Guru Besar IPDN : Perubahan Usulan Nama Sekda Dimungkinkan Sebelum Turun SK

Kewenangan PPK Delegasi Langsung dari Presiden dan Tak Bisa Diintervensi

 

BandungKita.id, BANDUNG – Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Prof Sadu Wasistiono menyatakan perubahan usulan nama calon Sekda Kota Bandung yang awalnya mengusulkan nama Benny Bachtiar menjadi Ema Sumarna sah secara hukum. Sadu menilai tidak ada aturan yang dilanggar oleh Wali Kota Bandung, Oded M Danial dalam penggantian nama tersebut.

Menurutnya, aturan perundang-undangan memberikan lampu hijau yang memperbolehkan untuk mengganti nama calon sekda sesuai keinginan Wali Kota. Terlebih, kata dia, penetapan Ema Sumarna sebagai Sekda Kota Bandung dilakukan oleh Oded M Danial sebagai PPK Pemkot Bandung.

Sementara, lanjut Sadu, nama Benny Bachtiar dipilih oleh Ridwan Kamil yang jabatannya sebagai PPK di Kota Bandung telah berakhir karena dilantik menjadi Gubernur Jawa Barat.

Pemilihan Benny Bachtiar oleh Ridwan Kamil pun, sambung Sadu, baru sebatas usulan dan belum sampai pada tahap penetapan hingga disahkan melalui Surat Keputusan (SK).

“Pergantian itu (nama sekda) dimungkinkan sebelum turun SK. Karena untuk ini (menetapkan Sekda) ada pergantian PPK. Yang mengusulkan awal kan Pak RK (Ridwan Kamil) kemudian menjadi gubernur. Lalu Pak Oded sebagai PPK yang baru dan kemudian mereka (Kemendagri) menjawab kalau ada pergantian nama ya dimungkinkan,” jelas Sadu di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Selasa (10/9/2019).

Kolase Wali Kota Bandung, Oded M Danial (kiri) dan Sekda Kota Bandung Ema Sumarna (foto:istimewa)

 

Selain pergantian nama yang sudah memenuhi prosedur, Sadu menyatakan pengangkatan Ema Sumarna menjadi Sekda definitif Kota Bandung juga telah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Seperti halnya yang tertera dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Sebab, Ema menjadi salah satu kandidat dari tiga nama calon hasil penjaringan oleh tim Panitia Seleksi (Pansel).

“Begitu ada hasil tiga nama dari Pansel, kemudian memberikan kebebasan kepada PPK untuk memilih antara tiga calon. Tidak bisa mengambil dari luar tiga itu. Misalnya wali kota memilih dari luar tiga itu KASN (Komisi Aparatur Sipil Negara) langsung menegur dan bahkan SK-nya bisa dibatalkan, itu sudah pasti,” jelasnya.

BACA JUGA :

Ema Sumarna : Saya Kantongi SK Penetapan Sekda Kota Bandung, Benny Baru Usulan

 

 

Bahas Polemik Sekda Kota Bandung, Benny Bachtiar Konsultasi ke Mahfud MD : Ini Hasilnya

 

Dijelaskan Sadu, Wali Kota Bandung selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) memiliki kewenangan penuh dalam pengangkatan pejabat birokrasi di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung. Bahkan, wewenang atribusi tidak bisa diintervensi oleh pihak mana pun.

Menurut Sadu, hal itu dikarenakan wewenang wali kota sebagai PPK didapatkan langsung dari presiden. Sehingga, penetapan atau pun pengangkatan pejabat di lingkungan Pemkot Bandung termasuk pengangkatan Sekretaris Daerah (Sekda) sudah diserahkan oleh presiden kepada wali kota.

“PPK kabupaten/kota itu memperoleh delegasi langsung dari presiden, dan presiden itu oleh undang-undang memperoleh kewenangan atribusi sebagai pembina kepegawaian. Oleh undang-undang presiden kemudian mendelegasikan kepada bupati/ wali kota untuk kabupaten kota. Jadi untuk mengangkat ini merupakan kewenangan penuh mereka,” ucap Sadu.

Staf ahli Bidang Pemerintahan Pemkot Cimahi yang juga mantan kandidat Sekda Kota Bandung, Benny Bachtiar (Tito Rohmatulloh/BandungKita.id)

 

Perihal koordinasi yang diarahkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam proses pergantian nama sekda tersebut, Sadu menerangkan bahwa makna koordinasi ini konteksnya dalam rangka memberikan informasi. Sehingga penjelasannya bersifat melaporkan.

Soal koordinasi ini, ujarnya, merujuk pada Undang-Undang Dasar 1945 yang menerangkan posisi otonomi daerah. Yakni posisi antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kota tidak terikat secara hirarki, dan pertanggungjawaban kepala daerah sepenuhnya kepada rakyat yang memilihnya secara demokratis.

“Ini penting karena bahasa yang disampaikan itu tadi kan bahasa koordinasi seperti mengharapkan, tidak memerintahkan. Kalau bahasa memerintahkan itu bahasa hirarkis. Dengan koordinasi itu sifatnya tidak mengikat karena sifatnya hanya mengingatkan, memberitahu,” bebernya.

Sadu kembali memaparkan bahwa Kemendagri dan KASN bertanggungjawab mengawasi proses seleksi agar berjalan secara objektif. Setelah terpilih tiga nama calon, sepenuhnya kewenangan untuk memilih Sekda secara mutlak berada di tangan PPK yang dapat menentukan dengan pertimbangan subjektif.

“Pada saat seleksi penilaian objektif itu dari pansel, pemilihan subjektif kepala daerah karena harus ada chemistry atau kecocokan antara kepala daerah dengan pejabat. Apalagi jabatan sekda itu tangan kiri kepala daerah yang akan menterjemahkan visi misi politik ke bahasa anggaran, makanya ini menjadi sangat penting,” tutur Sadu.

Kuasa hukum wali kota Bandung, Bambang Suhari menyatakan bahwa langkah yang ditempuh untuk penggantian nama calon Sekda bukan hanya mempertimbangkan aspek masalah hukum. Namun, juga turut memperhatikan masalah etika birokrasi.

Guru Besar IPDN, Prof Sadu Wasistiono (kanan). (foto:net)

 

“Kita dari kacamata undang-undang 10 maka benar setelah melampaui enam bulan sudah tidak bicara lagi rekomendasi persetujuan. Tapi sebelum ke arah itu Pak Wali Kota lebih memperhatikan aspek prosedur administrasi etika birokrasi, ini bukan wali kota mengulur waktu tapi menempuh prosedur,” ujar Bambang.

Selain itu, Bambang mengungkapkan sebelum penggantian nama calon Sekda pun Pemkot Bandung lebih dulu berkonsultasi bersama Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan sejumlah pakar hukum di berbagai bidang keilmuan.

Oleh karenanya, sambung Bambang, selama Oded M Danial menempuh proses sesuai prosedur dan etika maka dilakukan penunjukan Pelaksana Tugas maupun Pelaksana Harian untuk menjalankan tugas Sekda. Hal ini menjawab adanya anggapan Oded sengaja mengulur waktu hingga melampauai masa enam bulan sesuai dengan Undang Undang Nomor 10 tahun 2016.

“Penunjukan Plh dan Plt adalah asas kemanfaatan bagi peningkatan pelayanan publik. Kalau tidak ditunjuk siapa yang mengendalikan roda organisasi administrasi pemerintahan, oleh karena itu wali kota memiliki wewenang untuk menunjuk Plh atau Plt ada diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan,” kata Bambang.(M Zezen Zainal M)

Editor : M Zezen Zainal M

Comment