Sudirman Said Ungkap Pertemuan Rahasia Antara Jokowi dan Bos Freeport, Ini yang Dibahas

BandungKita.id, NASIONAL – Mantan Menteri ESDM, Sudirman Said, mengungkap adanya pertemuan rahasia antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan bos Freeport McMoran Inc, James R. Moffett, pada 6 Oktober 2015 silam. Dari pertemuan yang juga dihadiri Sudirman ini, kemudian mencuat kasus ‘Papa Minta Saham’.

Sudirman menjelaskan latar belakang terbitnya surat tertanggal 7 Oktober 2015 kepada Freeport McMoran Inc (FCX), yang dia tanda tangani. Surat itulah yang menimbulkan kontroversi di publik, karena seolah menyiratkan pemerintah saat itu telah memberikan perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia hingga 2041.

Padahal sesuai aturan, perpanjangan kontrak tidak boleh diberikan sebelum 2019 atau dua tahun menjelang izin kontrak perusahaan habis pada 2021. Tapi, Sudirman menegaskan, isi surat yang ditujukan ke Chairman FCX, James R. Moffett, bukanlah perpanjangan kontrak.

“Mengenai surat 7 Oktober 2015 itu seolah-olah saya yang memberikan perpanjangan izin. Itu persepsi publik,” kata dia dalam acara peluncuran buku Satu Dekade Nasionalisme Pertambangan karya Simon Felix Sembiring di Melawai, Jakarta, seperti dilansir kumparan, Rabu (20/2).

BACA JUGA :

Heboh #UninstallJokowi Puncaki Trending Topic Dunia

Heboh! Bobotoh Teriakan Nama Prabowo di Depan Ridwan Kamil Saat Nonton Laga Persib

 

Sudirman yang juga Direktur Materi dan Debat pada Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi itu menuturkan kronologi terbitnya surat tersebut. Menurut dia, sehari sebelum surat itu terbit, yakni pada 6 Oktober 2015, sekitar pukul 08:00 WIB dirinya ditelepon oleh ajudan Presiden Joko Widodo.

Saat itu ajudan meminta Sudirman Said datang ke Istana Negara. Sesampainya di sana sekitar pukul 08:30 WIB, Sudirman diminta masuk ke ruangan.

Yang membuatnya heran, oleh asisten pribadi Jokowi pertemuan dadakan ini tidak boleh diketahui alias tidak masuk dalam agenda kegiatan presiden. Menurutnya, PT Freeport Indonesia (PTFI) bahkan tidak mengetahui pertemuan James Moffett dengan Jokowi.

PT Freeport (foto:net)

“Kan ada Sekretaris Negara dan Sekretaris Kabinet. Tapi dibilang pertemuan ini tidak ada. Duduklah saya di sebelah presiden. Saya kaget di ruangan itu ternyata ada James Moffett. Dan tidak panjang lebar, Presiden mengatakan ‘tolong siapakan surat seperti apa yang diperlukan. Kira-kira kita ini menjaga kelangsungan investasi, nanti dibicarakan setelah pertemuan ini’. Baik,” tutur Sudirman mengingat perintah Jokowi.

Dalam pertemuan tersebut, sambung Sudirman, Moffett sudah menyiapkan draf perpanjangan kontrak yang diinginkan FCX. Setelah itu, lanjut dia, dirinya keluar ruangan dengan James Moffett.

Sebagai pejabat kala itu, Sudirman mengaku kecewa atas pertemuan tersebut. Kepada Moffett, dia menegaskan bukan seperti itu caranya meminta perpajangan kontrak PTFI di Indonesia (yang dilakukan sebelum waktunya alias melangkahi aturan).

“Saya bilang ke Moffett, bukan begini cara saya kerja. Kalau saya ikuti draf-mu, maka akan ada preseden negara didikte oleh korporasi. Saya sampaikan itu,” jelasnya.

Tapi, akhirnya Sudirman tetap membuat draft yang diinginkan, sesuai permintaan Jokowi langsung. Meski begitu, dia mengatakan isi draf itu mempertimbangkan beberapa hal yang menjaga kepentingan Indonesia sebagai negara.

Isi draf tersebut di antaranya negara komitmen meneruskan investasi, negara juga tengah menata regulasi. Karena waktu itu pemerintah sedang menyiapkan revisi aturan (dari Kontrak Karya ke Izin Usaha Pertambangan Khsusus (IUPK).

“Jam 4 sore saya temui Pak Presiden untuk menunjukan draf itu. Saya dapatkan itu dari Sekjen dan Biro Hukum Kementerian ESDM. Saya katakan (ke Presiden) drafnya seperti ini dan saya belum tanda tangan. Bapak dan ibu tahu komentar presiden apa? Presiden mengatakan, ‘Lho begini saja sudah mau. Kalau mau lebih kuat yang diberi saja. Jadi draf yang saya punya ini aman tidak merusak,” kata dia.

Sudirman menambahkan, kalau surat itu menjadi kontroversi karena dianggap melemahkan posisi Indonesia di hadapan FCX, dia mengatakan itu terjadi karena diperintah oleh presiden.

“Jadi kalau ada yang menyalahkan saya akibat surat itu, maka salahkan yang merintahkan saya membuat surat itu,” katanya.(M Zezen Zainal M)

 

Editor : M Zezen Zainal M

Comment