Permen Gulali, Si Manis Murah Menggoyang Lidah

BadungKita.id, BANDUNG – Ditengah banjir kudapan modern yang semakin bervariasi, jajanan tradisional dinilai semakin berkurang peminatnya. Ia makin terpinggirkan dan asing di tengah masyarakat.

Namun ada yang menarik di tengah kondisi itu, Gulali, sebagai salah satu jajanan khas ternyata masih memiliki tempat di lidah masyarakat, terutama anak-anak.

Di Indonesia, Gulali dikenal ada beberapa jenis yaitu Gulali Cetak, Gulali Rambut Nenek, dan Gulali Permen Kapas.

Salahsatu pedagang gulali yang berhasil di temui BandungKita yakni Hendi (45). Ia biasa berdagang Gulali Cetak di kawasan Kecamatan Astana Anyar, Kota Bandung.

Hendi telah berjaulan gulali cetak sejak sepuluh tahun lalu. Sesuai dengan namanya, gulali yang dibuat Hendi biasa dijual dalam bentuk unik seperti tumbuhan, hewan dan karakter lain tergantung pesanan.

“Memang gulali ini masih diminati terutama anak-anak karena memang rasanya manis, bahan utamanya tetap sama dengan gulali jenis lain, yakni gula putih,” kata pria asal Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut tersebut, Sabtu (13/4/2019).

Setiap hari, Hendi mulai keluar mencari pembeli jelang jam masuk sekolah atau sekitar pukul enam pagi. Hingga sore hari, Hendi biasa meraup untung Rp.100 ribu dikala ramai dan Rp 50 ribu di saat sepi.

“Namanya jualan gini kan ga nentu yah, tapi alhamdullilah masih mencukupi,” ujarnya.

 


Hendi (45), Pendjual gulali cetak di Kecamatan Astana Anyar, Kota Bandung.

 

Ditanya mengapa memilih berjualan gulali, Hendi mengaku nyaman dengan profesinya. Menurutnya, makanan itu dibuat tanpa terlalu banyak proses dan lebih cepat disajikan dari pada jajanan tradisional lain.

Setiap hari, ia biasa menghabiskan adonan sampai setangah kilo. Setiap satu gulali dibandrol dengan harga sama yakni Rp.2.000. Harga yang relatif murah membuat gulali cetak buatannya banyak diburu.

“Tapi kalau mau bentuk lain juga bisa sesuai keinginan aja cuma harganya beda, sekitar Rp 3 atau 5 ribu,” ujarnya.

Agar tetap akrab dilidah, dalam proses pembuatan gulali cetak harus menyesuaikan takaran antara air dan gula. Lantaran, setelah adonan setengah jadi bakal mengental, setelah adonan semakin dingin maka akan mengeras dan kadar manisnya naik.

“Makanya, harus diposisikan adonan setengah jadi ini tetap hangat, tempatkan diatas wajan, dibawahnya ada kompror, kalau dingin nanti membatu, keras enggak bisa dibentuk,” katanya.

Skil cekatan Hendi yang bisa membentuk segala jenis karakter. Cukup membuktikan bahwa Hendi bukan penjuala gulali ecek-ecek. Meski secara otodidak, tapi dia bisa membuat gulali berbentuk burung, bunga, ayam, ular hingga burung merak.

Diapun berharap, jajanan tradisional bisa tetap lestari, selain sekadar profesi namun bisa memberi pesan bahwa makanan tradisional Indonesia memang beranekaraga.

“Ya semoga bisa tetap ada aja yang belinya. Biar yang juala bisa bertahan, makanan Indonesia ini kan banyak banget jenisnya,” pungkas Hendi.***

Comment