BandungKita.id, CIMAHI – Sebuah video persekusi guru oleh siswa kembali terulang. Kali ini kasus tersebut terjadi di SMK Yogyakarta. Alasannya karena sang guru menyita handphone milik salah seorang murid.
Tidak hanya itu, sebelumnya juga pernah terjadi kasus yang serupa. Pertikaian antara murid dan guru juga kerap terjadi belakangan ini di Indonesia.
Melihat maraknya kasus tersebut, Mentri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendi angkat bicara. Menurutnya, meski mendapat perlakuan tercela, guru diharapkan tetap berperilaku positif.
“Jadi harus positif melihat anak itu. bagaimana nakalnya mereka tetap anak indonesia, anak yang kita harapkan punya masa depan,” ujar Muhadjir Effendi di Cimahi kemarin.
Segala bentuk pelanggaran, Kata Effendi musti ada sanksi. Begitupun sebuah prestasi, harus ada penghargaan yang diberikan. Keduanya adalah prinsip pendidikan.
Meski demikian, menurut Effendi, guru harus memberikan sanksi yang mendidik dan tidak memberatkan. “Tidak boleh kita rampas masa depannya dengan memberikan hukuman yang membikin dia patah masa depannya. Bukan juga dengan cara menghukumnya sebagaimana seorang hakim atau polisi menghukumi pesakitan,” tegasnya.
Prilaku yang dilakukan sang murid mustinya juga dilihat dengan cara pandang yang tidak sempit. Kenakalan remaja, kata dia, adalah suatu yang wajar terjadi di masa pubertas.
“Seusia mereka, memang kerap kali ada prilaku-prilaku yang tidak seperti biasanya. Kadang disebut juga prilaku menyimpang. Yang dalam perkembangannya disebut juga kenakalan remaja,” katanya.
Dia melanjutkan, kenakalan itu ada yang wajar, tetapi ada juga yang melampaui batas. Yang melampaui batas menurut Effendi masuk pada kenakalan berat. Dan itu tidak banyak terjadi. Sebagai pendidik, guru bertugas membentuk prilaku murid agar tidak melakukan hal-hal menyimpang agar masa pubertas terkendali.
“Bagaimanapun, mereka juga anak didik kita. Karena itu, tugas guru harus mengantar dia, memulihkan dia, menjadikan dia menjadi anak yang normal, biar dia selamat melewati masa masa pancaroba atau pubertas itu.” tuturnya.
Dia mengklaim, jumlah kenakalan berat di Indonesia tidak banyak. Hanya saja, dia mengira, adanya teknologi komunikasi modern membuat persebaran kasus lebih cepat dan luas.
“Padahal itu hanya 5 atau enam dari 45 juta siswa kita,” ungkapnya.
Dari cepat dan luasnya persebaran video-video pertikaian di ruang pendidikan melalui media sosial, menurut Effendi berdampak pada anggapan publik yang meyamaratakan 45 juta murid lain. Padahal, yang melakukan kenakalan remaja berupa melawan gurunya hanya beberapa.***(Bagus Fallensky/Bandungkita.id)
Editor: Dian Aisyah
Comment