Soal Video Viral Anak SD yang Nyanyikan Lagu Kampanye, Begini Komentar KPAI

BandungKita.id, BANDUNG – Beredar sebuah video yang merekam sejumlah siswa sekolah dasar (SD) yang tengah menyanyikan lagu kampanye salah satu capres dan cawapres. Video berdurasi 0,29 detik tersebut menuai komentar dari banyak pihak.

Salah satunya Lembaga Kajian Democracy and Elektoral Empowement Partnership (Deep), pihaknya menilai kejadian tersebut adalah kelalaian banyak pihak yang terlibat dalam pemilu. Baik itu Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) setempat.

“Semestinya (kejadian) ini tidak perlu terjadi jika terlebih dahulu KPU ataupun Bawaslu melakukan sosialisasi sebagai bentuk pencegahan bahwa keterlibatan anak dalam kampanye itu tidak boleh,” ungkap Direktur Eksekutif DEEP Neni Nur Hayati, saat dihubungi BandungKita, Sabtu (2/3/2019).

Hal tersebut, lanjut Neni sangat multi prespektif. Selain bisa termasuk pelanggaran kampanye di lingkungan pendidikan, bisa juga melanggar Undang-undang Perlindungan Anak.

Seperti dalam Pasal 15 UU Perlindungan Anak, yang menyebutkan bahwa anak tidak boleh terlibat dalam kegiatan politik. “Dalam pasal tersebut, perbuatan yang dilarang hanyalah perbuatan ’penyalahgunaan’ anak dalam politik yang dapat diartikan perbuatan yang bersifat eksploitatif,” tegasnya.

Aturan kampanye juga tertuang dalam Pasal 280 Ayat 2 Huruf K, yang menyatakan bahwa pelaksanaan kampanye tidak boleh melibatkan Warga Negara Indonesia (WNI) yang tidak memiliki hak pilih.

Untuk itu, kata Neni, definisi penyalahgunaan anak dalam konteks pemilu masih perlu diterjemahkan dalam bentuk tata aturan yang jelas. Sehingga publik memahami bagaimana idealnya melakukan pendidikan politik terhadap anak.

“KPU perlu membuat pedoman yang mampu membedakan mana yang sudah termasuk ’penyalahgunaan anak’ dan mana yang masih ditoleransi,” tegas Neni.

Tak luput dari pengamatan Neni, adalah peserta pemilu yang kerap nakal dan melanggar aturan kampanye. Baik itu dilakukan secara sadar ataupun tidak karena belum memahami aturan yang berlaku.

“peserta kampanye, tim kampanye dan pelaksana kampanye untuk menahan diri agar tidak melibatkan anak dalam kegiatan kampanye dalam masa-masa akhir kampanye, kan aturannya ada,” ujarnya.

Neni berharap, ada sanksi yang tegas terutama kampanye yang melibatkan anak-anak sekolah dasar. Meski seolah tidak berdampak apapun, namun efek negatif jangka panjang bisa saja timbul.

“Ya akan berdampak pada psikologisnya, kematangan berpikir dan dampak sosial, perkembangan jiwa anak, dan bisa mempengaruhi autentisitas berpikir anak yang sesungguhnya,” kata Neni.

Dihubungi terpisah, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra, menilai peristiwa tersebut sangat mengabaikan hak-hak perlindungan anak, terutama psokologis anak.

“Jangan sampai anak-anak agak menjadi sasaran bully dan bentuk-bentuk perdebatan pro dan kontra oleh pendukung yang berbeda,” ujarnya.

Dalam pantauan dan pengawasan yang dilakukan oleh KPAI sepanjang 2019, trend kasus pelibatan anak dalam politik mengalami peningkatan. Ada sekitar 18 aduan yang masuk, 5 diantaranya kasus yang dilakukan jaringan timses atau timses capres dan cawapres.

Sedangkan 13 kasus pelibatan penyalahgunaan dilakukan oleh partai politik nasional dengan berbagai bentuk pelibatan. Mulai dari membawa bendera partai, memakai atribut partai, sampai memasang bendera partai politik. (Tito Rohmatulloh)

Editor: Dian Aisyah