Kegagalan Pemerintah dalam menyejahterakan Masyarakat Jadi Sebab Utama Perdagangan Manusia

BandungKita, BANDUNG – Tanggung jawab pemerintah dalam menanggulangi kasus-kasus perdagangan manusia merupakan tugas utama yang tak dapat ditawar lagi. Jika tidak, jangan heran kalau kasus-kasus perdanagan menjadi siklus dan kembali terulang.

Seperti yang terjadi Desember 2018 lalu, 3 remaja putri asal Jawa Barat diduga jadi korban perdagangan manusia. Atas alasan ekonomi dengan diiming-iming upah 30 juta perbulan, ketiganya berangkat ke Nabire, Papua, dijebak dan bekerja di tempat hiburan malam. Beruntung, Kamis (10/1/2019) korban kembali pulang dengan selamat.

“Kasus ini kan kemungkinan besarnya alasan ekonomi, pemerintah dalam hal ini Pemprov Jabar gagal mensejahterakan mereka (korban) ditempat asalnya, akhirnya terpkasa mencari penghidupan lain, sampai ada kasus human trafficking ini ya yang paling bertanggung jawab adalah pemerintah,” ungkap Sekretaris Jendral Serikat Perempuan Indonesia (Seruni), Triana, kepada BandungKita, Kamis (10/1/2019).

Menurutnya, kasus perdagangan manusia di Indonesia rata-rata terjadi karena masyarakat tidak punya tanah untuk digarap, atau bahkan tidak punya pekerjaan sama sekali. Jika pemerintah mampu menciptakan lapangan pekerjaan, maka masyarakat terutama di pedesaan tidak akan pindah ke kota atau ke luar negri untuk mencari penghidupan.

“Apalagi yang kasus 3 remaja itu dua diantaranya adalah pelajar, motifnya pasti ekonomi atau dari keluarga berkekurangan, mereka gak punya tanah, kalau dipedesaan kan gitu kalau gak punya tanah pasti pilihannya kalau gak jadi buruh di kota ya jadi buruh migran di luar negeri,” ujarnya.

Selaian gagalnya pemerintah membuka lahan pekerjaan di desa-desa, di sisi lain pemerintah juga punya peran langsung dalam merenggut hak atas tanah masyarakat di desa-desa berkongsi dengan para pengusaha.

“Kenapa kemudian terjdi perdagangan manusia karena dipedesaan tidak ada jaminan pekerjaan, kenapa di pedesaan tidak ada jaminan pekerjaan, karena adanya monopoli tanah. Petani-petani di desa kebanyakan sudah gak punya tanah. Karena dimonopoli oleh misalnya PT Perkebunan Nusantara (PT PN) begitu juga dengan perusahaan-perusahaan besar,” tegas Triana.

Baca juga: Kasus Perdagangan Manusia dan Absennya Pemprov Jabar dalam Memimpin Penanganan Lintas Lembaga

“Atas kondisi inilah memaksa terutama perempuan dari pedesaan bermigrasi mencari pekerjaan lain dan ini merata dibanyak provinsi, hampir semua jadi kantong-kantong pemasok buruh migran” imbuhnya.

Dengan adanaya kasus perdagangan manusia di Jabar, Meski Pemprov telah meluncurkan program 1 Desa 1 Perusahaan, namun nampaknya belum membuahkan hasil positif.

“Ya buktinya masih terjadi perdagangan manusia, sebabanya karena ga punya pekerjaan layak kan, lah berarti (program itu) belum berhasil,” ungkapnya.

Baca juga: Pemkab Bandung Barat: Hambur di Bidang Infrastruktur, Acuh pada Aspek Mitigasi Bencana

Bahkan, tak hanya di Jabar, berdasarkan data yang dihimpun Kabar Bumi, Triana menyebutkan untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur misalnya, data terbaru ada 107 jenazah dipulangkan dari Luar Negri salah satunya dari Malaysia.

“Jadi akarnya kemiskinan, kenapa masih miskin karena pemerintah tidak bisa menyejahterkan rakyat dan jadi pelaku monopoli atas tanah pula, banyak perempuan jadi buruh pabrik atau buruh migran itu ya karena kemiskinan dipedesaan masih banyak, pemerintahnya gagap mengentaskan ketimpangan,” tandasnya.***(TRH/BandungKita)

Comment