LIPUTAN KHUSUS Bag-3 : Pengacuhan UU ASN, Politik Balas Budi dan Dugaan Keterlibatan Orang Dekat Bupati KBB

BandungKita.id, NGAMPRAH – Dalam dua hari ke belakang, BandungKita.id telah mengupas tuntas mengenai pengakuan para pegawai ‘siluman’ berstatus tenaga kerja kontrak (TKK) atau tenaga honorer serta pengakuan para pejabat SKPD atau Dinas yang kebingungan karena terus dijejali pegawai ‘siluman’ titipan.

Yang terbaru, Plt Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Agus Maolana mengaku tidak tahu berapa sebenarnya jumlah pegawai TKK yang saat ini bekerja di Pemkab Bandung Barat. Agus juga mengaku tidak tahu menahu soal perekrutan ribuan TKK tersebut.

Menurut Agus, yang mengajukan penambahan pegawai TKK dan yang melakukan perekrutan pegawai TKK adalah masing- masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Badan Kepegawaian, kata Agus, sama sekali tidak terlibat dan tidak mengetahui soal perekrutan pegawai TKK itu.

Agak aneh dan menjadi pertanyaan memang bila Badan Kepegawaian sama sekali tak mengetahui sekedar jumlah TKK yang ada. Namun begitulah pengakuan Agus Maolana yang memimpin instansi kepegawaian di Bandung Barat.

Menurut penelusuran BandungKita.id, para pegawai TKK itu bisa bekerja di lingkungan elit Pemkab Bandung Barat melalui beberapa cara. Namun secara garis besar, jalur masuk mereka melalui dua jalur ‘siluman’.

Pertama, melalui jalur orang dalam. Orang dalam di sini melibatkan oknum pemangku kuasa, pejabat SKPD seperti Kepala Dinas, Sekdis, Kabid, Kasie, staf atau pensiunan alias mantan pegawai/pejabat dinas tertentu.

Kedua, melalui jalur tim sukses Bupati dan Wakil Bupati KBB. Mereka yang terlibat diduga adalah oknum mantan tim sukses baik lingkaran keluarga, tokoh masyarakat, tokoh partai, politisi, hingga kelompok masyarakat.

Sejumlah pegawai TKK yang ditemui BandungKita.id mengaku diminta sejumlah uang untuk menjadi TKK di Pemda KBB. Pungutannya bervariasi, mulai Rp 10 juta hingga Rp 30 juta.

Berdasarkan data yang dimiliki BandungKita.id, awal Februari 2019 lalu saja, terdapat 204 orang TKK yang baru masuk dan disebar ke sejumlah SKPD. Bahkan data tersebut secara lengkap mencantumkan nama-nama pegawai TKK, asal, background pendidikan serta lokasi penempatan para TKK tersebut.

Info Grafis pegawai ‘siluman’ berstatus tenaga kerja kontrak (TKK) di lingkungan Pemkab Bandung Barat yang masuk pada Januari 2019 lalu. (divisi creative BandungKita.id)

Lalu siapa sebenarnya yang meminta uang ‘mahar’ tersebut? Apakah uang ‘mahar’ yang diprediksi berjumlah miliaran rupiah tersebut dinikmati sendiri atau mengalir ke pihak lain?

Narasumber BandungKita.id bersedia memberikan bocoran. Ada beberapa nama yang disebut. Mereka diduga kuat menerima aliran dana yang terkumpul dari ratusan TKK di Pemkab Bandung Barat tersebut.

Salah seorang TKK di Pemda KBB, David (bukan nama sebenarnya) mengaku diminta membayar Rp 10 juta demi mewujudkan impiannya bekerja di instansi pemerintahan. Terlebih, pada tahun lalu pemuda berusia 23 tahun itu tak lolos seleksi CPNS yang digelar pemerintah pusat.

TKK yang mulai bekerja pada pertengahan Januari 2019 itu mengaku berhasil masuk dan bekerja di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) KBB, tanpa melalui tes dan prosedur yang berbelit.

“Hari jumat disuruh ke kantor Pemda (KBB), terus hari Seninnya langsung disuruh kerja,” ungkap David saat ditemui BandungKita.id di komplek perkantoran Pemda KBB, Selasa (13/2/2019).

BACA JUGA :

LIPUTAN KHUSUS Bag 2 : Ironi Pegawai ‘Siluman’ Bandung Barat, Zombie dan Gaya ‘Cuci Tangan’ Badan Kepegawaian

LIPUTAN KHUSUS : Ribuan Pegawai “Siluman” Pemkab Bandung Barat, Uang Mahar Puluhan Juta, dan Kebingungan SKPD

 

Dia mengaku cukup beruntung lantaran bisa langsung bekerja dan hanya diminta sekitar Rp 10 juta. Sebab, beberapa temannya ada yang diminta membayar ‘mahar’ hingga Rp 20 hingga Rp 30 juta.

“Mungkin karena emang saya dan ayah saya mengikuti Aa Umbara dari dia masih di DPRD sampai terpilihnya sebagai Bupati,” ungkap pria kelahiran 1995 tersebut.

David mengaku mengumpulkan berbagai persyaratan yang diminta. Setelah lengkap, ia kemudian menyerahkannya kepada seseorang yang merupakan ketua tim sukses di salah satu kecamatan di Bandung Barat.

“Persyaratan dan uang yang diminta diserahkan melalui orang itu. Selanjutnya dia yang mengurus. Ya saya ngasih sepuluh (Rp 10 juta),” kata David kepada BandungKita.id, beberapa waktu lalu.

Lain lagi dengan cerita Firza. Ia mengaku diminta membayar ‘mahar’ sebesar Rp 20 juta. Firza yang tinggal di Cimahi itu awalnya ditawari menjadi pegawai TKK oleh seseorang yang mengaku dekat dengan kepala dinas dan bupati.

“Saya diminta Rp 20 juta. Saya penuhi permintaan itu dengan dua kali bayar. Pertama Rp 10 juta, lalu keduanya Rp 10 juta lagi. Setelah lunas, saya langsung kerja,” kata Firza.

Bukti transaksi berupa kwitansi yang bertuliskan sejumlah uang yang disetorkan pegawai TKK kepada salah seorang oknum perekrut pegawai ‘siluman’ di lingkungan Pemkab Bandung Barat (foto: M ZEZEN ZAINAL/BandungKita.id)

Secara aturan, pengangkatan pegawai TKK itu sebenarnya melanggar aturan. Sebab, pemerintah pusat jauh-jauh hari telah melarang dengan tegas Pemda (Provinsi/Kabupaten/Kota) melakukan pengangkatan pegawai berstatus kontrak atau tenaga honorer. Hal itu dikuatkan dengan terbitnya Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

Pasalnya, jika merujuk pada UU Nomor 5 Tahun 2014 tersebut, rekrutmen tenaga kerja honorer atau disebut PPPK dilakukan melalui seleksi yang kredibel, akuntabel, dan transparan oleh pemerintah pusat.

“Saya tegaskan rekrutmen tenaga honorer apa pun namanya, sudah tidak boleh lagi dilakukan oleh Pemda KBB. Selain UU ASN, PP 48 tahun 2005 dan PP 56 tahun 2012 juga menegaskan hal itu,” jelas Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Nasional (BKN), Muhammad Ridwan saat dihubungi BandungKita.id, Selasa (19/2/2019) kemarin.

Menurut Ridwan, Pemerintah Daerah hanya bisa melakukan penerimaan pegawai bagi empat jenis profesi, yaitu sopir, pramusaji, cleaning service, dan security.

“Di luar 4 profesi itu, diserahkan ke pemerintah pusat,” katanya.

Ridwan tidak menampik masih banyak Pemerintah Daerah yang masih bandel dalam menaati UU No 5 Tahun 2014 tersebut. UU tersebut diacuhkan. Apalagi, kata dia, seperti Bandung Barat yang baru saja melakukan pergantian rezim. Tenaga honorer, kata Ridwan, sering jadi dagangan kampanye atau alat politik balas budi tatkala menang dalam Pilkada.

“Problemnya masih sama, Kepala Daerah terpilih sering mendagangkan tenaga honorer,” kata Ridwan.

Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Nasional (BKN), Muhammad Ridwan (foto:net)

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga dengan tegas melarang pengangkatan tenaga kontrak oleh pemerintah daerah baik oleh Bupati, Walikota hingga Gubernur. Kemendagri telah menerbitkan Surat Edaran (SE Mendagri) No. 814.1/169/SJ tanggal 10 Januari 2013, tentang larangan pengangkatan tenaga honorer setelah tahun 2005 kepada seluruh Gubernur, Walikota dan Bupati di seluruh Indonesia.

Hal itu sangat berlawanan dengan yang terjadi di Pemkab Bandung Barat. Pada tahun 2019 ini, tercatat ada sekitar 204 TKK baru.

“Untuk TKK sudah ada di UU ASN nomor 5 tahun 2014. Ikut aturan ini. Namanya sekarang jadi PPPK,” kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri, Bahtiar, saat dihubungi BandungKita.id, Selasa (19/2/2019).

Jika merujuk pada UU ASN pasal 29 ayat 2, pengadaan calon PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahapan perencanaan, pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi, dan pengangkatan menjadi PPPK. Hal tersebut yang tidak dilakukan di Pemkab Bandung Barat.

BandungKita.id akhirnya mencoba menelusuri bagaimana para pegawai TKK ini bisa masuk di Pemda Bandung Barat. Siapa oknum “orang dalam” yang bisa memastikan pegawai ‘siluman’ bekerja. Ke mana aliran dana berupa mahar dari para TKK?

Setelah melakukan penelusuran cukup panjang, BandungKita.id akhirnya berhasil menemui salah seorang ‘calo’ yang membantu mengkoordinir calon TKK. Sebut saja namanya Sugandi (40). Sugandi bukanlah nama sebenarnya sang calo.

Sugandi adalah ketua tim pemenangan Aa Umbara-Hengky Kurniawan di salah satu kecamatan di Bandung Barat. Berdasarkan pengakuannya, ia telah berhasil meloloskan sembilan nama untuk bekerja di berbagai SKPD di Pemda KBB.

Lalu bagaimana bisa seorang tim sukses memiliki ‘kesaktian’ untuk meloloskan pegawai TKK ke sejumlah SKPD di Pemda Bandung Barat? Ternyata, Sugandi dibantu oleh ‘orang dalam’.

“Saya bisa memasukkan orang karena punya link orang dalam. Juga diperkuat dengan status saya sebagai salah satu relawan Akur (Aa Umbara-Hengky Kurniawa),” jelas Sugandi kepada BandungKita.id beberapa waktu lalu.

Sugandi mengungkapkan orang-orang yang masuk melalui dirinya dijamin langsung bisa bekerja. Sebab, kata dia, lamaran berupa curiculum vitae atau profil para calon TKK diserahkan langsung melalui ASN yang berada di lingkaran Bupati. Salah satunya, kata Sugandi, adalah melalui Sekretaris Pribadi (Sekpri) Bupati bernama Yadi.

Nama-nama calon TKK yang masuk melalui Yadi, sambung dia, kemudian didistribusikan ke berbagai SKPD oleh Asisten Daerah (Asda) Bidang Pembangunan, Agustin Piryanti.

“Saya tidak tahu prosedural melamar TKK itu bagaimana. Saya hanya menyerahkan lamaran itu ke Sekpri di lantai 3 dekat ruangan bupati. Informasinya, nanti lamaran itu akan disebar ke SKPD yang membutuhkan oleh asisten I dan Bu Agustin. Mungkin karena waktu itu belum ada Sekda,” tutur Sugandi.

Ia dan para relawan lainnya memiliki keyakinan bahwa berganti rezim harus berganti pula TKK-nya. Menurut Sugandi, untuk mengisi kursi TKK tersebut, orang-orang yang telah berjuang memenangkan Akur adalah individu yang paling berhak mengisinya.

Orang-orang yang dimasukkan Sugandi diantaranya adalah relawan sendiri, anak dari relawan, atau saudara/sanak family dari para relawan. Tentu tujuannya, kata dia, sebagai bentuk ‘balas budi’ atas bantuan para relawan memenangkan pasangan Akur.

“Kami sudah berjuang bersama-sama untuk memenangkan (Akur). Jadi kami juga berhak mendapatkan imbalan untuk bekerja di Pemda. Orang-orang yang saya masukkan itu semuanya adalah relawan,” tuturnya.

Disinggung soal pungutan bagi para calon TKK, Sugandi mengaku tidak pernah mematok tarif khusus seperti yang diungkapkan sejumlah TKK yang berkisar antara Rp10-30 juta per orang.

Sugandi mengklaim dirinya hanya menerima imbalan sukarela dari TKK yang berhasil dimasukkan dan sudah bekerja di sejumlah SKPD. Ia mengaku imbalan yang diberikan para TKK hanya sekitar Rp 5 jutaan.

“Saya tidak pernah meminta uang, mereka (TKK) yang memberi sukarela. Semacam uang kadeudeuh atas jasa menyampaikan lamaran,” jelasnya.

Pasangan Bupati Bandung Barat Aa Umbara dan Wakil Bupati Hengky Kurniawan. (Istimewa)

Sementara itu, Asisten Daerah Bidang Pembangunan Agustin Piryanti menampik tuduhan tersebut. Menurutnya, selama ia menjabat sebagai Asda ia tak pernah menerima atau mendistribusikan lamaran TKK.

“Siapa yang bicara itu? Itu fitnah. Saya tidak pernah menerima lamaran TKK,” jelas Agustin saat dihubungi BandungKita.id melalui ponselnya.

Sekpri Bupati KBB, Yadi juga membantah tudingan Sugandi tersebut. Menurutnya, ia tidak menahu soal perekrutan TKK tersebut karena dirinya tidak memiliki kewenangan untuk menentukan diterima dan ditolaknya calon TKK di Pemda KBB.

“Enggak. Saya mah tidak punya kapasitas memasukan orang. Tidak punya kewenangan soal itu,” ujar Yadi saat dihubungi BandungKita.id, Rabu (20/2/2019).

Yadi juga menampik tudingan dirinya menerima dan mengumpulkan berkas lamaran para calon TKK pada masa pemerintahan Bupati Aa Umbara dan Hengky Kurniawan.

“Saya tidak tahu dan tidak pernah menerima lamaran TKK,” kata Yadi.

Lalu siapa sebenarnya yang bertanggung jawab atas perekrutan pegawai ‘siluman’ berstatus TKK di Pemda KB itu? Berapa anggaran yang dibutuhkan untuk membayar gaji pegawai ‘siluman’ tersebut?

Bagaimana tanggapan Bupati Aa Umbara soal larangan pemerintah pusat untuk melakukan perekrutan tenaga kerja kontrak itu? Bagaimana tanggapan orang nomor satu di KBB soal banyaknya pegawai ‘siluman’ itu? Apakah Bupati mengetahuinya? Tunggu ulasan lengkapnya pada Liputan Khusus Pegawai ‘Siluman’ bagian ke-4.(M Zezen Zainal M/Restu Sauqi)

Editor : M Zezen Zainal M

Comment