya transportasi, biaya akomodasi para wakil rakyat termasuk hotel dan makan serta uang saku para anggota dewan.

Berdasarkan informasi yang dihimpun BandungKita.id, uang saku atau SPPD yang diterima para wakil rakyat yang terhormat bisa mencapai sekitar Rp 7-8 juta untuk hitungan SPPD luar provinsi selama tiga hari. Angka yang lumayan ya buat jajan para anggota dewan.

BACA JUGA :

Tak Ingin Dinasti Berlanjut, Pemuda Pancasila Jawa Barat Dukung Kang DS Menangi Pilkada Kabupaten Bandung

PDIP Siap Gandeng Sahrul Gunawan dan PKS Demi Runtuhkan Politik Dinasti di Kabupaten Bandung

Tidak Transparan, Penggunaan Anggaran dan Distribusi Bantuan Covid-19 di Kabupaten Bandung Rentan Penyelewengan

Disebut Bupati Dadang Naser “Lieur” dan “Teu Ngarti”, Begini Reaksi Anggota DPRD Kabupaten Bandung

Penganggaran bansos untuk puluhan ribu paket sembako anggota DPRD dan reaktivasi kegiatan studi banding para wakil rakyat ini bertolak belakang dengan pernyataan Ketua DPRD Kabupaten Bandung, Sugianto, sebelumnya.

Kepada BandungKita.id, Sugianto menyatakan karena APBD Kabupaten Bandung mengalami defisit luar biasa hingga Rp 1,3 triliun, maka banyak anggaran di SKPD yang dipangkas. Tak hanya itu, kata Sugianto, lembaga DPRD pun harus berkorban dengan memangkas sebagian anggaran DPRD termasuk di dalamnya anggaran perjalanan dinas.

“Kegiatan yang tidak bersentuhan langsung dengan masyarakat kita potong sampai angka 100 persen. Seperti pembelian kendaraan dinas, bimtek, kursus, perjalanan dinas, pokoknya sekitar itu yang diatur dalam SKB Mendagri. Itu dihabisi 100 persen,” kata Sugianto.

Sugianto menyatakan karena terkena realokasi atau refocusing anggaran untuk penanganan Covid-19 dan menutup defisit APBD Kabupaten Bandung, berbagai program atau kegiatan SKPD maupun DPRD hilang hingga APBD Perubahan dibahas.

Namun yang terjadi di DPRD Kabupaten Bandung saat ini justru sebaliknya. Meski pembahasan APBD Perubahan belum dibahas, secara tiba-tiba anggaran perjalanan dinas DPRD kembali muncul dan anggota DPRD pun kembali bisa melakukan perjalanan dinas sekaligus dapat kembali mengisi pundi-pundi rupiah mereka yang sempat hilang.

Pengamat : Itu Jelas Korupsi, Negara Dirugikan Rp 8,2 Miliar

Pengamat Hukum dan Pemerintahan yang juga Ketua Kajian Hukum Monitorring Community Jawa Barat, Kandar Karnawan menyatakan apa yang dilakukan para wakil rakyat Kabupaten Bandung yakni meminta “jatah” bansos berupa paket sembako untuk dibagikan kepada masyarakat bisa dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum.

“Mereka (anggota dewan) yang menerima bansos sembako itu bisa dijerat secara hukum. Itu jelas korupsi. Sangat jelas mereka menggunakan uang negara untuk kepentingan pribadinya. Dari mana dasarnya anggota dewan mendapat jatah bansos untuk penanganan Covid-19,” tutur Kandar saat dihubungi BandungKita.id melalui ponselnya, Senin (29/6/2020).

Kandar bahkan mengaku sangat terkejut jika setiap anggota dewan diduga menerima bansos berupa 1.500 paket sembako yang jika dikonversikan ke dalam rupiah yakni sekitar Rp 150 juta per orang atau Rp 50 juta per bulan. Hal tersebut, kata dia, jelas-jelas dikategorikan tindak pidana korupsi.

Sebab pengadaan puluhan ribu paket sembako untuk anggota DPRD itu menggunakan anggaran yang berbeda dengan anggaran untuk paket sembako yang sudah dialokasikan oleh Gugus Tugas. Data calon penerima bantuan pun berbeda.

Artinya, kata Kandar, negara berpotensi dirugikan miliaran rupiah akibat pengadaan puluhan ribu paket sembako untuk anggota DPRD Kabupaten Bandung tersebut.

“Ini bisa jadi korupsi berjamaah. Luar biasa anggota dewan minta jatah 500 paket sembako per bulan. Ini dasar hukumnya dari mana? Bisa kena mereka semua yang menerima. Negara dirugikan hingga Rp 8,25 miliar,” kata pria yang akrab disapa Aan ini.

Kandar Karnawan, pengamat hukum dan pemerintahan dari Monitorring Community Jawa Barat (foto:istimewa)

Aan juga mensinyalir bahwa “dihidupkannya kembali” perjalanan dinas DPRD juga erat kaitannya dengan lobi-lobi DPRD kepada pihak eksekutif. Padahal, kata dia, kegiatan kunker atau studi banding itu juga dinilai tidak terlalu urgen sehingga sebenarnya bisa ditiadakan atau ditunda.

Kegiatan studi banding DPRD, kata Aan, juga dinilai minim manfaat untuk masyarakat. Studi banding dinilai hanya menguntungkan para anggota dewan karena mereka memperoleh uang saku senilai jutaan rupiah setiap kali berangkat kunjungan.

“Harusnya anggota DPRD memiliki sense of crisis karena masyarakat ini sekarang sedang susah. Apalagi Kabupaten Bandung juga sedang mengalami defisit. Harusnya melakukan efisiensi, bukan malah menghambur-hamburkan uang. Apalagi instruksi pusat juga sudah jelas, anggaran yang tidak bersntuhan langsung dengan masyarakat seperti studi banding harus dialihkan,” tuturnya.

Menurutnya, para anggota dewan dan siapa pun yang terlibat dalam dugaan penyalahgunaan atau korupsi dana Covid-19 harus siap merasakan akibatnya. Terlebih, kata Aan, presiden dan Kapolri pun sudah mewanti-wanti siapapun agar tidak menyalahgunakan atau mengkorupsi dana penanganan Covid-19.

“Kalau terbukti itu pelanggaran hukum, saya yakin mereka akan dihukum berat karena presiden sudah me-warning jangan korupsi anggaran Covid-19,” tegas Aan.

DPRD Akui Terima 500 Paket Sembako Per Anggota Dewan

Dari beberapa Ketua Fraksi DPRD Kabupaten Bandung yang dihubungi BandungKita.id, hanya Fraksi Golkar dan Demokrat yang bersedia menjawab permohonan wawancara BandungKita.id untuk mengonfirmasi hal tersebut.

Ketua Fraksi Demokrat, Osin Permana mengakui menerima bansos berupa 500 paket sembako untuk anggota DPRD Kabupaten Bandung tersebut.

“Cuma satu kali sebanyak 500 paket,” ucap Osin singkat melalui pesan WhatsApp.

Namun Osin tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai asal-usul bansos paket sembako tersebut. Ditanya mengenai sumber anggaran 500 paket sembako yang diterima anggota DPRD pun, Osin tidak menjawab.

Ilustrasi dana hibah dan bansos (foto:net)

Hal senada juga diungkapkan Ketua Fraksi Golkar DPRD Kabupaten Bandung, Cecep Suhendar. Ia mengakui bahwa para anggota DPRD khususnya anggota Fraksi Golkar memang pernah menerima bansos berupa 500 paket sembako tersebut sebanyak satu kali.

Ratusan paket sembako tersebut, kata dia, disalurkan kepada masyarakat terutama warga miskin baru di masing-masing dapil mereka pada Mei lalu atau menjelang lebaran.

“Ya kita dapat dan jumlahnya semua rata per anggota 500 paket. Baru satu kali. Tapi pengadaannya semuanya di Gugus Tugas, kita hanya memberikan data (calon) penerima. Dan itu bantuannya bukan buat anggota DPRD, tapi diberikan kepada masyarakat kategori miskin baru,” ujar Cecep saat dihubungi BandungKita.id melalui sambungan telepon.

Ketua Fraksi Golkar DPRD Kabupaten Bandung, Cecep Suhendar (foto:istimewa)

Cecep mengungkapkan bahwa usulan permintaan bansos berupa 500 paket sembako per anggota DPRD kepada Gugus Tugas Pemkab Bandung itu disepakati para anggota DPRD melalui rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPRD.

“Rapat Bamus DPRD memohon kepada Tim Gugus Tugas Kabupaten Bandung (500 paket sembako). Kami lalu diminta memberikan data warga miskin baru yang selayaknya bisa dibantu terutama ini bantuannya yang berhubungan dengan pangan,” ungkap Cecep Suhendar.

Proses pengajuan dan penerimaan bansos 500 paket sembako itu, menurut Cecep, sudah sesuai aturan dan mekanisme yang ada. Data calon penerima yang diusulkan para anggota DPRD pun, kata dia, tidak langsung disetujui Gugus Tugas namun tetap melalui proses verifikasi.

“Kan tugas fungsi DPRD itu salah satunya menyalurkan aspirasi masyarakat. Dan akibat pandemi ini, masyarakat kita sangat kerepotan banyak yang terdampak sehingga mereka harus dibantu,” kata dia seraya membantah bahwa penyaluran paket sembako itu tidak berkaitan dengan ditolaknya Pansus Covid-19.

Disinggung mengenai dasar hukum atau landasan formil anggota DPRD Kabupaten Bandung dapat menyalurkan bansos berupa paket sembako untuk masyarakat, Cecep mengklaim ada dasar hukumnya.

“Kalau tidak salah dasar hukumnya ada surat edaran Gubernur Jabar yang meminta warga terdampak Covid-19 terutama warga miskin baru harus diberi bantuan. Tapi saya nomornya lupa lagi,” ucapnya.

Ditanya BandungKita.id apakah anggota DPRD tidak khawatir bahwa penerimaan bantuan sosial berupa 500 paket sembako per bulan itu menyalahi aturan dan melanggar hukum karena Gugus Tugas pun sudah memiliki nama-nama calon penerima bantuan, Cecep memberikan jawaban mengambang.

“Yang melakukan pengadaan dan menyalurkan kan Gugus Tugas. Dewan hanya memberikan data penerima. Saya yakin semua program dan kegiatan yang menggunakan uang negara ada proses verifikasi dan pemeriksaan. Kalau ada kesalahan nanti akan ketahuan. Kan ada BPK ada juga Inspektorat,” beber Cecep.

Sementara Fraksi DPRD lainnya tidak merespon upaya konfirmasi yang dilakukan BandungKita.id. Setidaknya lima fraksi yang dimintai klarifikasi dan konfirmasi terkait penyaluran 500 paket sembako untuk anggota DPRD Kabupaten Bandung tersebut.

Hingga berita ini diturunkan, Ketua Fraksi Gerindra, Praniko. Meski telah membaca pesan WhatsApp yang dikirim BandungKita.id, namun Praniko sama sekali tidak merespon permintaan wawancara plus daftar pertanyaan yang dikirim BandungKita.id. Permohonan untuk wawancara via telepon yang dilayangkan BandungKita.id pun tidak direspon oleh Praniko.

Ketua Fraksi PKB, Reni Rahayu juga enggan dimintai konfirmasi terkait penyaluran bansos berupa 500 paket sembako untuk masing-masing anggota DPRD Kabupaten Bandung tersebut.

“Punten lagi nyetir,” kata Reni.

Ketua Fraksi PAN, Eep Jamaludin juga tidak merespon upaya konfirmasi yang dilakukan BandungKita.id. Begitu pun dengan fraksi lainnya di DPRD Kabupaten Bandung.

Bantah Ada Bargaining Soal Pansus

Terpisah, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bandung, Yayat Hidayat juga justru memberikan pernyataan yang berbeda dengan sejumlah Ketua Fraksi.

Yayat membantah jika penyaluran bansos berupa 500 paket sembako itu akibat adanya bergaining atau tukar guling terkait usulan pembentukan Pansus Covid-19 yang digalang sebagian anggota DPRD kepada pihak eksekutif.

“Subhanallah kami tidak pernah ada bargaining masalah urusan itu (Pansus). Silakan cek di dinas yang bersangkutan atau Gugus Tugas. Kami tidak pernah ada bergaining atau kongkalikong,” kata Yayat membantah.

Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bandung, Yayat Hidayat (foto:istimewa)

Ditanya apakah berarti tidak ada pemberian 500 paket sembako untuk masing-masing anggota DPRD, Yayat tidak menjawab secara tegas. Namun secara tersirat, Yayat seolah mengakui bahwa sebenarnya anggota DPRD Kabupaten Bandung memang menerima bansos 500 paket sembako per anggota dewan itu.

“Yang memberi ke pribadi dewan siapa. Sekarang coba cek apakah hanya Kabupaten Bandung. Kami kunjungan juga, kalau Kabupaten/Kota lain juga terima?” kata Yayat.

Ia enggan menjawab pertanyaan BandungKita.id lebih lanjut mengenai sumber anggaran, dasar hukum dan hal-hal terkait bansos tersebut. Yayat meminta BandungKita.id untuk dapat langsung menghubungi Gugus Tugas untuk menanyakan hal-hal tersebut.

“Tanya ke Gugus Tugas atuh, tong ka Bapak bisi salah (jangan ke saya takut salah),” ungkap Yayat.

Eksekutif Memilih Bungkam

Mengenai dari mana sumber anggaran bansos untuk pengadaan puluhan ribu paket sembako bagi anggota DPRD itu, BandungKita.id juga berupaya meminta penjelasan kepada Ketua TAPD yang juga Ketua Harian Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kabupaten Bandung, Teddy Kusdiana.

Sekda Kabupaten Bandung yang juga Ketua Tim TAPD Pemkab Bandung, Teddy Kusdiana (foto: Humas Pemkab Bandung )

Namun, seperti halnya beberapa Ketua Fraksi DPRD, Teddy pun memilih bungkam. Beberapa kali upaya konfirmasi yang dilakukan BandungKita.id sama sekali tidak mendapat respon dari Teddy yang juga menjabat Sekda Kabupaten Bandung.

Beberapa kali dihubungi melalui ponselnya, Teddy tidak mengangkat telepon BandungKita.id. Begitu pun dengan pesan yang dikirim ke nomor WhatsApp pribadinya sama sekali tidak dibalas. (M Zezen Zainal M/ BandungKita.id)

Editor : M Zezen Zainal M