BandungKita.id, Bandung – Ekspor produsen vaksin Indonesia, Bio Farma ke Saudi Arabia dan negara-negara anggota OKI dalam tiga tahun terakhir meningkat. Tercatat, pada 2015 dari 11 Juta USD meningkat menjadi 22 juta USD pada 2016 dan 31 juta USD pada 2017 lalu.
Direktur Utama Bio Farma, M. Rahman Roestan mengatakan total kapasitas produksi lebih dari 2 miliar dosis per tahun. Komposisi produksi tersebut adalah masing-masing 60 persen untuk kebutuhan dalam negeri dan 40 persen untuk kebutuhan ekspor.
Diperkirakan penjualan ekspor sampai 2018 bisa mencapai USD 71,6 juta. Vaksin yang akan diekspor pada bulan September sampai dengan Desember, terdiri dari Vaksin Polio, Campak, TT, DTP, Tdd.
“Ekspor akan dilakukan ke negara-negara berkembang seperti Pakistan, Afganistan, Sudan, Maroko dan negara lainnya,” kata M Rahman kepada wartawan di Bandung, Rabu (26/9/2018)
Bio Farma secara rutin melakukan ekpor vaksin Polio (bOPV 20ds) ke berbagai negara berkembang. Salah satunya pengiriman dilakukan ke Papua New Guinea yang merupakan pemenuhan komitmen ekspor bulan September 2018 senilai USD 12 Juta dari target tahun 2018 senilai total USD 71,6 juta.
“Hampir setiap minggu kami memiliki kegiatan pengiriman ekspor, masih banyak negara berkembang yang memerlukan vaksin produk Bio Farma,” ungkap dia.
Selain produk akhir vaksin yang didistribusikan melalui lembaga Internasional UNICEF, PAHO; Bio Farma juga melakukan ekspor dalam bentuk bulk vaksin atau intermediate produk yang nantinya akan di formulasi dan dikemas menjadi produk akhir vaksin. Melalui bilateral dan melalui beberapa produsen vaksin langsung.
Beberapa produsen yang membeli bulk antara lain produsen vaksin di India, perusahaan di Belgia, Turki, Mexico, Mesir, Thailand, Filipina, dan beberapa negara lain. Jenis bulk yang diekspor seperti bulk Polio, Tetanus, Difteri, Pertusis, dan Campak.
Rahman menambahkan pihaknya berupaya memperhatikan aspek kemandirian khususnya untuk bahan baku produk vaksin, dengan meningkatkan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) agar tercipta kemandirian produk vaksin nasional.
“Termasuk tantangan kami dalam memasuki negara tujuan ekspor yang memiliki risiko ekonomi, risiko politik dan risiko infrastruktur, apalagi produk vaksin memerukan penanganan khusus dari mulai vaksin dikirim dari pabrik sampai tiba ke pelanggan, harus dengan suhu tertentu,” kata Rahman.
Direktur Pemasaran Bio Farma Sri Harsiteteki mengatakan strategi marketing diplomasi untuk peningkatan ekspor. Pada tahun 2018 pihaknya sudah berkomunikasi dengan beberapa Duta Besar dan bekerja sama dengan atase perdagangan dan promosi yang akan ditempatkan di beberapa negara (ITPC – Indonesia Trade Promotion Centre)”
Saat ini hanya sekitar 30 produsen vaksin yang sudah mendapatkan kualifikasi dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) salah satunya Bio Farma. Sebagai BUMN memiliki peran yang sangat strategis untuk turut serta melakukan percepatan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan, dalam upaya percepatan dan kemandirian pengembangan produk biopharmaceutical dan vaksin.
“Kami merupakan yang terbesar di Asia Tenggara dilihat dari jenis produk dan kapasitas, serta menjadi rujukan centre of excellence bagi produsen vaksin di negara Islam,” ujarnya
Di antara negara negara Islam yang tergabung di dalam Organisasi Kerjasama Islam, OKI, hanya ada tujuh negara yang memiliki produsen vaksin, dan diantara tujuh negara tersebut hanya Indonesia yang telah diakui oleh WHO untuk vaksin program imuniasi dasar, sehingga Indonesia melalui Bio Farma telah dipercaya menjadi OIC CoE (Organization of Islamic Cooperation – Centre of Excellence) for vaccine and biotechnology products.
“Bahkan Saudi Arabia telah meminta kerjasama distribusi vaksin dan transfer teknologi vaksin untuk memenuhi vaksin imunisasi dasar yang dibutuhkan di regional negara negara Teluk,” katanya. (mohammad zainal)
Comment