Waspada! 10 Kecamatan di Bandung Berpotensi Terjadi Fenomena Tanah Bergerak “Likuifaksi” Seperti di Palu

BandungKita.id – Fenomena tanah bergerak atau likuifaksi menjadi perbincangan usai gempa bumi berkekuatan 7,4 SR yang terjadi di Palu, Sulawesi Tengah.

Likuifaksi merupakan proses penggemburan lapisan tanah pasir akibat guncangan gempa berkekuatan lebih dari 6 skala richter (SR).

Akibat fenomena ini sebuah kampung bernama Petobo di Palu hilang akibat ambles ke dalam tanah. Rumah-rumah di daerah tersebut ambles beberapa meter ke dalam tanah.

Tak hanya di Palu, sejumlah wilayah di Kota Bandung dinilai berpotensi terjadi likuifaksi. Hal ini berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Bappeda, pusat mitigasi bencana ITB dan United Nation PBB. Penelitian ini dilakukan pada rentang waktu tahun 1992 hingga tahun 2000.

BACA JUGA : Peneliti Gempa ITB Ingatkan Potensi Bencana Sesar Lembang, Begini Prediksinya

Kasubit Perencanaan Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappelitbang Kota Bandung Andry Heru Santoso menyebutkan setidaknya ada 10 kecamatan di Kota Bandung yang berpotensi terjadi likuifaksi. Hal ini disebabkan efek jika gempa bumi terjadi.

“Ada sepuluh kecamatan yang tanahnya berpotensi besar likuifaksi akibat efek gempa bumi. Sebagian besar wilayah tersebut berada di Bandung Selatan dan Bandung Timur,” ujar Andri saat ditemui BandungKita.id di Taman Sejarah Kota Bandung, Kamis (11/10).

Ia menjelaskan, kesepuluh kecamatan tersebut yakni Kecamatan Bandung Kulon, Babakan Ciparay, Bojongloa Kaler, Bojongloa Kidul, Astana Anyar, Regol, Lengkong, Bandung Kidul, Kiaracondong dan Kecamatan Antapani.

Meski demikian, Andri meminta masyarakat tidak perlu panik dengan adanya informasi ini. Sebab penelitian dilakukan dalam rentang waktu tahun 1992 hingga tahun 2000. Sehingga perlu kajian terbaru untuk mengetahui potensi likuifaksi di Kota Bandung.

BACA JUGA : Kamu Wajib Tahu : Mengapa Tsunami Palu Begitu Dahsyat? Ini Penjelasan Ilmuwan

“Informasi ini juga jangan jadi ketakutan, karena ini baru melihat bahwa potensinya di situ.Ini sebenarnya penelitian lama, artinya perlu dikaji kembali,” ungkap dia.

Warga Bandung, sambung Andri, harus bisa mencontoh Jepang dalam pola manajemen penanganan bencana. Sebagai wilayah rawan bencana, masyarakat harus bisa hidup harmonis dengan bencana.

Lebih lanjut Andri mengatakan, pihaknya juga melakukan antisipasi terhadap potensi bencana di Kota Bandung. Salah satu yang dievaluasi yakni terkait perizinan bangunan dan sosialisasi kepada masyarakat

“Kita akan mengevaluasi bangunan terutama bangunan tinggi. Kita akan coba evaluasi perizinan persyaratan bangunan, minimal ada upaya untuk meminimalisir risiko,” kata dia. (BKI/BandungKita.id)

Comment