Simak! Jejak Pejuang HAM Munir di Kota Bandung dan Jawa Barat yang Jarang Diketahui

BandungKita.id, SOSOK – Munir Said Thalib adalah aktivis pembela Hak Asasi Manusia (HAM) yang tersohor berkat kegigihannya memperjuangkan keadilan. Ia tutup usia pada 08.10 waktu setempat, Selasa 7 September 2004.

Sehari sebelumnya, Senin 6 September 2004 sekitar pukul 21.55 WIB, Munir bertolak dari Jakarta menuju Amsterdam Belanda menggunakan Pesawat Garuda dengan nomor penerbangan GA-974. Namun, dua jam sebelum tiba di Bandara Schipol, Amsterdam, pria kelahiran Malang Jawa Timur itu menghembuskan nafas terakhirnya di langit Eropa.

Tak lama kemudian, berita kematian suami Suciawati itu sampai ke Indonesia. Kabar kematiannya ramai diberitakan media lokal, nasional, bahkan asing. Pasalnya, beberapa kasus pelanggaran HAM yang ditangani Munir termasuk kategori berat dalam skala daerah maupun dunia.

Pria keturunan Arab ini terlibat dalam penyidikan kasus hilangnya 24 aktivis dan mahasiswa di medio 1997-1998. Ia juga pernah melawan Komando Daerah Militer V Brawijaya untuk memperjuangkan kasus kematian Marsinah, aktivis buruh PT CPS Sidoarjo, Jawa Timur, yang diculik dan disiksa sampai mati.

BACA JUGA :

Dugaan “Kriminalisasi” Petani Kertasari, Elemen Warga Kabupaten Bandung Gelar Dialog Interaktif

20 Tahun Tragedi Semanggi dan Upaya Penuntasan Pelanggaran HAM yang Masih Jalan di Tempat

Kronologi Penangkapan Polda Kalteng Terhadap Ketua Komunitas Adat Laman Kinipan

Tak ayal, kabar kematian Munir mengagetkan salah satu rekan kerjanya di Imparsial, yaitu Sutanandika.

Pria asli Bandung yang akrab disapa Sutan ini punya kisah tak terlupakan bersama Munir. Sutan pertama kali bertemu Munir di kampusnya di bilangan Bandung Utara pada medio 1997-1998 sebelum akhirnya bekerja bersama di Imparsial.

Melalui tulisan-tulisannya, Munir telah dikenal oleh para aktivis mahasiswa di Bandung. Sutan mengundang Munir sebagai pembicara diskusi, tujuannya untuk mendekatkan kawan-kawannya dengan Munir.

Sutan mengaku tak menyangka Cak Munir mau hadir ke Bandung untuk sekedar mengisi diskusi kelompok aktivis mahasiswa. Maklum saja, kala itu Munir sudah disibukan dengan urusan pelanggaran HAM yang menumpuk di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya dan LBH pos di Malang.

“Sosok Munir telah menjadi inspirasi bagi teman-teman gerakan di Jawa Barat. Saya sendiri banyak belajar dan berproses dari beliau, karena waktu itu saya masih mahasiswa di Bandung,” kata Sutan seperti dikutip dari SuaraJabar, Senin (7/9/2020).

BACA JUGA :

PWI Jabar & KBB Mengutuk Aksi Kekerasan yang Menimpa Pemred BandungKita.id

Diduga Kecewa Pemberitaan, Pemred BandungKita.id dan Keluarganya Diintimidasi dan Diserang Orang Tak Dikenal

Forum Konstituen Kab. Bandung Mengutuk Teror yang Menimpa Pemred BandungKita.id

Selama bekerja bersama Munir, Sutan menilai ada satu hal yang cukup menjadi sorotan Munir. Sebuah hal yang di masa orde baru tidak banyak orang yang berani melakukannya, yaitu mengkritik keras dan melawan kesewenang-wenangan TNI dan Polri.

“Mengembalikan Polisi dan TNI pada tupoksi utama adalah ciri-ciri dari perjuangan reformasi, nah itu menjadi komitmen Munir yang bergelora,” kenang Sutan yang kini aktif di Pakwan Institute.

Jejak Perjuangan Munir di Jawa Barat

Logo Serikat Petani Pasundan (SPP). (istimewa)

Jejak perjuangan Munir di Jawa Barat ditandai oleh tiga aspek yaitu pendidikan, buruh, dan pertanian. Melalui tulisan-tulisannya, sosok Munir cukup memberikan kontribusi pada pendidikan kritis bagi buruh, tani, pemuda dan mahasiswa. Bahkan Sutan merasa tulisan-tulisan Munir jauh lebih agitatif jika dibandingkan dengan catatan-catatan Tan Malaka.

“Munir telah memberi warna kepada kawan-kawan di Bandung, termasuk juga kalau di Bandung itu advokasinya lebih kepada pendikan, buruh, dan pertanian,” paparnya.

Pada saat itu, rezim Soeharto banyak membredel media-media, sangat sulit menemukan tulisan-tulisan yang sifatnya edukatif dan kritis. Walhasil, percetakan independen tumbuh subur dan banyak memuat tulisan-tulisan kritis dan mendidik, salah satunya penulisnya yaitu Munir.

Di sektor pertanian, Ternyata Munir juga turut menyumbangkan kontribusi berupa pendidikan kepada pelatihan Serikat Petani Pasundan (SPP) salah satu organisasi yang berdiri untuk memperjuangkan hak-hak para petani di Priangan Timur. Serikat ini merupakan serikat petani terbesar di Priangan Timur.

“Kalau di Bandung kan kebanyakan kaum buruh pabrik dan intelektual di kampus. Sedangkan fokus Munir lebih ke Priangan Timur, Garut, Tasik, yang mayoritas warganya itu para petani,” terangnya

BACA JUGA :

Deklarasi KAMI Jabar Terlaksana, Jenderal Gatot, Din Syamsudin dan Forum Warga Bandung Angkat Bicara

Website Berita Tempo Diretas, Komnas HAM: Ini Ancaman Serius Bagi Demokrasi

HUT 379 Tahun Kabupaten Bandung, Direktur Inisiatif: IPM-nya Rendah dan Masyarakat Tak Merasakan Perubahan

“Munir turut membantu edukasi SPP sebagai satu contoh organisasi gerakan petani yang sangat besar di Priangan Timur, di beberapa kegiatan dia datang untuk pelatihan, baik secara terang-terangan maupun tidak. Setiap gerakan pasti membutuhkan advokasi, karena kalau orang seperti Munir biasanya mengadvokasi,” imbuhhnya.

Lanjut Sutan menjelaskan, bahwa pertanian itu tidak jauh dengan konflik agraria yang terbagi dalam beberapa hal masalah pertanian. Munir selalu menekankan, masalah ini berkaitan dengan militer karena sebagian tanah itu pasti selalu berkonflik dengan militer. Misalnya konflik antara warga dan aparatmen, warga dengan pemilik HGU selalu ada penggunaan aparat dan preman. Menurutnya itulah yang menjadi fokus perhatian Munir.

“Kenapa selama ini penggusuran selalu menggunakan oknum? seperti preman dan pihak militer yang terlibat. Dalam pandangan Munir, itu semua karena persoalan kesejahteraan,” jelasnya.

Meski jejak perjuangan Munir di Tanah Priangan hanya pada pendampingan secara intelektual, namun bagi pergerakan tentu hal itu sangatlah bermanfaat. Dari diskusi ke diskusi, tulisan dan selebaran hingga edukasi.

Hingga kini, Munir dikenang sebagai sosok yang memiliki komitmen yang kuat, tidak mudah untuk digoyah oleh pihak-pihak dan oknum untuk melemahkan dirinya. Ia tetap gigih memperjuangkan keadilan dan HAM. (*)

Editor : Azmy Yanuar Muttaqien