BandungKita.id, JABAR – Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) mendorong mangga gedong dan manggis bisa menembus pintu ekspor Jepang yang selama ini terkenal sulit menerima komoditas dari Jabar.
Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar Iwa Karniwa mengatakan selama ini komoditas Jabar agak sulit menembus Jepang karena ketatnya sejumlah persyaratan. Pihaknya kali ini lebih optimistis karena dari Japan Indonesia Comittee akan beraudiensi dengan Pemprov Jabar.
“Ekspor itu paling sulit ke Jepang, tapi dengan adanya rencana Jepang (untuk investasi). Kita siapkan dua komoditas saja yaitu mangga gedong dan manggis,” kata Iwa, Kamis (8/11/18)
Mangga gedong gincu dan manggis tersebut, kata Iwa, saat ini stooknya cukup melimpah yang berasal dari kawasan Utara dan Priangan.
Rencananya pihak pengusaha Jepang akan didorong sebagai investor komoditas ini lewat skema inti plasma. “Jadi kita harapkan Jepang sebagai pembeli dan kalau dimungkinkan jadi investor inti plasma,” tuturnya.
Dia menilai skema inti plasma bisa menjamin kepastian bagi petani komoditas tersebut mengingat ada kepastian pasar, harga dan pembeli. Pemprov yakin dengan cara ini maka kesempatan petani mendapat penghasilan tinggi sangat terbuka.
“Karena harga ekspor itu mahal, bisa Rp40.000-Rp50.000 per kilo, itu untuk manggis,” ujarnya.
Sebagao gambaran, saat ini komoditas tersebut di pasar lokal hanya dihargai Rp7.000-Rp11.000 per kilogram. Jepang menjadi pasar potensial, mengingat buah-buahan ini lebih banyak diterima pasar ekspor China, Hongkong, Belanda hingga Perancis.
“Kita juga tingkatkan pertanian yang berdaya saing sehingga bisa meningkatkan cadangan devisa,” tuturnya.
Iwa mengaku Pemprov Jabar sudah menyiapkan kesediaan lahan dan berapa banyak tanaman gedong dan manggis. Untuk mangga gedong saat ini tercatat kontribusi terbesar datang dari Majalengka yang mencapai 403.000 pohon, dengan luas lahan 4.033 hektar dan produksi mencapai 325.457 ton per tahun.
“Nilai ekspor mangga gedong baru mencapai US$ 638.136, Jepang masih belum (menerima) untuk mangga,” paparnya.
Sementara produksi manggis paling tinggi berasal dari Tasikmalaya yang memiliki 431.000 pohon dan luasan hingga 4.313 hektar, produksinya hingga 28.693 ton. Tasikmalaya menurutnya menyumbang 45% produksi manggis Jabar.
“Lahan di Tasikmalaya masih sangat luas dan cocok untuk [budidaya] manggis,” katanya.
Menurutnya komoditas mangga gedong tersebar di wilayah Indramayu, Sumedang, Majalengka, Kuningan dan Cirebon.
Data 2017 lalu menunjukan dari 6 wilayah ini kapasitasnya mencapai 2,39 juta pohon, luasan 23.959 hektar dan produksi 325.457 ton. “Kontribusi terbesar Majalengka disusul Indramayu yang produksinya 77.474 ton,” ujarnya.
Menurutnya mangga gedong sangat diminati pasar ekspor Singapura, Oman, Amerika Serikat hingga Jerman. Sementara manggis sendiri dihasilkan oleh 5 sentra produksi di Priangan, dari Tasikmalaya, Bogor, Sukabumi dan Purwakarta.
Dari data yang ada, selain Tasikmalaya, Kabupaten Sukabumi memproduksi manggis cukup besar bagi Jabar mengingat produksinya mencapai 1.911 ton dari 38.122 pohon di lahan seluas 381 hektar. Dari 5 sentra produksi manggis yang diproduksi menurut Iwa mencapai 42.122. “Sentranya tetap Tasikmalaya,” katanya.
Sampai saat ini manggis adalah produk ekspor holtikultura terbesar asal Jabar dimana rata-rata, ekspor manggis Jabar sekitar 1 kontainer per bulan.”Selain manggis, Jabar pun mengekspor buah mangga seperti jenis arum manis serta sayuran,” katanya. (ZEN/BandungKita.id)
Comment