OPINI: Guru Keberatan dengan Materi Pelajaran Titipan? Begini Solusinya!

BandungKita.id, OPINI – Belum lama ini, seorang guru mengaku keberatan dengan materi kurikulum yang berlaku setelah mengikuti arahan dari salah satu lembaga pemerintah. Pasalnya, terlalu banyak titipan materi yang harus diakomodasi di dalam mata pelajaran yang telah ditentukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud).

Munculnya keberatan bisa dimaklumi, sebab sebelumnya guru yang sama juga diarahkan untuk melakukan hal serupa dengan muatan berbeda dari lembaga pemerintah yang lain. Penugasan itu dilakukan karena materi yang disampaikan oleh kedua lembaga pemerintah tesebut diasumsikan dapat diterapkan pada mata pelajaran yang menjadi kompetensi guru yang dimaksud.⁣

Baca Juga:

Bisakah Wajah Kota-kota di Jawa Barat Berubah Seperti Kota Bandung Setelah Kang Emil Jadi Gubernur Jawa Barat?

Jalan Perjuangan Perempuan Indonesia Mencapai Cita-cita Keadilan Gender

Kapan Rakyat Menjadi Raja?


Semua Sekolah dibawah Kemdikbud, begitu juga dengan Madrasah dibawah Kementerian Agama (Kemenag) adalah lembaga pendidikan formal yang sistematis dan terstruktur. Fungsinya untuk menjalankan berbagai program bimbingan, pengajaran, dan/atau pelatihan bagi setiap siswa yang menjadi bagian dari ekosistem sekolah/madrasah.

Tujuannya untuk mendorong seluruh siswa agar berdaya dengan mengembangkan potensinya secara optimal. Harapkannya mereka siap dan mampu menjalani kehidupannya sekarang dan di masa depan. Dengan kata lain, potensi mereka yang telah dipoles bisa menjadi bekal dalam mengarungi fenomena kehidupan yang semakin kompleks dan penuh tantangan.⁣

Berbagai program pun dirancang sedemikian rupa oleh para ahli pendidikan dan dikemas agar sesuai dengan nuansa kurikuler. Sebagai ujung tombak, sekolah/madrasah harus kreatif dalam merespon kemasan program tersebut. Tentunya dengan mengacu pada kebijakan implementasi pendidikan, dan kemasan program pada setiap sekolah/madrasah terkelompok dalam kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, ekstrakurikuler, bahkan nonkurikuler.⁣

Kurikuler dimaknai sebagai kegiatan yang dilaksanakan setiap satuan pendidikan guna meningkatkan kapasitas siswanya. Dalam konteks ini, kurikuler terbagi menjadi tiga, yaitu intrakurikuler, ekstrakurikuler, dan kokurikuler. Bahkan, ada pula yang memasukkan nonkurikuler sebagai bagian dari kurikuler. Kegiatan-kegiatan itulah yang mewarnai dinamika ekosistem pendidikan sekolah/madrasah saat ini.⁣

Baca Juga:

Hatur Nuhun Lord Atep!

Arsitektur Kota dan Kepala Daerah



Hingga kini begitu banyak muatan materi yang diusulkan oleh berbagai lembaga pemerintah dan non-pemerintah untuk dapat dimasukkan pada mata pelajaran yang diajarkan di sekolah/madrasah. Dengan dasar kepentingan lembaga terkait dalam upaya merealisasikan program yang menjadi tugas pokoknya, di antaranya pendidikan anti korupsi, lalu lintas, pencegahan narkoba, lingkungan hidup, sekolah sehat, siaga kependudukan, aman bencana, dan materi lainnya.⁣

Materi-materi itu tentunya tidak serta-merta bisa difasilitasi menjadi mata pelajaran tersendiri, mengingat struktur kurikulum yang diberlakukan, tidak mungkin memasukkan mata pelajaran baru. Saking ketatnya regulasi yang berlaku terkait struktur kurikulum, maka tertutuplah kemungkinan masuknya mata pelajaran baru.⁣

Agar materi yang diusulkan tidak ‘memporak-porandakan’ dan terkesan dipaksakan masuk struktur kurikulum yang berlaku, maka lembaga terkait mesti memberi pemahaman komprehensif terhadap setiap sekolah/madrasah berkenaan dengan muatan materi yang diusungnya.⁣

Butuh kepiawaian Tim Sekolah di bawah koordinasi Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) Kurikulum dalam menyikapinya. Dalam istilah pendidikan harus dilakukan “insersi” yaitu peletakkan materi ke dalam mata pelajaran yang memungkinkan.

Tonton Juga:

Tidak semua mata pelajaran bisa diinsersi, karena hanya bisa diterapkan pada beberapa mata pelajaran tertentu. Maka upaya ini menjadi langkah yang memungkinkan, meningat kemampuan siswa yang terbatas untuk menanggung beban pelajaran tambahan.

Kepiawaian dan kejelian Tim Sekolah inilah yang dibutuhkan untuk dapat memfasilitasi banyaknya muatan materi yang ‘dipesan’ untuk dapat dimasukkan pada mata pelajaran tertentu dengan menimbang nilai urgensinya.

Tonton Juga:

Misalnya pendidikan antikorupsi yang sangat bergantung pada lingkungan Sekolah. Jika praktik-praktik korupsi masih ada, misalnya tindakan korupsi, baik dalam bentuk jam belajar maupun peralatan belajar, bisa jadi karakter yang sudah ditumbuhkan di dalam diri siswa akan kembali layu.

Untuk itu, program pendidikan antikorupsi perlu diiringi dengan pendidikan antikorupsi kepada orang tua, guru, dan masyarakat serta perbaikan tata kelola pendidikan karena pendidikan yang paling berdampak adalah pendidikan melalui contoh dan keteladanan.

*) Ditulis oleh Kabid Pendidikan SMP Disdik Kabupaten Bandung Barat (KBB) Dadang A. Sapardan. Saat ini Beliau menjabat Camat Cikalong Wetan.

Editor : Azmy Yanuar Muttaqien