BandungKita.id, BANDUNG – Direktur Eksekutif lembaga kajian hukum dan kriminal, Institut For Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara Suwahju meminta ketegasan pemerintah dalam merevisi undang-undang UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sebagaimana telah diubah oleh UU No. 19 tahun 2016 tentang ITE.
Pasalnya, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, telah memberikan angin segar dengan menyatakan bahwa pemerintah akan membahas rencana revisi UU ITE ini dan akan meminta Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) untuk mulai mengkaji rencana revisi tersebut.
“Kami ingin pemerintah merevisi pasal-pasal multi tafsir seperti Pasal 27 ayat (1) UU ITE yang memuat unsur “melanggar kesusilaan”. Unsur “melanggar kesusilaan” memiliki konteks dan batasan yang tidak jelas sehingga harus diperjelas. Pasal ini harus dikembalikan ke tujuan awal seperti diatur dalam Pasal 282 KUHP bahwa sirkulasi konten melanggar kesusilaan hanya dapat dipidana apabila dilakukan di ruang dan ditujukan untuk publik,” kata Anggara saat dihubungi BandungKita.id, Senin (5/8/2019).
Baca juga:
Kemenkominfo Dianggap Tidak Serius Buat RUU Perlindungan Data Pribadi
ICJR menilai, korban pelecehan seksual, Baiq Nuril yang dilaporkan balik oleh pelaku pelecehan dengan tuduhan melanggar UU ITE, menjadi gambaran UU ITE belum memiliki batasan yang jelas.
“Contoh lainnya adalah Pasal 28 ayat (2) UU ITE tentang penyebaran informasi yang menimbulkan penyebaran kebencian berbasis SARA. Pasal ini tidak dirumuskan sesuai dengan tujuan awal perumusan tindak pidana tentang propaganda kebencian,” kata Anggara
Pada praktiknya, lanjut Anggara justru pasal ini menyasar kelompok dan individu yang mengkritik institusi dengan ekspresi yang sah. Lebih memprihatinkan, pasal ini kerap digunakan untuk membungkam pengkritik Presiden.***(Tito Rohmatulloh/BandungKita)
Editor: Restu Sauqi
Comment