Terkait Video Viral, Bupati KBB Aa Umbara Akan Diperiksa Bawaslu Senin Depan : Ada Potensi Pidana Untuknya

BandungKita.id, NGAMPRAH – Setelah pemanggilan 13 saksi untuk klarifikasi, Bawaslu Kabupaten Bandung Barat (KBB) akan memanggil Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna untuk klarifikasi atas dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukannya.

Bupati Aa Umbara akan diperiksa dan dimintai keterangan terkait beredarnya video viral dirinya berdurasi 1 menit 22 detik yang berisi dugaan pelanggaran kampanye. Dalam video tersebut, Aa Umbara diduga meminta para guru honorer untuk memilih anak dan adiknya, Rian Firmansyah dan Usep Sukarna yang menjadi calon anggota legislatif (caleg) dari Partai Nasdem,

“Kita akan memanggil terlapor satu (Aa Umbara). Rencananya hari Senin, (14/1/2019). Surat sudah kita siapkan. Kami akan cek dulu apa (suratnya) sudah masuk atau belum,” ujar Komisioner Bawaslu KBB Bidang Divisi Penindakan Pelanggaran, Ai Wildani Sri Aidah kepada BandungKita.id, Sabtu, (12/1/2019).

Ai mengatakan 13 saksi yang sudah dimintai keterangan diantaranya saksi fakta, pejabat pemda, pelapor termasuk terlapor dua Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) KBB Imam Santoso yang sempat mangkir dua kali dengan alasan cuti tahunan.

“Katanya (Kadisdik) cuti tahunan. Jadi enggak bisa hadir. Terhitung mangkir sebanyak dua kali. Namun, setelah cuti selesai beliau hadir memenuhi undangan klarifikasi,” ungkap Ai.

BACA JUGA :

Setelah pemanggilan Bupati, lanjut Ai, Bawaslu akan beranjak ke tahapan selanjutnya yakni pembahasan Sentra Gakkumdu dua untuk membahas hasil klarifikasi dan menentukan kasus tersebut akna berlanjut ke penyidikan atau tidak.

“Nanti ada pembahasan kedua dengan Sentra Gakkumdu. Mengenai hasil klarifikasi, mengenai data yang diperoleh, mengenai penyelidikan. Apa sudah memenuhi unsur atau dugaan yang dilaporkan atau tidak. Atau akan dilanjutkan penyidikan oleh kepolisian,” paparnya.

Ai menambahkan, jika Bupati KBB Aa Umbara terbukti melakukan pelanggaran kampanye, prosesnya akan ditingkatkan ke tahap penyidikan. Pihaknya juga akan menghadirkan saksi ahli jika dibutuhkan.

“Kalo nanti dibutuhkan oleh sentra Gakkumdu berdasar hasil diskusi dan pembahasan dua, dibutuhkan saksi ahli, maka kita akan memanggil saksi ahli. Jadi gimana hasilnya nanti di sentra Gakkumdu. Sebelum memutuskan apakah itu dilanjutkan ke tahap berikutnya atau tidak,” tandasnya.

Sebelumnya, Forum Pemuda Jawa Barat Peduli Pemilu Bersih menyebut perbuatan yang dilakukan oleh Aa Umbara diduga telah memenuhi unsur yang diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang No31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Aturan tersebut menyebutkan, setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama dua puluh tahun dan atau denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

“Selain itu bupati diduga melakukan pelanggaran sebagaimana termaktub dalam Pasal 547 Undang-Undang No 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Yang berbunyi setiap pejabat negara yang dengan sengaja membuat keputusan dan atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu dalam masa kampanye, dipidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp36 juta,” kata Auzan Hasan, koordinator forum tersebut.

Didukung oleh beberapa pasal lainnya dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, diantaranya pasal 282, 283, dan pasal 286.

Dalam Pasal 282 disebutkan bahwa : “Pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye”.

Dalam Pasal 283 ayat 1 disebutkan “Pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negera (ASN) lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelu, selama, dan sesudah masa kampanye”.

Dalam ayat 2 disebutkan “Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang kepada aparatur sipil negara dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga dan masyarakat”.

“Tidak sampai di situ tentunya ada lagi beberapa aturan yang telah dilanggar sebagaimana telah diatur dalam pasal 42, pasal 80 ayat (3), pasal 81 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan,” ujar Auzan. (BGS/ZEN/BandungKita.id)

Comment