Menafsirkan Kritik Ugan Sugandi Sebagai Wujud Cinta dalam Bentuk Berbeda, Ini Obrolan BandungKita.id dengan Sang Admin

BandungKita.id, NGAMPRAH – Pesatnya perkembangan teknologi informasi saat ini, terutama hadirnya internet disertai berbagai jenis platform media sosial, semakin mempermudah masyarakat dalam menyalurkan aspirasinya.

Tak jarang, media sosial juga dijadikan jembatan bagi individu atau kelompok guna mendorong sebuah kebijakan pemerintah, kontrol sosial, kritik, kampanye anti korupasi dan pesan-pesan perubahan lainnya.

Di Bandung Barat, cara-cara serupa telah diterapkan oleh Ugan Sugandi melalui akun Facebooknya sejak tahun 2009 silam.

Akun anonim yang mempersonifikasikan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) itu tak segan melontarkan kritik pedas kepada penegak hukum yang tak adil, media massa partisan, aktivis pragmatis, kepala dinas yang culas, bahkan kepada Bupati yang dinilai antipati.

Image ‘PNS suka mengkritik’ yang dibangun Ugan Sugandi menjadi simbol perlawanan terhadap tembok kokoh feodalisme dalam tubuh birokrasi kita saat ini.

 

 

Selain posting di akun miliknya, Ugan juga sering melontarkan kritik tentang kondisi Bandung Barat melalui grup-grup Facebook yang mempunyai anggota banyak. Salah satunya, di grup Farum Aktivis KBB yang memiliki 8 ribu lebih jumlah anggota.

Tahun 2016, akun Ugan Sugandi memposting dugaan adanya campur tangan birokrasi pada Musyawarah Daerah (Musda) KNPI Bandung Barat (2016-2019) dengan cara mengiming-iming uang Rp.50 juta kepada setiap Ormas/OKP, agar memilih ketua yang sesuai dengan keinginan Pemkab Bandung Barat.

Ia juga konsisten mengawal pembangunan Masjid Agung Pemda, mengingatkan Wakil Bupati, Hangky Kurniawan bahwa pemakaian mobil dinas untuk antar-jemput pesta pernikahan menyalahi perundangan-undangan, membongkar adanya indikasi mark up harga tanah dalam pengadaan lahan Pemda, dan masih banyak lagi.

Kepada BandungKita.id, admin akun Facebook Ugan Sugandi yang enggan disebut nama aslinya, membenarkan bahwa dirinya berlatar belakang birokrat.

Selain itu ia mengaku bahwa dirinya adalah salah satu tokoh pergerakan yang memotori terbentuknya Kabupaten Bandung Barat tahun 2007. Ugan merupakan tokoh dari kalangan PNS, yang saat itu dipimpin oleh Pandji Tirtayasa.

 

Facebook Ugan Sugandi

 

Atas dasar itu, sebagai salah satu pendiri, ia merasa perlu untuk terus mengawal cita–cita pemekaran Kabupaten Bandung Barat dengan jalan mengkritik.

“Tujuan pemekaran itu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bukan untuk mensejahterakan dan memakmurkan pejabat atau segelintir orang saja,” kata Ugan saat ditemui di kediamannya, Rabu (27/2/2019).

Pria paruh baya tersebut juga ingin kritik yang selama ini ia lontarkan tak dinilai sebagai ekspresi kebencian terhadap satu individu, segelintir kelompok atau rezim tertentu di Bandung Barat.  Ia mau kritiknya dapat diterima sebagai bentuk kecintaan dalam bentuk lain.

Jika hal itu dilakukan, Ugan yakin individu yang kena kritik bakal menerima dengan kepala dingin dan hati lapang. Bahkan, lanjutnya, kritik itu mampu bermetamorfosis menjadi motor penggerak kemajuan Bandung Barat.

“Saya mengkritik bukan karena alasan benci atau ingin materi (uang). Saya lurus saja. Terlalu kecil kalau cuma alasan suka tidak suka, atau karena alasan materi, toh uang saya sudah banyak. Semua yang dilakukan ini demi Bandung Barat. Saya sebagai pendiri harus terus mengingatkan tujuan awal pembentukan Bandung Barat,” jelasnya.

 

 

Memilih Jalan Anonim

Admin akun Facebook Ugan Sugandi mengatakan bahwa nama yang dipilihnya adalah fiktif. Hal tersebut dilakukan semata untuk melindungi keselamatan diri, kolega dan keluarganya.

Namun, ia tak menampik bahwa ada beberapa tokoh di Bandung Barat yang telah kenal dengan dirinya. Meraka adalah, teman-teman seperjuangan saat pemekaran KBB, sebagian wartawan, politisi dan beberapa PNS senior.

“Memang sengaja dibikin anonim. Tapi banyak juga yang sudah kenal,” ucapnya.

Meski menggunakan akun anonim, Admin akun Ugan Sugandi mengaku kerap mendapat ancaman dan intimidasi dari beberapa orang yang tak tahan menerima kritiknya.

“Kalau dijumlah mungkin lebih dari tiga kali saya mendapat ancaman, melalui inbox ada, yang datang langsung juga ada. Pernah ada yang datang ke sini (rumah) berbandan besar, menanyakan nama Ugan kepada istri saya. Istri saya gemetar takut,” katanya.

Keadaan tersebut menunjukan bahwa pemimpin di Indonesia terutama di Bandug Barat, masih anti terhadap kritik. Merujuk perkataan penulis asal Amerika, Norman Vincent Peale; Manusia lebih senang hancur dengan sanjungan daripada selamat melalui kritikan.***(Restu Sauqi)