BandungKita.id, CIMAHI – Kota Cimahi merupakan salah satu wilayah di Jawa Barat yang memiliki peninggalan sejarah cukup banyak. Salah satunya yaitu makam kehormatan tentara Belanda, di Leuwigajah.
Berada di lahan seluas 2 hektare yang membentang di bagian selatan kota Cimahi, tepatnya di belakang pemakaman umum Leuwi Gajah, Jalan Kerkof, makam kehormatan tentara Belanda atau yang biasa dikenal Ereveld Leuwigajah itu, menjadi bukti nyata bahwa kota ini menyimpan peninggalan sejarah yang begitu berharga.
Yang menarik, status lahan makam tersebut dimilik kerjaan Belanda. Maka saat berkunjung ke tempat itu, secara otomatis kita telah menginjakan kaki di salah satu wilayah kekuasaan Negeri Kincir Angin.
Di pintu masuk ke makam tersebut, kita dihadapkan dengan gerbang hitam berlambang Groot Rijkswapen atau Lambang Agung Kerajaan Belanda. Di atasnya tertulis Ereveld Leuwigajah.
Setelah melewati gerbang, mata kita akan ditujukan pada ribuan nisan dengan berbagai simbol keagamaan yang diselimuti rumput hijau serupa karpet yang dibentangkan.
Dari ribuan nisan, ada beberapa nisan bertuliskan onbekend atau jenazah tidak dikenal.
Ketua Komunitas Tjimahi Heritage, Machmud Mubarok menjelaskan, terdapat sebanyak 5400 jenazah dimakamkan di Erevald Leuwigajah tersebut.
“Ada beberapa makam kehormatan tentara Belanda di Indonesia, tapi yang terbanyak ya di Cimahi,” ujar Machmud kepada BandungKita.id, Sabtu (20/4/2019).
Baca juga:
Sempat Tertutup Deretan Kios, Sebuah Bangunan Bersejarah di Cimahi Kembali Terlihat
Jenazah yang ada di makam tersebut, kata Machmud, kebanyakan tentara belanda atau KNIL yang meninggal di Indonesia pada tahun 1942-1945, masa pemerintahan Jepang di Indonesia.
“Banyak orang Belanda yang ditawan oleh pemerintahan Jepang, kemudian dimasukkan ke kamp kamp penjara,” sambungnya.
Di dalam penjara, tentara Belanda yang ditawan dan diperlakukan sangat buruk. Tidak diberi makan, disiksa, hingga tidak sedikit yang meninggal dunia karena tak kuat bertahan hidup.
Karena kekurangan pasokan makanan, banyak diantara tawanan yang berada di kamp menggunakan biang air kencing untuk membuat roti. Tidak hanya roti berbiang air kencing, tikus liar pun kerap jadi santapan demi bertahan hidup di dalam kamp.
“Kemudian mereka-mereka yang meninggal di kamp ini biasanya tidak langsung (dimakamkan) ke Ereveld dulu. Tapi ke kuburan lain dulu dekat kamp tahanan,” kata Machmud.
Barulah setelah Jepang menyerah tahun 1945, sekutu masuk dibonceng NICA oleh Belanda. Kemudian Belanda mulai menyelamatkan tahanan yang masih di dalam kamp.
“Lalu mereka yang sudah meninggal kemudian kuburannya dipindahkan ke Ereveld ini dari makam yang berada dekat dengan kamp. Agar terpusat,” paparnya.
Baca juga:
Mengenang Kejayaan Kereta Api Rute Ciwidey-Soreang
Pada awalnya, makam kehormatan Ereveld ini tersebar di beberapa kota di luar pulau Jawa seperti Muntok, Padang, Tarakan, Medan, Palembang dan Balikpapan. Namun pada tahun 1967, dipindahkan ke pulau Jawa, salah satunya Cimahi.
“Karena, jika tidak dipindahkan, tanahnya juga kan nanti jadi tanah Belanda. Supaya tidak ada lagi hibah-hibah ke Belanda, maka di pindah ke pulau Jawa agar lebih terpusat,” jelas Machmud.
Lahan pemakaman di pulau Jawa sendiri lantas dihibahkan ke Kerajaan Belanda pada masa pemerintahan Soeharto. Maka, status kepemilikan lahan Ereveld di seluruh Indonesia merupakan milik Kerajaan Belanda.
“Jadi kalo kita melewati gerbang Ereveld itu kita sudah berada di wilayah belanda. Gak usah bawa paspor jauh-jauh ke Amsterdam, ke sini saja kita sudah masuk Belanda,” candanya dengan sedikit senyum.***(Bagus Fallensky/BandungKita.id)
Editor: Restu Sauqi
Comment