Bandungkita.id, CIMAHI – Proyek pembangunan trase Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) yang melintasi wilayah Kota Cimahi dinilai banyak melanggar aturan sehingga merugikan warga terdampak pembangunan.
Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Utama, Ahmad Wage, mengatakan pengembang proyek KCIC melanggar aturan ketenagakerjaan berdasarkan UU nomor 13 tahun 2003 soal jam kerja.
Pekerjaan pembangunan trase berdasarkan paparan pelaksana teknis pembangunan KCIC, Keikei Chen, dilaksanakan mulai pukul 06.00 WIB sampai pukul 18.00 WIB, yang berarti melebih jam kerja maksimal di Indonesia.
“Proyek ini jelas melanggar hukum di Indonesia, karena menerapkan jam kerja selama 12 jam. Sedangkan berdasarkan UU nomor 13 tahun 2003, di Indonesia jam kerja itu hanya 7 sampai 8 jam. Kalau jam kerja lebih seperti itu, artinya kan mesti ada kompensasi untuk pekerjanya, tapi sampai sekarang tidak ada,” ungkap Ahmad saat ditemui di Kelurahan Utama, Jalan Nanjung, Kota Cimahi, Rabu (28/11).
Tak hanya itu, aturan lain yang dilanggar oleh pelaksana proyek yakni soal Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Warga lokal yang mendapatkan jatah pekerjaan diperlakukan secara tidak manusiawi dan tidak profesional.
“Perusahaan yang mempekerjakan warga lokal kita sebagai pekerja, salah satunya tukang las, tidak membekali mereka dengan perangkat keselamatan kerja, seperti helm proyek, kacamata las, maupun sarung tangan. Padahal berdasarkan aturan, pekerjaan beresiko itu harus memenuhi unsur K3,” tuturnya.
Merujuk pada fakta tersebut, pihaknya meminta pihak Kelurahan Utama, pelaksana proyek, dan PT. Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) selaku konsorsium BUMN pelaksana proyek, membuat MoU dengan warga setempat.
“Makanya kita minta MoU pada lurah, agar permasalahan pekerjaan ini bisa selesai, mereka wajib mengikuti aturan yang ada di Indonesia. Jangan sampai memperlakukan pekerja dan masyarakat kita tidak manusiawi,” tegasnya.
Pihaknya juga mengeluhkan bahwa PT PSBI yang dinilai ingkar janji lantaran tidak mengakomodir warga terdampak pembangunan untuk bekerja di proyek tersebut. Menurutnya, pihak perusahaan beralasan, warga setempat tidak memiliki kualifikasi dan lisensi untuk bekerja di proyek yang banyak melibatkan alat berat dalam pengerjaannya.
“Faktanya, sangat sedikit yang difasilitasi oleh pemilik proyek yang dijadikan pekerja. Alasannya yang bisa bekerja di proyek ini hanya yang berlisensi, tapi nanti akan kami cek, apakah orang Cina yang bekerja di proyek ini punya lisensi atau tidak,” jelasnya. (SDK/BandungKita.id)
Comment