Rayakan Pabaru Sunda 1954 Saka di Lahan Eks-Palaguna, Sunda Kiwari Ajak Lestarikan Cagar Budaya

BandungKita.id, BANDUNG – Paguyuban Sunda Kiwari menggelar perayaan tahun baru kalender sunda yang disebut “Pabaru Sunda 1954 Saka Sunda” di area lahan Eks-Palaguna sekitar kawasan Alun-Alun Bandung, Kamis (20/08/2020). Pada kesempatan itu, Sunda Kiwari juga sekaligus mensosialisasikan kalender, seni, serta tradisi Sunda.

“Landasan perayaan Pabaru Sunda ini adalah urgensi untuk menyebarkan kembali sistem penanggalan kalender Sunda yang telah hilang selama 500 tahun dan melestarikan kesenian Sunda yang semakin terpinggirkan,” ungkapnya kepada BandungKita.id, Jum’at (21/08/2020).

Kegiatan yang digelar senja hingga malam hari itu dimeriahkan oleh penampilan Pencak Silat, Tembang Sunda Cianjuran, dan Tembang Buhun Rancakalong. Turut hadir dalam acara ini Ormas Paskibar Laskar Kiansantang, Pusaka Lembur, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pakuan Padjadjaran, serta berbagai elemen pegiat budaya se-Bandung Raya.

BACA JUGA :

Innalillahi… Sastrawan Sunda Ajip Rosidi Tutup Usia, Berikut ini Jejak dan Karyanya

Warga Sunda Wiwitan Pertahankan Tanah Adat Hingga Titik Darah Penghabisan

Polemik Batu Satangtung Sunda Wiwitan di Kuningan, Komnas HAM dan PCNU Angkat Bicara

Presiden Paguyuban Sunda Kiwari, Dadang Hermawan (47) mengatakan, Pabaru Sunda adalah pergantian tahun dalam kalender Kala Sunda. Perayaan ini adalah kegiatan tahunan yg digelar oleh Paguyuban Sunda Kiwari sejak tahun 2002, sebuah peringatan bagi masyarakat Sunda umumnya untuk menghargai warisan leluhur.

“Tujuan perayaan ini adalah untuk mengapresiasi peninggalan leluhur Sunda, karena telah mampu menciptakan sistem penentuan waktu yang akurat berdasarkan 3 perhitungan yaitu matahari, bulan, dan bintang. Maknanya, kita jadi bersyukur kepada sang pencipta atas waktu yang telah berlalu, sedang berjalan, dan yang akan datang,” jelas pria yang akrab disapa “Mang Utun” itu dengan lugas.

Menurutnya, ketika sekelompok masyarakat mampu menciptakan sistem yang menandai waktu, maka hal ini bisa diartikan bahwa peradaban itu telah memiliki serangkaian kegiatan yang membutuhkan penandaan waktu. Jadi, secara tidak langsung bisa disimpulkan bahwa leluhur Sunda sudah sampai pada puncak peradaban.

Poster perayaan “Pabaru Sunda 1954 Saka Sunda” di area lahan Eks-Palaguna sekitar kawasan alun-alun Bandung, Kamis (20/08/2020). (istimewa).

“Uraian mengenai kalender yang dituangkan adanya sistem penanggalan dalam sebuah masyarakat, menunjukkan bukti untuk mengukur derajat peradabannya, sedangkan ketelitian dalam sistem penanggalan tersebut memperlihatkan bahwa leluhur kita sudah sampai pada pemahaman, daya pikir, atau intelektual yang tinggi,” paparnya.

Ia juga mengungkapkan, Peringatan dan Perayaan Pabaru Sunda ini dilandasi oleh adanya urgensi untuk membangun kesadaran pemerintah terhadap pelestarian cagar budaya. Pasalnya, rencana BUMD PD Jasa Wisata (Jawi) membangun hotel, mall, dan rumah sakit di lahan eks Palaguna akan merusak peninggalan cagar budaya.

“Sudah 18 tahun kami melaksanakan perayaan ini, tidak lain sebagai bentuk keprihatinan atas terlantarnya situs Sumur Bandung yang dibangun tahun 1811 oleh Pendiri Bandung. Tujuan lain dari aksi kebudayaan ini adalah untuk menolak pembangunan mall, hotel dan rumah sakit di lahan eks bangunan Palaguna,” tegasnya.

Lahan Eks-Palaguna akan menjadi kawasan terpadu yang berisikan mall, hotel dan rumah sakit dengan 16 sampai 18 lantai seperti yang diutarakan tim BUMD PD Jawi. (Ilustrasi Render The Bandung Icon / SkyscraperCity).

Dadang mengatakan, lahan eks Palaguna yang lokasinya berada persis di timur kawasan Alun-alun Bandung, merupakan kawasan yang masuk dalam zona inti cagar budaya yang sumbu utamanya adalah Alun-alun Bandung.

“Artinya, kawasan yang masuk dalam zona inti tersebut memiliki fungsi utama sebagai peninggalan sejarah dan budaya yang tidak boleh sembarangan diubah peruntukannya, tapi sayangnya pemerintah belum sadar” bebernya dengan nada miris.

Pihaknya mengaku lebih mengharapkan lahan eks Palaguna itu dijadikan ruang terbuka hijau (RTH) dan cagar budaya sebagai pengganti kawasan Alun-alun Bandung yang saat ini tidak lagi berfungsi sebagai ruang terbuka hijau.

BACA JUGA :

Taman Alun-alun Bandung Makin Cantik dengan Kehadiran “Solar Tree”, Lihat Penampakannya Yuk!

Inilah 4 Alasan Nongkrong di Alun-Alun Bandung Tak Pernah Basi

Disbudpar Kota Bandung Izinkan 45 Tempat Hiburan Kembali Beroperasi

“Di Alun-alun itu kan bukan penghijauan karena tidak meresapkan air akibat pakai rumput sintetis. Memang hijau, tapi di bawahnya beton. Jadi para budayawan mengusulkan lahan eks Palaguna itu dijadikan pengganti Alun-alun sebagai ruang terbuka hijau,” ujarnya.

Dadang menutup Pabaru Sunda 1954 Saka Sunda ini dengan ucapan terimakasih kepada Bank BJB dan pihak-pihak yang telah berkontribusi. Pasalnya, ia menyebut tidak ada bantuan apapun dari Pemkot Bandung dalam perayaan ini.

“Kami mengucapkan terimakasih kepada Bank BJB yang telah mendukung perayaan ini setiap tahun, walau tak terlalu besar tapi sangat membantu sekali bagi kami sebagai pegiat budaya. Semoga perayaan Pabaru Sunda tahun depan bisa dibantu Pemkot agar acaranya semakin meriah dan sosialisasinya lebih wow,” tandasnya. (Azmy Yanuar Muttaqien/BandungKita.id).

Editor : Azmy Yanuar Muttaqien

Comment