BandungKita.id, JAKARTA – Lembaga pemantau pemilu Jurdil2019 dicabut izinnya oleh Bawaslu. Situs jurdil2019.org menampilkan data yang diklaim sebagai Real Count Pilpres 2019.
Situs itu kabarnya sudah diblokir oleh Kementerian Kominfo. Namun sepertinya sejumlah operator masih belum mengeksekusi perintah pemblokiran tersebut.
Dikutip dari detikcom, situs itu masih menampilkan ‘Real Count Pilpres 2019’. Situs tersebut mengklaim telah mengumpulkan data dari 5.502 TPS di 34 provinsi.
Hasilnya, Prabowo-Sandi disebut unggul 60,3%, sementara Jokowi-Ma’ruf Amin tertinggal dengan perolehan 37,9% suara. Tak ada keterangan soal detail asal TPS, atau pun bukti foto C1 sebagai penguat klaim tersebut.
Dibandingkan dengan situs kawalpemilu.org, selain ada data tabulasi, ada pula bukti foto C1 plano yang ditampilkan di situs.
Hasil ‘Real Count Pilpres 2019’ yang ditampilkan jurdil2019.org berbeda dengan hasil quick count sejumlah lembaga dan juga real count kawalpemilu.org dan juga situng KPU.
Lembaga pemantau Pemilu 2019, Jurdil2019 pun mengajukan protes karena izinnya dicabut Bawaslu dan situsnya diblokir oleh Kementerian Kominfo. Mereka memprotes ke Bawaslu dan Kominfo.
“Kita menanyakan ada apa, karena tidak ada pemberitahuan. Jika disebutkan ada konten yang negatif, di mana? Kita tahu biasanya yang disebut konten negatif itu pornografi atau judi, itu tidak ada di situs kita,” kata Rulianti, pihak yang mengajukan izin Jurdil2019 jadi lembaga pemantau pemilu.
BACA JUGA :
Menangkan Jokowi-Ma’ruf, BPN Tantang Lembaga Survei Beberkan Sumber Pendanaan
Waduh! KPU Kembali Salah Entri Data Penghitungan Suara Pemilu 2019 di Beberapa Daerah di Indonesia, Ini Rinciannya
Rulianti baru membaca di media soal alasan pencabutan izin dari Bawaslu, yaitu menampilkan quick count. Rulianti menegaskan situsnya tak menampilkan quick count, melainkan real count.
“Quick count dan real count tidak sama. Yang kita tampilkan real count C1 dari relawan-relawan yang menyampaikan kepada kita. Kemudian kita menampilkannya kepada publik,” ujarnya.
Bagi Rulianti, menampilkan data yang disebutnya real count merupakan upaya memantau pemilu agar berlangsung jujur dan adil. Namun saat ditanya soal bukti foto C1 plano, Rulianti tak menjawab tegas. Dia mempersilakan rekannya, Herman Tohari, berbicara.
Herman mengawali pernyataannya dengan menggugat pemblokiran oleh Bawaslu. Dia memprotes karena merasa situsnya tak menampilkan konten negatif.
“Saya bicara narasi logika hukum. Kominfo memblokir situs kami. Dalam aturannya, diblokir jika ada konten negatif, pornografi atau judi. Buktikan kalau itu ada. Kalau ujug-ujug ditutup secara sepihak, itu arogansi!” ujar Herman.
Herman mengungkit aturan yang ada di UU Pemilu, tepatnya Pasal 440 ayat (1) huruf e. Dia mengatakan pemantau pemilu berhak mendokumentasikan kegiatan pemantauan sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan pemilu. Bagi Herman, publikasi data yang disebutnya real count adalah bagian dari pemantauan pemilu.
“Ruang lingkup pemantauan pemilu bukan memantau orang bolak-balik ke TPS, tapi salah satunya dokumentasi hasil C1,” ujar Herman protes.
BACA JUGA :
Jokowi Utus Luhut Panjaitan untuk Bertemu Prabowo, Apa yang Dibahas?
Saat ditanya soal foto dokumentasi C1 di situsnya, dia mengatakan ada, namun tak ditampilkan di situs. Dia membandingkan dengan situs pemilu2019.kpu.go.id soal penghitungan suara, yang disebutnya tak juga menampilkan foto formulir C1. Padahal, di situs KPU, di bagian bawah grafik, ada hasil scan formulir C1 yang ditampilkan.
Herman kembali memprotes soal pemblokiran. Dia mempermasalahkan tak ada teguran dari Kominfo.
“Salah kami di mana? Ketika kami menampilkan suara rakyat, ketika kami salah, tegur dulu. Ini main tutup saja kaya tukang listrik mutus kabel. Ini negara apaan sih!” ujarnya.
Herman siap buka-bukaan data. Dia mengatakan kantornya berada di wilayah Tebet, Jakarta Selatan.(M Zezen Zainal M/BandungKita.id)
Editor : M Zezen Zainal M
Comment