LIPUTAN KHUSUS Bag-6 : Menanti Action Aparat Penegak Hukum Soal Aliran Uang Haram TKK ‘Siluman’ dan Pengungkapan Aktor Intelektual

BandungKita.id, NGAMPRAH – Aparat penegak hukum (APH) diminta turun tangan menindaklanjuti kasus pegawai ‘siluman’ berstatus tenaga kerja kontrak (TKK) di Pemkab Bandung Barat. Pasalnya, dalam kasus perekrutan TKK tersebut diduga terjadi transaksi keuangan ilegal baik yang bersifat pungutan liar (pungli) maupun gratifikasi.

Wanwan Mulyawan, Ketua Barisan Rakyat Antikorupsi Tatar Sunda mendesak aparat penegak hukum seperti Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera turun tangan mengungkap kasus jual beli kursi pegawai TKK di Pemkab Bandung Barat.

Ia melihat terdapat perputaran uang yang sangat besar dalam fenomena pegawai ‘siluman’ di Kabupaten Bandung Barat tersebut. Berdasarkan perhitungannya, kata Wanwan, perputaran ‘uang haram’ dalam proses perekrutan ribuan pegawai TKK di Pemkab Bandung Barat mencapai hingga puluhan miliar rupiah.

“Sudah selayaknya KPK atau minimal Kejati Jawa Barat turun menyelidiki kasus perekrutan pegawai siluman di Pemkab Bandung Barat. Harus diungkap ke mana uang miliaran hingga puluhan miliar itu mengalir,” kata Wanwan kepada BandungKita.id, Rabu (27/2/2019).

Ilustrasi KPK (Istimewa)

Secara garis besar, kata dia, perekrutan pegawai TKK atau tenaga honorer di Pemkab Bandung Barat dapat dibagi ke dalam dua periode. Pertama, perekrutan pada masa rezim Abubakar dan kedua pada rezim pemerintahan saat ini yakni Bupati Aa Umbara.

Berdasarkan penelusurannya, kata dia, proses perekrutan TKK tersebut memang tidak melibatkan secara langsung pucuk pimpinan yakni Bupati. Seluruh proses perekrutan dilakukan oleh orang-orang dekat Bupati atau pejabat tinggi di Pemkab Bandung Barat.

Selain itu, proses perekrutan TKK juga melibatkan pihak-pihak ketiga seperti oknum mantan relawan, oknum kelompok masyarakat dan pihak lain seperti keluarga ASN maupun mantan ASN Pemkab Bandung Barat. Peran mereka, kata dia, yakni sebagai perantara antara pegawai TKK dengan pejabat Pemkab atau orang-orang di pusaran elit kekuasaan.

“Tapi bukan berarti Bupati tidak tahu. Bupati pasti tahu, makanya penerimaan dilakukan. Tapi yang bekerja adalah orang-orang di lingkaran Bupati. Harus diungkap baik rezim sebelumnya maupun di rezim Aa Umbara,” ungkap Wanwan.

Ia mengaku setuju dengan hasil penelusuran BandungKita.id, di mana sejumlah narasumber yang berasal dari mantan relawan maupun dari TKK sendiri yang menyebutkan lamaran dari para TKK masuk melalui Sekretaris Pribadi (Sekpri) Bupati, Yadi. Ia menduga, hal serupa juga terjadi ketika rezim Bupati Abubakar.

BACA JUGA :

“Kalau ada pengakuan, lamaran TKK dikoordinir oleh Sekpri Bupati, itu betul adanya. Memang yang kami dapat juga seperti itu informasinya. Lalu oleh Sekpri diteruskan ke Bappeda dan DPKAD,” tutur Wanwan.

Proses perekrutan TKK pun, kata dia, sarat akan unsur KKN. Tak ada yang namanya seleksi terbuka dan akuntabel. Yang bisa lolos dan masuk menjadi TKK di Bandung Barat, kata dia, adalah mereka yang merupakan orang dekat bupati atau pejabat SKPD dan DPRD serta mantan tim sukses dan keluarga mereka.

Ilustrasi pegawai ‘siluman’ berstatus TKK di Pemkab Bandung Barat. (divisi creative BandungKita.id)

Meski demikian, kata dia, para calon TKK itu tak otomatis lolos. Mereka mesti melalui satu tahapan lagi yakni tahapan ‘pembayaran mahar’. Mereka yang membayar mahar tertentu sesuai yang diminta, ujar dia, dipastikan lolos dan bisa bekerja di Pemkab Bandung Barat.

“Pertanyaannya siapa yang melakukan pungli ke TKK soal mahar itu” Ke mana mengalirnya uang setoran dari para TKK?Ini yang harus diungkap aparat penegak hukum. Kami KPK dan Kejaksaan segera mengusut kasus ini,” ujarnya.

Aparat penegak hukum, sambung dia, bisa dengan mudah masuk mengusut kasus pegawai ‘siluman’ itu. Sebab, kata dia, proses perekrutan TKK tersebut sejak awal sudah menabrak aturan. Namun tetap dipaksakan demi kepentingan politik serta keuntungan pribadi.

“Di sisi lain perekrutan pegawai TKK itu juga tak melalui kajian yang benar. Akibatnya, keberadaan TKK itu malah membebani APBD. Ratusan miliar digelontorkan untuk membayar ribuan TKK itu,” jelas dia.

Sebelumnya, Badan Kepagawaian Negara (BKN) juga menyoroti fenomena pegawai ‘siluman’ di Pemkab Bandung Barat tersebut. Pasalnya, secara aturan pengangkatan pegawai TKK itu sebenarnya melanggar aturan.

Kepala Biro Humas BKN, Muhammad Ridwan mengatakan pemerintah pusat jauh-jauh hari telah melarang dengan tegas Pemda (Provinsi/Kabupaten/Kota) melakukan pengangkatan pegawai berstatus kontrak atau tenaga honorer. Hal itu sesuai Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

Pasalnya, jika merujuk pada UU Nomor 5 Tahun 2014 tersebut, rekrutmen tenaga kerja honorer atau disebut PPPK dilakukan melalui seleksi yang kredibel, akuntabel, dan transparan oleh pemerintah pusat.

“Saya tegaskan rekrutmen tenaga honorer apa pun namanya, sudah tidak boleh lagi dilakukan oleh Pemda KBB. Selain UU ASN, PP 48 tahun 2005 dan PP 56 tahun 2012 juga menegaskan hal itu,” jelas Muhammad Ridwan saat dihubungi BandungKita.id, beberapa waktu lalu.

Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Negar (BKN), Muhammad Ridwan (foto:net)

Menurut Ridwan, Pemerintah Daerah hanya dapat melakukan penerimaan pegawai bagi empat jenis profesi yakni sopir, pramusaji, cleaning service, dan security.

“Di luar empat profesi itu, diserahkan ke pemerintah pusat,” katanya.

Ridwan tidak menampik masih banyak Pemerintah Daerah yang masih bandel dalam menaati UU No 5 Tahun 2014 tersebut. UU tersebut diacuhkan. Apalagi, kata dia, seperti Bandung Barat yang baru saja melakukan pergantian rezim. Tenaga honorer, kata Ridwan, sering jadi dagangan kampanye atau alat politik balas budi tatkala menang dalam Pilkada.

“Problemnya masih sama, Kepala Daerah terpilih sering mendagangkan tenaga honorer,” kata Ridwan.

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga dengan tegas melarang pengangkatan tenaga kontrak oleh pemerintah daerah baik oleh Bupati, Walikota maupun Gubernur. Kemendagri telah menerbitkan Surat Edaran (SE Mendagri) No. 814.1/169/SJ tanggal 10 Januari 2013, tentang larangan pengangkatan tenaga honorer setelah tahun 2005 kepada seluruh Gubernur, Walikota dan Bupati di seluruh Indonesia.

“Untuk TKK sudah ada di UU ASN nomor 5 tahun 2014. Ikut aturan ini. Namanya sekarang jadi PPPK,” kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri, Bahtiar, saat dihubungi BandungKita.id, Selasa (19/2/2019).

BACA JUGA :

LIPUTAN KHUSUS Bag-3 : Pengacuhan UU ASN, Politik Balas Budi dan Dugaan Keterlibatan Orang Dekat Bupati KBB

 

Jika merujuk pada UU ASN pasal 29 ayat 2, pengadaan calon PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahapan perencanaan, pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi, dan pengangkatan menjadi PPPK. Hal tersebut yang tidak dilakukan di Pemkab Bandung Barat.

Hal itu sangat berlawanan dengan yang terjadi di Pemkab Bandung Barat. Pada tahun 2019 ini, tercatat ada sekitar 204 TKK baru. Mereka masuk tanpa adanya seleksi. Pengumuman perekrutan pun tidak dilakukan secara transparan.

Berdasarkan informasi yang dihimpun BandungKita.id, total jumlah TKK yang masuk pada rezim Bupati Aa Umbara mencapai sekitar 400-an orang. Itu belum termasuk daftar tunggu yang mencapai sekitar 200-an orang. Sedangkan bila ditotalkan seluruh TKK sejak masa pemerintahan Abubakar, jumlahnya mencapai sekitar 4.000 orang.

Info Grafis pegawai ‘siluman’ berstatus tenaga kerja kontrak (TKK) di lingkungan Pemkab Bandung Barat yang masuk pada Januari 2019 lalu. (divisi creative BandungKita.id)

Namun ironisnya, Kepala Badan Kepegawaian KBB, Agus Maolana sendiri tidak mengetahui jumlah pegawai TKK atau tenaga honorer di Pemkab Bandung Barat.

Ia justru melempar tanggung jawab soal pegawai ‘siluman’ itu ke masing-masing SKPD. Sebagai orang nomor satu di Badan Kepegawaian KBB yang menjadi pusat data administrasi dan kebijakan kepegawaian, Agus Maolana memilih ‘cuci tangan’ seolah tidak tahu apa-apa.

“Saya enggak tahu. Ke masing-masing SKPD aja atuh nanyanya,” kata Agus saat ditemui BandungKita.id di lingkungan Komplek Pemkab Bandung Barat.

BACA JUGA :

LIPUTAN KHUSUS Bag 2 : Ironi Pegawai ‘Siluman’ Bandung Barat, Zombie dan Gaya ‘Cuci Tangan’ Badan Kepegawaian

 

 

Setali tiga uang dengan Agus Maolana, Bupati KBB Aa Umbara Sutisna juga mengaku tidak tahu soal perekrutan TKK di pemerintahannya.

Aa Umbara juga membantah jika Pemda KBB di bawah kepemimpinannya telah memasukkan ribuan pegawai TKK. Secara tersirat, ia menyindir ribuan TKK yang ada di Pemkab Bandung Barat adalah TKK warisan rezim sebelumnya, yakni saat KBB dipimpin mantan Bupati Abubakar. Aa Umbara mengaku tidak mengetahui jumlah TKK di pemerintahannya.

“Saya juga soal TKK nambah atau tidak (di masa pememerintahannya), saya tidak tahu,” ujar Bupati Aa Umbara.

Bukti transaksi berupa kwitansi yang bertuliskan sejumlah uang yang disetorkan pegawai TKK kepada salah seorang oknum perekrut pegawai ‘siluman’ di lingkungan Pemkab Bandung Barat (foto: M ZEZEN ZAINAL/BandungKita.id)

Dua pucuk pimpinan di Bandung Barat, Aa Umbara dan Wakil Bupati Hengky Kurniawan mempersilakan bila ada pihak-pihak yang hendak membawa kasus tersebut ke ranah hukum. Mereka berdua juga mendorong pihak-pihak yang merasa dirugikan untuk tak segan melapor kepada pihak berwajib.

“Kalau memang bener ada percaloan dan ngambil Rp 10 sampai Rp 30 juta, bawa orangnya. Ajuin (laporkan) aja ke polisi. Tapi harus disertai bukti dan fakta juga,” kata Aa Umbara.

Wakil Bupati Hengky Kurniawan mengaku mendukung penuh upaya BandungKita.id untuk mengungkap fenomena pegawai ‘siluman’ di Pemkab Bandung Barat. Ia bahkan berharap kasus TKK ‘siluman’ itu diusut tuntas sampai ke akar-akarnya hingga mengungkap aktor intelektualnya.

“Usut tuntas saja kang. Kasihan rakyat yang dirugikan,” kata Hengky kepada BandungKita.id.

Nantikan tulisan selanjutnya mengenai pegawai ‘siluman’ di Pemkab Bandung Barat pada bagian ke-7 dan kemungkinan akan menjadi tulisan penutup. BandungKita.id, akan berupaya mengungkapkan fakta-fakta baru yang dijamin bisa mencengangkan publik dan masyarakat Bandung Barat. (M Zezen Zainal M)

Editor : M Zezen Zainal M

Comment