LIPUTAN KHUSUS : Sepak Terjang Bawaslu KBB dan Hilangnya Kepercayaan Publik

BandungKita.id, NGAMPRAH – Berbagai dugaan kecurangan pemilu yang dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Bandung Barat (KBB) selalu mentah dan tidak terbukti. Tak ada satu pun terlapor yang dinyatakan bersalah. Begitu pun pelaporan, tak satu pun yang dinyatakan terbukti.

Sepak terjang Bawaslu KBB (baca : komisioner dan Sentra Gakkumdu) dapat terlihat dari rentetan laporan masyarakat kepada Bawaslu KBB menjelang pilpres dan pileg 2019 di KBB. Meski didukung bukti-bukti kuat dan akurat, tak ada satu pun laporan masyarakat mengenai dugaan kecurangan pemilu atau pidana pemilu yang “digolkan” dan dinyatakan “terbukti” oleh Bawaslu KBB.

Seluruh laporan dugaan kecurangan mulai dari laporan dugaan kecurangan kampanye pemilu yang dilakukan Bupati KBB Aa Umbara Sutisna dan Kadisdik KBB Imam Santoso, laporan mengenai Ketua Karang Taruna KBB Ujang Rohman yang merupakan ASN karena diduga terlibat politik praktis hingga laporan kasus dugaan caleg petahana bagi-bagi duit atau melakukan praktik money politics, seluruhnya status laporan itu sama. Dihentikan.

Dalih yang digunakan Bawaslu KBB pun identik, yakni tidak memenuhi unsur dan tidak cukup bukti. Para terlapor pun otomatis lolos dari jeratan pidana pemilu dan kasusnya pun menguap tak jelas rimbanya.

Bukti video yang terang berderang dan akurat, foto, bukti-bukti fisik, hingga keterangan para saksi dan pelapor tak membuat Bawaslu mengeluarkan keputusan “tegas”. Walaupun laporan ditindaklanjuti, hasilnya selalu anti klimaks. Tetap saja, laporan dinyatakan tidak cukup bukti dan tidak memenuhi unsur.

 

Sepak Terjang Bawaslu KBB

Pada kasus pelaporan Bupati KBB Aa Umbara Sutisna yang dilaporkan seorang warga KBB Muhammad Raup, sang bupati dapat melenggang dari jeratan potensi pidana pemilu karena oleh Bawaslu maupun Sentra Gakkumdu, Bupati Aa Umbara dinyatakan tidak memenuhi unsur pelanggaran pidana pemilu.

Screenshoot video percakapan Bupati KBB Aa Umbara Sutisna yang meminta guru honorer memilih anaknya Rian Firmansyah dan adiknya Usep Sukarna pada Pileg 2019 lalu.(dok BandungKita.id)

 

Meski sempat dipanggil untuk dimintai klarifikasi oleh Bawaslu bersama 13 saksi lainnya, Bupati yang berpasangan dengan Wakil Bupati Hengky Kurniawan itu pun lolos dari jeratan hukum. Padahal, saat itu potensi jeratan pidana 3 tahun penjara dan denda Rp 36 juta mengintainya.

Bukan kali itu saja Bupati KBB itu lolos dari ancaman sanksi pidana pemilu. Tercatat Aa Umbara dua kali dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana pemilu oleh Bawaslu.

Sekedar informasi, Bupati Aa Umbara sempat terjerat kasus video viral yang berisi rekaman video Bupati Aa Umbara yang meminta para guru honorer di KBB untuk memilih anaknya Rian Firmansyah dan adiknya Usep Sukarna sebagai caleg DPR RI dan caleg DPRD Jabar dari Partai Nasdem.

BACA JUGA :

VIRAL! Beredar Video Percakapan Bupati KBB Aa Umbara Meminta Guru Honorer Pilih Anak dan Adiknya di Pileg 2019, Begini Isi Rekamannya

 

Buntut Video Viral, Bupati KBB Aa Umbara Dilaporkan ke Bawaslu

 

Ketika itu, pelapor kasus video viral tersebut yakni Forum Pemuda Jawa Barat Peduli Pemilu Bersih dan Muhammad Rauf melaporkan Aa Umbara ke Bawaslu RI karena yang bersangkutan diduga telah memenuhi unsur yang diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang No31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Didukung oleh beberapa pasal lainnya dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, diantaranya pasal 282, 283, dan pasal 286.

Dalam Pasal 282 disebutkan bahwa : “Pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye”.

Ketua Bawaslu KBB, Cecep Rahmat Nugraha (foto: net)

 

Dalam Pasal 283 ayat 1 disebutkan “Pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara (ASN) lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye”.

Namun semua jeratan pasal yang dilaporkan pelapor tak berlaku buat Bawaslu KBB. Hasil sidang Bawaslu dan Sentra Gakkumdu Bawaslu KBB menyatakan semua indikasi dugaan pelanggaran pemilu oleh Bupati Aa Umbara tidak terbukti dan tidak memenuhi unsur.

Padahal dalam video berdurasi 1 menit 22 detik itu, terlihat jelas wajah Bupati Aa Umbara yang meminta suara guru honorer diarahkan untuk anaknya Rian Firmansyah dan adiknya Usep Sukarna yang mencalonkan diri di pemilihan legislatif DPR RI dan DPRD Provinsi Jawa Barat. Video itu sempat viral.

Kontan saja keputusan Bawaslu KBB yang menyatakan kasus Bupati KBB tersebut tidak memenuhi unsur pidana pemilu, langsung menuai reaksi keras ketika itu. Banyak pihak yang menilai keputusan Bawaslu itu aneh bin ajaib.

Bupati Bandung Barat, Aa Umbara Sutisna saat mendatangi Kantor Bawaslu KBB, beberapa waktu lalu. (foto:istimewa)

 

Hibah Mobil untuk Komisioner Bawaslu KBB

Apalagi, publik sempat geger ketika mengetahui Pemkab Bandung Barat berencana akan memberikan ‘hadiah’ berupa hibah tiga unit kendaraan roda empat untuk komisioner Bawaslu KBB.

Pemberian tiga unit mobil baru untuk Komisioner Bawaslu KBB itu sempat dicurigai terkait dengan putusan Bawaslu KBB yang sebelumnya membebaskan Bupati KBB Aa Umbara dari jeratan pidana pemilu dalam kasus video viral.

BACA JUGA :

LIPUTAN KHUSUS (Bagian 4) : Bawaslu Pun Kebagian ‘Kue’ Hibah Pemkab Bandung Barat, Masihkah Bisa Menjaga Netralitas di Pileg dan Pilpres?

 

Woow! Pemkab Bandung Barat ‘Hadiahkan’ 3 Mobil Untuk Komisioner Bawaslu KBB : Terkait Kasus Video Dugaan Kampanye Bupati Aa Umbara?

 

Hilangnya Kepercayaan Publik terhadap Bawaslu

Pelapor, politikus hingga pengamat tidak habis pikir dan dibuat geleng-geleng kepala dengan keputusan “berani” Bawaslu yang meloloskan Aa Umbara dari jeratan pidana pemilu.

Bawaslu dinilai melakukan sandiwara politik dengan mengeluarkan keputusan aneh. Apalagi sebelumnya, Bupati Aa Umbara juga sempat dilaporkan dengan kasus yang sama yakni dugaan pelanggaran pemilu yang terjadi di Kecamatan Cisarua. Hasilnya, Aa Umbara dinyatakan tidak bersalah karena dinilai tidak memenuhi unsur pidana.

“Dua kali berturut-turut kasus Bupati dianggap tidak memenuhi unsur pidana oleh Bawaslu. Ini menjadi pertanyaan masyarakat. Bisa jadi itu (keputusan) karena ada intervensi atau ketakutan kepada penguasa sehingga keputusannya tidak objektif,” kata politisi PDI Perjuangan yang juga anggota DPRD KBB Jejen Zaenal Arifin, ketika itu.

Para Komisioner Bawaslu KBB dan Sentra Gakkumdu (M Zezen Zainal/BandungKita.id)

 

Namun menurut Jejen, keputusan Bawaslu KBB yang membebaskan Bupati Aa Umbara dari jeratan UU Pidana Pemilu tidak terlalu mengagetkannya. Sebab, kata dia, sejak awal dirinya sudah memprediksi kasus video viral itu akan menghasilkan keputusan yang sama dengan kasus pertama yang ditangani Bawaslu.

“Tapi hasil ini menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum pemilu dan menjadikan Bawaslu KBB kehilangan kepercayaan serta wibawanya. Dampak dari keputusan itu juga akan menjadikan peserta pemilu (calon legislatif) di KBB tidak takut untuk melanggar hukum,” bebernya.

Bawaslu KBB, ujar dia, seperti bermain-main dengan kekuasaan dan sumpah jabatan yang diucapkan. Apalagi kasus ini sudah menjadi isu nasional mengingat video bupati yang mengampanyekan anak dan adiknya telah tersebar luas dan sempat viral di masyarakat.

Jejen menyatakan, Bawaslu KBB seakan tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Ia menyebut, Bawaslu hanya bisa tegas dalam menertibkan atribut caleg, tetapi ketika berhadapan dengan penguasa justru menjadi lumpuh.

“Jadi sebaiknya para komisionernya mundur. Mereka takut kepada penguasa tapi tidak takut terhadap sumpah jabatan di hadapan-NYA (Allah),” ujar dia.

BACA JUGA :

Putusan Bawaslu KBB Soal Video Bupati Aa Umbara Dipertanyakan, DPRD KBB : Kalau Bawaslu Takut Penguasa Lebih Baik Mundur

 

Jejen menilai, alasan Bawaslu bahwa kasus dugaan pelanggaran aturan pemilu yang diduga dilakukan Bupati Aa Umbara tidak memenuhi unsur perlu dipertanyakan.

Dalam video yang jadi bukti, tutur Jejen, jelas-jelas terucap bahwa Aa Umbara minta dukungan pencalonan anak dan adiknya. Padahal, saat dikonfirmasi oleh awak media pun, Aa Umbara mengakui isi video meskipun mengaku tidak disengaja.

“Artinya sebuah pengakuan bahwa itu terjadi dan ada, sehingga secara delik hukum bisa dijerat,” ungkap Jejen.

 

Komisioner Bawaslu Dilaporkan ke DKPP

Sementara itu, Muhamad Rauf, yang merupakan pelapor kasus video dugaan pelanggaran pemilu Bupati Aa Umbara, juga sempat mengungkapkan kekecewaanya terhadap keputusan Bawaslu.

Bahkan Rauf melaporkan seluruh komisioner Bawaslu KBB ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI di Jakarta. Mereka dilaporkan karena diduga telah melakukan pelanggaran berat dan pelanggaran kode etik dalam kaitannya dengan putusan kasus video viral Bupati KBB Aa Umbara Sutisna.

Rauf menilai putusan yang dikeluarkan Bawaslu KBB soal kasus video viral sangat aneh dan patut dicurigai adanya intervensi dan permainan dari pihak-pihak tertentu terutama penguasa di KBB.

Pelapor kasus video viral Bupati KBB Aa Umbara, Muhammad Rauf melaporkan para Komisioner Bawaslu KBB ke DKPP di Jakarta (foto : istimewa)

 

Komisioner Bawaslu KBB yang dilaporkan adalah Cecep Rahmat Nugraha, Ai Wildani Sri Aidah, Asep Nurfalah dan Riyana Sukmaya Komarudin.

“Padahal bukti-bukti sudah begitu jelas. Siapa pun bisa menilai sendiri isi video tersebut. Tapi semua dikesampingkan oleh Bawaslu KBB. Ini pelanggaran yang jelas-jelas di depan mata, tapi seolah Bawaslu menutup mata,” kata Rauf kepada BandungKita.id, 29 Januari 2019.

Tak hanya itu, Kadisdik KBB Imam Santoso dan Ujang Rohman yang diduga terlibat politik praktis pun lolos dari sanksi hukum karena dinyatakan tidak bersalah oleh Bawaslu. Padahal, keduanya berstatus sebagai ASN yang menurut Undang-undang diharuskan bersikap netral dalam pemilu.

 

Dugaan Money Politics Caleg Petahana pun Menguap

Kini yang terbaru dan kembali membuat publik khususnya masyarakat KBB tercengang adalah keputusan Bawaslu KBB yang menghentikan seluruh laporan dugaan pelanggaran pidana pemilu berupa praktik money politics yang diduga dilakukan sejumlah caleg petahana di KBB. Laporan kasus bagi-bagi duit atau money politics itu disebut Bawaslu tidak memenuhi unsur.

Ilustrasi money politics (net)

 

Empat caleg petahana yang dilaporkan ke Bawaslu KBB adalah caleg dari Partai Nasdem dari Dapil 1 (Ngamprah, Padalarang dan Saguling) Didin Rachmat, caleg dari PDIP Yayat Sudiyat, caleg dari PPP Ade Roni dan caleg dari PAN Dona Ahmad Muharam.

Mereka dilaporkan sejumlah orang karena diduga melakukan praktik money politics dengan membagikan uang dan bantuan lainnya kepada masyarakat.

Namun dalam perjalanannya, sejumlah saksi dan pelapor money politics yang awalnya sudah melaporkan seolah ‘dipaksa’ untuk mencabut laporan mereka. Bahkan sempat tersiar kabar, sejumlah saksi money politics menerima intimidasi dari sejumlah pihak, namun tidak mendapat perlindungan yang sepantasnya dari Bawaslu.

BACA JUGA :

Waduh! Diduga Lakukan Money Politics, Empat Caleg Petahana di KBB Terancam di-PAW dan Penjara 4 Tahun

 

Lagi-lagi, keputusan Bawaslu KBB yang menghentikan semua laporan kasus pelanggaran pemilu money politics menimbulkan pertanyaan besar dan kecurigaan dari berbagai pihak. Bahkan salah seorang caleh dari Partai Nasdem, Asep Suhardi menduga ada “sesuatu” di balik penghentikan laporan tersebut.

Asep Suhardi yang disapa Ado ini berencana akan mengajukan banding dan melaporkan komisioner Bawaslu KBB ke Bawaslu Jabar dan DKPP.

“Saya mencurigai ada ‘sesuatu’ di balik penghentian semua pengaduan laporan money politics oleh Bawaslu KBB. Ada bukti rekaman yang saya pegang, yang bisa membuktikan bahwa ada permainan di balik penghentian semua kasus itu,” kata caleg NasDem Dapil I KBB, Asep Suhardi di Padalarang.

Ado mengatakan awalnya dirinya tidak begitu tertarik dengan kasus money politics pileg yang dilaporkan. Sebab ia tidak begitu yakin kasus pelaporan pidana pemilu ke Bawaslu akan ditindaklanjuti serius oleh Bawaslu. Ia mengaku sudah dapat ‘menebak’ hasil akhirnya.

Namun, ia mengaku baru terusik setelah kasus dugaan money politics itu dihentikan Bawaslu. Bawaslu menilai kasus tersebut tidak memenuhi unsur-unsur seperti yang tertuang dalam Pasal 4 523 Undang-undang 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

Caleg Nasdem, Asep Suhardi melakukan banding mengenai keputusan Bawaslu KBB yang menghentikan kasus money politics yang diduga dilakukan sejumlah caleg petahana di KBB. Ia mengaku siap buka-bukaan di Bawaslu Jabar (foto:istimewa)

 

Ado yang juga sempat menjadi caleg pada pileg lalu mengaku telah menyiapkan pengacara untuk melakukan banding ke Sentra Gakkumdu dan Bawaslu Jawa Barat terhadap putusan Bawaslu KBB itu. Khususnya terkait penghentian penyidikan kasus dugaan money politics di Dapil I yang meliputi Kecamatan Padalarang, Ngamprah, dan Saguling.

Menurutnya, langkah itu sengaja ditempuh semata-mata untuk menegakkan demokrasi yang berkeadilan dan pelajaran bagi Bawaslu KBB bahwa jangan bermain-main dengan kasus.

“Kenapa saya ngotot mengadukan kasus ini, karena kalau pun menang belum tentu bisa jadi dewan. Karena saya tidak mau demokrasi dinodai oleh tindakan inkonstitusional. Ibarat pesawat yang memiliki black box, maka saya akan bongkar ‘black box’ dari misteri kenapa semua laporan money politic ke Bawaslu KBB disetop padahal sudah memenuhi unsur,” tutur dia.

Dia menunjukkan salah satu bukti keputusan Bawaslu KBB dengan pelapor Budiawan dan terlapor Didin Rachmat serta Emuh. Status laporan nomor 005/LP/PL/KAB/13.11/IV itu dihentikan dengan alasan tidak memenuhi unsur dugaan pelanggaran Pasal 523 (2) UU No 7 Tahun 2017 Pemilu.

Padahal dari telaah praktisi hukum, sambung dia, semua mengatakan bahwa kasus tersebut layak untuk dituntaskan. Namun, kata Ado, anehnya kasus tersebut malah dihentikan Bawaslu. Tak hanya itu, Bawaslu pun terkesan mengulur-ulur waktu penindakan agar kasus yang dilaporkan kadaluwarsa.

“Bawaslu menghentikan kasus itu karena alasan kurang saksi serta pelapor mencabut laporan. Padahal pelapor (Budiawan) tidak pernah dipanggil untuk klarifikasi ataupun mencabut laporannya, sementara kasus sudah teregister. Pada saatnya akan saya ungkap ke media,” ungkap dia yang mengaku siap buka-bukaan di Bawaslu Jabar.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan dari Ketua Bawaslu KBB Cecep Rahmat Nugraha. Yang bersangkutan tidak merespon telepon BandungKita.id. Pesan instan yang dikirim melalui aplikasi whatsapp pun tidak dibalas. (M Zezen Zainal M/BandungKita.id)

Editor : M Zezen Zainal M

 

Comment