BandungKita.id, BANDUNG – Kekhawatiran masyarakat terkait penempatan TNI mengisi jabatan sipil terus digalakan Ombudsman dalam aksi kamisan di pelataran Gedung Sate, Kamis (28/2/2019) lalu.
Sebelumnya Ombudsman juga telah memberikan peringatan dini pada Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Pulhukam), Wiranto. Terkait potensi pelanggaran yang akan terjadi jika TNI di jabatan sipil.
Aktivis Sosial, Dhyta Caturani menilai, rencana tersebut sama dengan menghidupkan kembali dwifungsi TNI. Dan dikhawatirkan terjadi perampasan hak sipil seperti era orde baru.
“Ini berbahaya buat semua rakyat di Indonesia,” ujar Dhyta saat ditemui pada Aksi Kamisan di pelataran Gedung Sate dengan tema ‘Tolak Dwi Fungsi TNI’, Kamis (28/2/2019) lalu.
Lebih jauh, Dhyta mengatakan, dampak buruknya akan berimbas pada rakyat yang melakukan kritikan. “Yang akan pertama ditangkap, yang akan pertama disiksa, yang akan pertama diculik, mungkin aktivis atau orang orang yang berada di gerakan,” ucapnya.
Meskipun demikian, kata dia, bukan berarti sipil yang lain aman. Menurutnya hak politik dan hak sosialnya akan dirampas dan dipangkas habis-habisan.
“Seperti tahun 90an, kita tidak bisa lagi mengkritik. Mengkritik dianggap sebagai merusak stabilitas politik,” ungkap Dhyta.
Dhyta menduga kuat, adanya wacana penempatan TNI di jabatan sipil, adalah keinginan TNI itu sendiri. “Ya jelas ini keinginan TNI. Dari dulu mereka tidak pernah mau dicabut kan. Tetapi kan aspirasinya sangat besar dari rakyat bahwa ini harus dicabut. Tapi mereka masih mencari cara bagaimana tetap menguasai politik dan sosial di Indonesia melalui berbagai macam cara,” paparnya.
Dia menilai, elit politik Indonesia masih percaya untuk menjaga kekuasaannya, mereka musti bersandar pada kekuatan militer. “Ini sebabnya mereka mau mewujudkan kembali,” tandasnya.***(Bagus Fallensky)
Editor: Dian Aisyah
Comment