BandungKita.id, SOREANG – Program Perhutanan Sosial di Kabupaten Bandung dinilai gagal menjaga dan melestarikan hutan. Pada praktiknya program pemerintah pusat yang telah berjalan dua tahun lebih itu, diduga menjadi salah satu faktor penyebab lahan hutan semakin kritis.
Hal tersebut diungkapkan Pemerhati Lingkungan asal Kabupaten Bandung, Dian Supardiana saat ditemui BandungKita.id di kediamannya di Kecamatan Ibun, Senin (25/3/2019).
Menurut Dian, dari 18.000 ha jumlah keseluruhan lahan perhutanan sosial di Kabupaten Bandung, saat ini 90 persen kondisinya kritis. Maka dirinya meminta pemerintah segera melakukan evaluasi.
“Lahan tersebut tersebar di wilayah Gunung Kamojang sampai Gunung Wayang, berada di bawah BKPH Ciparay dan Pangalengan. Kita minta pemerintah segera lakukan evaluasi, sebelum makin parah lagi,” kata pria paruh baya yang akrab disapa Bah Dion itu.
Baca juga: Jalan Terjal Menyelamatkan Cagar Alam Kamojang dan Keganjilan Status Taman Wisata Alam
Berdasarkan hasil tinjauan langsung di lapangan, Bah Dion menemukan lahan perhutanan sosial masih ditanami jenis palawija, minim tumbuhan berakar keras dan dibiarkan mendirikan bangunan untuk hewan ternak serta pemondokan.
“Hampir tiga tahun berjalan, banyak yang justru tidak seharusnya, seperti minimnya tanaman tegakkan, menanam palawija, membuat peternakan dan menebang pohon yang sudah ada. Leuweung jadi makin ancur,” ucapnya geram.
Evaluasi tersebut, kata Bah Dion juga mencakup ranah regulasi yang dinilai bertentangan. Karena Program Perhutanan Sosial diatur dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 83 Tahun ini 2016. Sementara itu, ada UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Di regulasi ini mewajibkan pemerintah merawat dan memperbaiki hutan. Sementara program Perhutanan Sosial justru merusak kawasan hutan.
Lebih lanjut dirinya melihat, jika program tersebut dibiarkan seperti itu akan menjadi kontra produktif dengan agenda besar Citarum Harum yang berusaha menangani wilayah hulu sungai.
Namun demikian, Bah Dion tetap mendukung sepenuhnya program Perhutanan Sosial, asal dilakukan evaluasi terutama pada peran para pendamping.
“Dalam hal ini kita tentu tidak menyalahkan para penerima. Justru yang kita sorot adalah peran pendamping. Hasil wawancara dengan para penerima, mereka mengatakan tidak pernah didampingi atau diedukasi, harus seperti apa lahan tersebut,” bebernya.
Baca juga: BBKSDA Jabar Akui Penurunan Status Cagar Alam Papandayan dan Kamojang untuk Pemanfaatan Panas Bumi
Selain pada ranah regulasi dan peran pendamping. Ia juga minta pemerintah mempertimbangkan secara matang lahan yang ditetapkan sebagai perhutanan sosial. Pasalnya, Bah Dion menemukan sejumlah lahan terutama di wilayah Kamojang, memiliki kemiringan sampai 60 derajat.
“Banyak lahan yang dipakai konturnya labil serta berada pada posisi kemiringan cukup rawan, lahan seperti ini jelas tidak cocok dipakai untuk program tersebut,” pungkasnya.***(Restu Sauqi)
Comment