Pemkab Bandung Barat: Hambur di Bidang Infrastruktur, Acuh pada Aspek Mitigasi Bencana

BandungKita.id, BANDUNG BARAT – Pemerintah Kabupaten Bandung Barat tahun ini akan fokus di bidang pembangunan infrastruktur. Hal itu dapat dilihat dari besarnya anggaran yang gelontorkan. Tak tanggung-tanggung, angka fantastis sebesar Rp.500 miliar telah disipkan untuk merealisasikan bidang tersebut.

Wakil Bupati Bandung Barat Hengky Kurniawan mengatakan anggaran tersebut bersumber dari APBD tahun 2019 sebesar Rp.300 miliar dan pinjaman dari Bank sebesar Rp.200 miliar.

Ambisi besar pembangunan infrastruktur, berbanding terbalik dengan bidang kebencanaan dan mitigasi bencana. Tahun ini, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung Barat, hanya mendapat alokasi anggaran dari APBD sebesar Rp 3 miliar, itu pun harus dipotong belanja pegawai sebesar Rp 1,4 miliar. Jadi untuk program penanganan bencana hanya sebesar 1,6 miliar.

Hamburnya anggaran yang dikeluarkan Pemkab Bandung Barat untuk infrastruktur, sehingga harus melakukan pinjaman ke Bank. Sontak menuai kritik dari berbagai pihak. Pasalnya, hal tersebut tak diimbangi dengan dukungan di bidang kebencanaan. Apalagi struktur geografis KBB yang dinilai rawan terjadi bencana. Bagaimana bisa melakukan mitigasi bencana jika sokongan anggaran minim.

Ketua Gabunga Kelompok Tani (Gapoktan) Padalarang, Hasan, mempertanyakan infrastruktur yang akan dibangun Pemkab Bandung Barat. Dia khawatir infrastruktur yang dibangun akan merugikan petani dan jadi pemicu hadirnya bencana baru.

“Infrastruktur yang akan dibangun ini untuk apa? Untuk mempermudah akses petani Bandung Barat atau memudahkan investor atau korporasi yang malah merugikan petani di Bandung Barat. Sedikit-banyaknya pasti akan memakan lahan-lahan pertanian,” ujarnya kepada BandungKita.id, Rabu (8/1/2019).

Dirinya juga mengatakan tidak sepakat atas rencana Pemkab yang akan meminjam uang ke Bank untuk menambah dana infrastruktur. Hal itu dinilai hambur dan minim kajian.

“Apa memang harus minjam? Karena yang akan menanggung beban membayar hutang kan tetap masyarakat. Nah, apa masyarakat (KBB) setuju dengan peminjaman itu?,” tanya Hasan.

Baca juga: Anggaran BPBD KBB Minim, Aa Umbara Dinilai Tak Serius Tangani Bencana

Senada dengan Hasan, Urbanis Kota Bandung, Franz Ari Prasetyo juga merespon ambisi pembangunan infrastruktur pemerintahan Kabupaten Bandung Barat. Menutunya ada tiga hal yang menjadi perhatiannya.

Pertama, kata dia, mengenai KBB sebagai kawasan bencana, sebaiknya Pemkab melakukan praktik mitigasi Bencana kepada warganya, mengingat patahan Lembang sepanjang 29 Km berada di KBB dan wilayahnya dominan perbukitan, sehingga rawan longsor.

Dikatakn Franz, di daerah yang struktur geografisnya seperti itu. Agresifitas pembangunan infrastruktur harus ditekan.

“Pertama, terkait keberadaan KBB secara geografis dan ekologis yang termasuk sebagai lahan hijau, daerah serapan air termasuk juga sebagai kawasan rawan bencana. Jadi bisa dibayangkan dampak yang terjadi jika agresifitas infrastruktur terus dipaksakan hanya demi dalih pembangunan, investasi dan peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Maka terlalu besar sesuatu dikorbankan dan dampak yang dihasilkan hanya jika demi pemenuhan ambisi tersebut, seperti dampak sosio-ekologis,” ujar Frans, Rabu, (8/1/2019).

Baca juga: Wujudkan Ambisi Pembangunan Infrastruktur, Wakil Bupati Bandung Barat Hengky Kurniawan akan Pinjam Dana Ke Bank

Kedua, kata Frans, terkait kebijakan Bandung Metropolitan Area dan Kawasan Bandung Utara. Jika melihat Peraturan daerah (Perda) Provinsi Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2014, Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan di Jawa Barat, kabupaten bandung barat menjadi bagian dari Metropolitan Bandung Raya.

“Jadi walaupun ada otonomi daerah, bukan berarti pemerintahan KBB bisa sewenang-wenang melakukan pembangunan tanpa melihat hierarki kebijakan dan kekuasaan. Tapi biasanya yang terjadi memang otonomi daerah ini menjadi senjata utama untuk daerah bisa melakukan banyak hal terkait pembanguan dengan dalih investasi atau peningkatan PAD walaupun merusak tatanan geografis alam, ekologis, dan sosial ekonomi warga terdampaknya,” kata dia.

Ketiga, Dia mempertayakan apakah dengan fokus infrastruktur, tata kelola pemerintahan akan lebih baik dari sebelumnya. Mengingat, pemerintahan sebelumnya ada 14 dinas terlibat kasus korupsi yang sampai hari ini penyelesaian kasusnya belum jelas.

“Seperti kita ketahui, Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2018 ini menjadi salah satu daerah yang bupati-nya dan beberapa orang dipemerintahannya ditangkap oleh KPK. Hal ini menandakan bahwa tata kelola pemerintahan dan anggaran di kabupaten ini sangat buruk. Jadi apakah ini bisa menjadi jaminan untuk pembangunan (infrastruktur) termasuk jamiman bahwa jika kabupaten bandung barat ini dibawah pemerintahan yang baru ini akan bebas dari pemerintahan koruptif dan oligarki,” pungkasnya.***(BGS/BandungKita)

Comment