Pertama Kali dalam Sejarah, di Kabupaten Bandung Tak Ada APBD Perubahan

APBD Rentan Dipolitisasi untuk Kepentingan Pilkada

BandungKita.id, KAB BANDUNG – Mayoritas fraksi di DPRD Kabupaten Bandung menolak hasil rapat pembahasan Badan Anggaran (Bangar) terkait pembahasan Kebijakan Umum Perubahan Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUPA PPAS) yang diajukan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Bandung.

Alasan penolakan mayoritas fraksi di DPRD Kabupaten Bandung itu dikarenakan adanya upaya politisasi APBD di tahun politik ini untuk kepentingan politik istri petahana yang ikut maju dalam Pilkada Kabupaten Bandung. Salah satu yang paling mencolok yaitu adanya pengalokasian dana hibah dan bansos yang jumlahnya terbilang fantastis.

Terdapat empat fraksi yang menolak dengan bulat hasil rapat pembahasan Bangar terkait KUPA PPAS yakni Fraksi PKB, Nasdem, Demokrat dan PKS. Dua fraksi lainnya, PDIP dan PAN memilih abstain (tidak memberikan suara). Sedangkan yang menyetujui hanya dua fraksi yakni Fraksi Golkar dan Gerindra yang notabene partai pendukung istri petahana.

“Kami empat fraksi menolak karena khawatir ada politisasi APBD di tahun politik ini. Ini sangat rentan disalahgunakan. Kita harus berhati-hati. Karena anggaran itu seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk kepentingan pilkada,” kata Sekretaris Fraksi PKB DPRD Kabupaten Bandung, H Uya Mulyana, saat dihubungi, Selasa (8/9/2020).

Uya mengatakan salah satu mata anggaran yang disorot empat fraksi DPRD yaitu tercantumnya pengalokasian dana hibah dan bansos. Terlebih, kata dia, pencantuman dana hibah dan bansos itu tidak dijelaskan siapa penerima dan berapa besaran anggaran yang diterimanya atau calon penerima dan calon lokasinya (cpcl) serta tidak dilengkapi Peraturan Bupati (Perbup).

Hal tersebut, kata dia, sangat rentan dipolitisasi dan disalahgunakan untuk kepentingan pilkada istri bupati saat ini. Dana hibah dan bansos tersebut, kata dia, disimpan eksekutif di mata anggaran beberapa SKPD atau dinas. Ia mengajak semua pihak untuk mengawasi program-program dinas yang rentan dipolitisasi.

“Jangan sampai kepentingan masyarakat dijadikan dalil untuk memuluskan anggaran untuk kepentingan pilkada. Jangan berlindung di balik kepentingan masyarakat, padahal di baliknya ada kepentingan politik,” tegas Uya dengan intonasi keras.

BACA JUGA :

H Cucun : Kabupaten Bandung Bukan Milik Keluarga, Butuh Perubahan Kepemimpinan

Usung Konsep Perubahan, Pasangan Yena-Atep Optimistis Menangi Pilkada Kabupaten Bandung

HUT 379 Tahun Kabupaten Bandung, Direktur Inisiatif: IPM-nya Rendah dan Masyarakat Tak Merasakan Perubahan

Uya juga membantah dengan tegas upaya-upaya pemelintiran yang dilakukan sejumlah pihak yang menyebut fraksi yang menolak APBD Perubahan tidak pro kepentingan masyarakat. Menurutnya, justru yang tidak berpihak kepada masyarakat adalah mereka yang berlindung di balik kepentingan masyarakat, namun ada misi memuluskan kepentingan politik di baliknya.

“Kami PKB, Nasdem, Demokrat dan PKS justru sangat memperjuangkan kepentingan masyarakat. Tapi kita jangan mau dibodohi. APBD Perubahan ini sangat rentan dijadikan ajang kepentingan politik,” beber politisi PKB itu.

Gedung DPRD Kabupaten Bandung (dok BandungKita.id)

Ketua Fraksi Demokrat DPRD Kabupaten Bandung, Osin Permana juga bersuara lantang. Menurutnya, gagalnya penetapan APBD Perubahan disebabkan karena kelambanan pihak eksekutif dalam penyampaikan KUPA PPAS serta keegoisan pimpinan DPRD Kabupaten Bandung yang tidak mau membahas ulang KUPA PPAS yang diusulkan eksekutif.

Terlebih, kata dia, sejak awal seluruh fraksi di DPRD Kabupaten Bandung tidak memiliki waktu yang cukup dan proporsional untuk membahas KUPA PPAS karena pihak eksekutif telat menyampaikan rancangan pembahasan KUPA PPAS tersebut.

“Misal, RKA (rencana kerja dan anggaran) baru disampaikan di hari H dan disampaikan melalui softcopy. Tentu kami tidak punya waktu yang proporsional untuk membahas dan mencermatinya. Eksekutifnya sangat lamban. Sudah jadi tradisi lama. Harusnya eksekutif menghormati DPRD karena kami memiliki hak bujeting sehingga pembahasannya harus seksama dan teliti,” tutur Osin.

Bahkan, kata dia, mayoritas fraksi menyampaikan surat untuk penundaan pembahasan KUPA PPAS karena mayoritas anggota Banggar tidak hadir karena bentrok dengan waktu pendaftaran pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati.

Namun, kata dia, pimpinan Bangar bersikap tidak elok dengan melanjutkan pembahasan KUPA PPAS meski hanya dihadiri segelintir anggota dewan. Hal tersebut, kata dia, menyebabkan mayoritas anggota Bangar tidak mengetahui secara utuh substansi KUPA PPAS karena tidak hadir dalam pembahasan.

“Makanya kami menyampaikan kepada pimpinan dewan agar KUPA PPAS agar dibahas ulang karena ini menyangkut kepentingan masyarakat. Tapi pimpinan dewan tidak mau. Ini jadi pertanyaan, ada apa dengan KUPA PPAS APBD Perubahan ini?,” kata dia.

BACA JUGA :

Program “Sabilulungan” Mustahil Tercapai, Praktisi: Penyusunan RPJMD Kabupaten Bandung Dimulai dari Minus

Hasil Survei LSI : DS-Sahrul Paling Berpeluang Menang di Pilkada Kabupaten Bandung

LIPUTAN KHUSUS Bag-2 : APBD Kabupaten Bandung Jebol Rp 1,3 Triliun, Pengamat : Pemkab Bandung Bisa Bangkrut

Nasdem : Alihkan Dana Hibah dan Bansos “Dinasti” untuk Bantu Masyarakat Terdampak Covid-19 di Kabupaten Bandung

Fraksi Demokrat, kata Osin, mencium bau aroma tidak sedap terhadap sikap egois yang ditunjukkan para pimpinan DPRD yang tetap memaksakan tidak mau membahas ulang KUPA PPAS. Ia mensinyalir pimpinan dewan berusaha meloloskan beberapa anggaran yang rentan disalahgunakan di tahun politik terutama alokasi dan hibah dan bansos.

“Ternyata dugaan kami memang benar. Ternyata di APBD Perubahan ini banyak anomali, banyak yang janggal. Contoh fraksi PDIP menemukan ada angka hibah dan bansos yang besar. Ketika ditanya, ternyata Perbupnya belum ada. Ini rentan digunakan kepentingan pilkada, karena ini tahun politik,” kata dia.

Jika berpikir kepentingan rakyat, sambung dia, seharusnya pimpinan DPRD Kabupaten Bandung mau bersama-sama membahas KUPA PPAS dan tidak perlu memaksakan untuk tidak mau membahas KUPA PPAS karena isinya belum seluruhnya diketahui anggota Bangar.

Ketua Fraksi Demokrat DPRD Kabupaten Bandung, Osin Permana (foto:istimewa)

“Bukan berarti kami menolak. Kami pengen dibahas ulang. Tapi pimpinan dewan bersikukuh tidak mau membahas ulang. Maka, kami empat fraksi menolak hasil pembahasan itu. Kami tidak mungkin menyekapati KUPA PPAS yang kami sendiri tidak dilibatkan membahasnya. Masa APBD Perubahan cuma dibahas delapan orang,” tegas Osin.

Osin mengaku sangat menyayangkan tidak sepakatinya hasil pembahasan KUPA PPAS tersebut. Padahal, kata dia, pihaknya bersama fraksi lain hanya ingin pembahasan ulang agar anggaran perubahan betul-betul diorientasikan untuk kepentingan masyarakat, tidak diarahkan untuk kepentingan pilkada.

“Dengan tidak disepakatinya hasil pembahasan KUPA PPAS yang kental aroma politisasi itu, maka nasi sudah jadi bubur. Yang menggagalkan adalah pimpinan dewan, Golkar dan Gerindra. Pertama kali dalam sejarah Kabupaten Bandung tidak ada APBD Perubahan. Sekarang Pemkab Bandung kembali meneruskan APBD Murni 2020. Tapi kami akan tetap awasi,” kata Osin.

Hal senada juga disampaikan Ketua Fraksi Nasdem DPRD Kabupaten Bandung, Toni Permana. Menurutnya, empat fraksi meminta agar pimpinan DPRD kembali membahas ulang KUPA PPAS karena banyak hal yang belum selesai dibahas dan dikhawatirkan digunakan untuk kepentingan pilkada.

“Kami minta pimpinan dewan untuk melakukan pembahasan ulang atau mendalami beberapa hal yang agak rentan. Kami sepakat APBD Perubahan itu harus untuk kepentingan masyarakat, bukan kepentingan pilkada,” kata Toni.

Pimpinan DPRD, kata Toni, terkesan memaksakan untuk melanjutkan hasil rapat Banggar tersebut ke tahapan pembahasan di sidang paripurna. Padahal, kata dia, mayoritas anggota fraksi tidak menghadiri rapat pembahasan karena sempat disibukkan oleh tahapan pendaftaran calon Bupati/Wakil Bupati.

Terlebih, kata dia, empat fraksi bahkan sudah berkirim surat ke pimpinan DPRD untuk meminta pembahasan ulang KUPA PPAS. Namun, kata Toni, saat hasil pembahasan KUPA PPAS Badan Anggaran tersebut dibawa ke Badan Musyawarah (Bamus), kegiatan pembahasan KUPA PPAS justru dianggap sudah selesai.

“Kami akhirnya menolak hasil pembahasan Badan Anggaran karena dalam rapat Bamus terungkap ada beberapa persoalan terkait KUPA PPAS tersebut belum secara tuntas dibahas sehingga menyisakan banyak tanda tanya. Wajar kalau kami khawatir anggaran perubahan digunakan kepentingan pilkada karena ini tahun politik,” tutur Toni.

Salah satu yang menjadi perhatian utama fraksi yang menolak pembahasan tersebut yakni banyaknya mata anggaran bansos dan hibah yang dikemas dalam program SKPD. Selain rentan dipolitisasi untuk kepentingan pilkada, kata dia, calon penerima bansos dan hibahnya pun belum jelas dan tidak dicantumkan.

“Harusnya ada CPCL (calon penerima dan calon lokasi). Ini tidak tercantum siapa yang akan menerima dan berapa jumlah yang dianggarkan untuk para penerima ini. Ini kan jadi pertanyaan, apalagi ini tahun politik. Rentan dipolitisasi untuk kepentingan pilkada,” kata dia.(M Zezen Zainal M/ BandungKita.id)

Editor : M Zezen Zainal M

Comment