Miris! Tak Diperhatikan Pemerintah, Di Sekolah Ini Satu Ruangan Digunakan Oleh Tiga Kelas dan Berdesak-desakan

Sempat Minta Bantuan Presiden RI, Tapi Tak Jelas Kelanjutannya

BandungKita.id, BANDUNG – Seolah dianaktirikan dari sekolah lainnya, Sekolah Luar Biasa Negeri A (SLB N A) Kota Bandung kondisinya kini sangat mengkhawatirkan. Mulai dari plafon rusak hingga tembok retak terpaksa diperbaiki sendiri oleh dana sekolah tanpa bantuan apa pun dari pemerintah.

Demikian disampaikan Ketua Komite Sekolah Luar Biasa Negeri A Kota Bandung, Rian Ahmad Gumilar pada jumpa pers di ruang pertemuan Yayasan Wiyata Guna, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jumat (20/12/2018).

Pantauan BandungKita.id, sekolah yang cikal bakalnya telah ada sejak 1901 dengan nama Blinded Institut tersebut kini kondisinya sangat mengkhawatirkan. Tak hanya plafon di ruang komputer yang sempat roboh, pun demikian dengan jumlah kelas yang belum maksimal.

“Beruntung saat roboh kejadiannya saat libur jadi tidak ada siswa atau korban yang ketimpa. Sekarang sudah diperbaiki. Kita gunakan uang swadaya dari sekolah karena itu kan mendesak, takutnya mengganggu proses belajar mengajar siswa,” ungkap Rian.

Jumlah ruang kelas yang tidak mencukupi juga sangat mengganggu kegiatan belajar siswa. Sebab, dalam satu ruangan harus ada beberapa kelompok kelas yang belajar secara bersamaan sehingga berdesak-desakan.

“Salah satunya yang terjadi di ruang 20. Itu ada tiga kelas kelas 3A, 3C, dan 2A,” kata Rian.

BACA JUGA :

Padahal idealnya, lanjut Rian, untuk siswa SD LB jumlah siswa 33 dari kelas 1-6 itu harusnya terdiri dari dua kelompok belajar per kelasnya, sehingga perlu ada 12 kelompok dengan ruangan masing-masing yang terpisah.

“Bagaimana mau maksimal ruangannya hanya ada empat, pendidikan siswa disabilitas jelas lebih sulit dibanding anak yang normal,” ungkapnya

Sementara itu ketua Forum Penyelamat Pendidikan Tunanetra SLBN A Kota Bandung Ahmad Basri Nursikumbang mengatakan proses renovasi yang selama ini akan dilakukan terhambat oleh pihak Kementerian Sosial yang mengaku sebagai pemilik hak atas tanah tempat SLBN A Kota Bandung berdiri.

“Kami menggugat Kementerian Sosial untuk mengembalikan tanah milik rakyat untuk difungsikan sebagai penyelenggara pendidikan bagi tunanetra sebagaimana amanat almarhum Bapak Wongso Taruna sebagai pemik awal tanah ini,” kata Ahmad Basri.

Polemik hambatan renovasi tak cukup di sana, terbaru di akhir 2018 ini SLBN A Kota Bandung sempat akan melakukan pembangunan dengan dana bantuan APBD Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat senilai Rp 500 juta, namun terpaksa dibatalkan karena pihak Kementerian Sosial Republik Indonesia tidak memberi izin.

BACA JUGA :

“Untuk proses belajar mengajar kan tanggung jawabnya Disdik Jabar makanya memberi bantuan, tapi untuk lahan, ini milik Kemensos RI jadi harus ada izin (kalau mau membangun) dan mereka tidak mengizinkan akhirnya bantuan dikembalikan,” lanjut Basri

Tak hanya itu, pada pelaksanaan peringatan hari Disabilitas International, 3 Desember lalu, yang digelar di Bekasi pihak SLB N A Kota Bandung hadir pada saat itu dan menyampaikan keluhannya melalui Sepucuk Surat kepada Presiden RI Joko widodo.

“Saat itu kami sampaikan surat tentang kondisi SLB N A Kota Bandung, dan diterima langsung oleh tangan Pak Presiden, setelah itu ada tim yang didatangkan ke sini tapi sayangnya tidak bertemu langsung dengan kepala sekolah karena Tim itu datang tanpa koordinasi, sehingga tidak mengetahui seperti apa kondisi yang sesungguhnya,” ungkap Basri.

Adapun kepada Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, pihak SLBN meminta agar bisa mengelola tanah tersebut sebagai barang milik negara dan mengajukan hibah untuk berlangsungnya pendidikan bagi kaum tunanetra.

“Kami berharap Pemprov Jabar segera bertindak, walau bagaimanapun SLB Negeri A Kota Bandung, bukan hanya sekolah, lebih dari itu SLB Negeri A Kota Bandung adalah saksi bisu perjuangan kaum tunanetra dalam menuntut ilmu di negeri ini bahkan di Asia Tenggara,” tandasnya (TRH/BandungKita)

Comment